Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Kumohon, Yang Mulia



Kumohon, Yang Mulia

"Professor, Heron berusaha membunuh Therius, dan ia hampir berhasil. Kami harus segera pergi. Kau bisa melihat apa yang terjadi lewat rekaman kamera di aula. Kalian harus mengirimkan pesawat messenger ke Akkadia untuk memberi kabar kepada mereka tentang peristiwa yang terjadi di sini," tukas Emma.     

"Oh.. baiklah, Nona..." kata Profesor Amara dengan sigap. Ia lalu berbalik kembali ke aula dan segera berkoordinasi dengan para anak buahnya untuk membereskan kekacauan.     

Setelah melihat bahwa Professor Amara mengerti apa yang harus dilakukan, Emma segera bergerak cepat ke pesawat The Coralia. Ia tiba di pesawat bersamaan dengan Therius. Wajah pemuda itu tampak sangat kesal.     

"Terima kasih atas bantuanmu," kata Therius. "Tapi Heron sangat cepat. Aku kehilangan dia. Mereka segera meninggalkan Daneria dan sekarang menjauh. Berdasarkan ancamannya tadi, kalau kita mau mengejarnya, justru kita yang akan dihancurkan oleh kapal perang yang dibawanya."     

"Ya, aku juga sudah mengetahui itu," kata Emma. Wajahnya dipenuhi kecemasan. Ia belum pernah merasa setegang ini seumur hidupnya.     

"Sebentar," Therius menepuk bahu Emma dan menghentikan langkahnya. Ia lalu memberi tanda kepada dua awak kapal untuk mengambil alih tubuh Mayn dari Emma.     

"Bawa pemberontak ini ke klinik Dokter Salas. Bilang kepadanya, orang ini adalah tawananku. Dia harus disembuhkan, tetapi berikan pengawalan ketat. Jangan sampai dia kabur!"     

"Baik, Tuan." Kedua orang lelaki tinggi besar itu kagum melihat Emma, gadis muda yang terlihat lembut itu ternyata mampu menyeret Mayn dengan begitu mudah. Mereka tidak menyangka Emma begitu kuat.     

Mereka lalu mengambil alih tubuh Mayn dan menggotongnya ke klinik.     

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Emma. "Kita tidak punya banyak waktu."     

"Benar. Kita juga tidak boleh berlama-lama tinggal di Daneria. Bisa-bisa Heron akan menghancurkan seisi pangkalan demi menghancurkan kapal Coralia dan membunuhku."     

Saat itu Emma benar-benar merasa sangat marah kepada Heron karena mencoba membunuh orang-orang yang dekat dengannya. Pada saat yang sama, ia juga merasakan simpati pada Therius.     

Ternyata tidak mudah hidup sebagai pangeran putra mahkota. Bahkan sepupunya sendiri menginginkan kematiannya dan rela membunuh banyak orang untuk menyingkirkan Therius.     

Politik memang sungguh menjijikkan.     

Mereka berdua berjalan cepat melintasi lorong dan menuju ke anjungan untuk berkoordinasi dengan Saul dan Eris.     

"Uhm... ngomong-ngomong, jadi nama aslimu itu... Lich?" tanya Emma sambil menoleh ke samping. Langkahnya sigap menjajari langkah Therius.     

Pemuda itu mengangguk membenarkan, tetapi menolak untuk menjelaskan lebih lanjut. Setelah mereka tiba di anjungan, Therius langsung memanggil Saul dan Eris.     

"Kita harus segera pergi dari sini," kata Therius dengan tegas kepada sang kapten dan wakil kapten. Kedua laki-laki itu sesaat tertegun melihat kehadiran sang pangeran.     

Mereka sama sekali tidak pernah mengira, bahwa sang pemimpin misi mereka benar-benar bukan orang sembarangan. Tadinya mereka mengira Therius adalah anak Jenderal Moria...     

Namun, ternyata, ia adalah pangeran putra mahkota mereka sendiri. Pangeran Licht!     

Saat Therius menatap mereka dengan kening berkerut, barulah Eris dan Saul buru-buru memerintahkan anak buah mereka untuk segera membawa pesawat mereka lepas landas. Mereka tidak boleh membuat pangeran putra mahkota marah...     

"Sebaiknya kita meninggalkan kapal kargo di belakang," kata Therius. "Perintahkan anak buahmu untuk meninggalkan kapal kargo kita di sini. Mereka dapat menyusul kita beberapa hari kemudian setelah situasi aman. Kita akan kesulitan melarikan diri jika membawa muatan. Heron membawa kapal perang untuk mengejar kita. Ia berniat untuk membunuhku."     

Saul dan Eris bertukar pandang. Wajah keduanya dipenuhi ekspresi terkejut. Saul tanpa sadar menahan napas dan segera menyentuh tangan Therius dengan penuh hormat.     

"Yang Mulia... kalau memang Pangeran Heron berencana menghancurkan kapal ini dengan kapal perang, maka nyawa Anda ada dalam bahaya..." Ia menatap Therius dengan sungguh-sungguh. "Yang Mulia harus turun dari The Coralia, biarkan kami yang membawanya mengangkasa dan mengalihkan perhatian mereka. Anda bisa bersembunyi di Daneria atau kapal lainnya. Nanti kalau situasi sudah aman, Anda bisa pulang ke Akkadia."     

Therius tertegun mendengar kata-kata Saul. Ia menatap Sang Kapten kapal dengan pandangan tegas.     

"Aku tidak mungkin membiarkan kalian semua mati demi aku," katanya tegas. "Aku tidak akan pernah meninggalkan orang-orangku."     

Eris ikut menambahkan, "Yang Mulia, kami hanya ingin mengabdi kepada Anda. Kalau sampai terjadi apa-apa kepada calon raja Akkadia, kami tidak akan bisa hidup menanggung malu dan rasa bersalah. Semua keturunan kami juga tidak akan berani lagi tinggal dan hidup di tanah Akkadia. Karena itu, Yang Mulia, kami mohon dengan sangat agar Anda menyelamatkan diri. Pikirkan Raja Casius dan rakyat Anda semua."     

Emma mengerutkan keningnya mendengar kata-kata Saul dan Eris. Saran Saul itu memang cukup masuk akal. Mungkin malah ini adalah satu-satunya cara mereka untuk menyelamatkan diri.     

Kalau mereka buru-buru keluar dari kapal Coralia dan bersembunyi planet Daneria, maka kapal The Coralia akan dapat mengalihkan perhatian Heron dan kapal perangnya. Mereka akan mengira Therius ada di The Coralia dan mencoba untuk melarikan diri, lalu mereka akan memfokuskan serangannya pada kapal ini saja.     

Tapi ini berarti misi bunuh diri bagi awak kapalnya!     

"Apakah kita bisa membawa semua orang keluar dari Coralia secepatnya?" tanya Emma.     

"Kita tidak akan punya waktu," kata Therius sambil menggeleng sedih. "Kita mungkin bisa membawa Xion karena kondisinya tidak separah Haoran. Yang lainnya... tidak bisa."     

Therius mengerti bahwa Emma mengkuatirkan Haoran jika mereka turun dari The Coralia dan bersembunyi di Daneria. Kalau mereka membiarkan Coralia mengangkasa untuk mengalihkan perhatian Heron, berarti para awak kapal Coralia siap untuk mati demi Therius.     

Itu berarti, ketika The Coralia ditembak oleh kapal perang itu, semua orang yang ada di atas kapal akan mati, termasuk Haoran.     

"Kalau Haoran tidak ikut keluar dari kapal ini, maka aku juga tidak akan keluar," kata Emma dengan keras kepala. Ia terus menggeleng-geleng. Bibirnya mengerucut dan matanya berkilauan galak. "Kau tidak akan bisa memaksaku!"     

"Apakah kau tidak ingin bertemu dengan orang tuamu?" tanya Therius sungguh-sungguh. "Apakah kau tidak ingin membalas dendam kepada Heron yang menjadi penyebab kematian Haoran?"     

Emma masih menggeleng-gelengkan kepalanya dengan penuh tekad. Wajahnya terlihat dipenuhi konflik tetapi ia tetap bersikap keras kepala.     

"Aku tidak akan pergi kalau kalian tidak membawa Haoran keluar dari sini!" katanya lagi.     

Therius menatap Emma dalam-dalam. Ia lalu menarik napas panjang dan kemudian menoleh ke arah Saul.     

"Kalau Putri Emma Stardust tidak turun dari pesawat, aku juga tidak akan turun. Jadi sebaiknya kau Lupakan rencana bunuh dirimu itu," katanya kepada Saul.     

Therius menepuk bahu sang Kapten dan menyuruhnya untuk bersiap lepas landas.     

Saul menggeleng-geleng, "Tidak, Yang Mulia. Saya mohon, jangan perintahkan kami untuk menjadi pengkhianat. Kami tidak akan membawa Anda hanya untuk mengantar nyawa Anda. Saya mohon Anda harus turun secepatnya dan mencari perlindungan."     

Ia lalu beralih kepada Emma dan membungkuk dalam-dalam kepada gadis itu.     

"Yang Mulia Tuan Putri, saya mohon Anda jangan dikuasai oleh emosi sesaat. Ada begitu banyak hal yang harus Anda pikirkan. Anda tentu ingin bertemu kembali dengan Jenderal Stardust dan Putri Arreya serta adik laki-laki Anda, bukan?" tanya Saul.     

"Dokter Salas mengatakan bahwa sangat kecil kemungkinannya bagi teman Yang Mulia untuk bisa sembuh. Ia keluar dari kapal atau tidak, tak ada bedanya. Tetapi nyawa Anda.. nyawa Pangeran... masih ada harapan."     

Emma mengigit bibirnya. Ia menolak mendengarkan kata-kata Saul.     

"Aku tidak peduli. Kalau Haoran tinggal di sini, maka aku juga akan tinggal," kata gadis itu. Ia mengepalkan tinjunya ke samping, berusaha menahan agar air matanya tidak mengalir.     

Kalau memang hidupnya harus berakhir di sini, setidaknya Emma dapat mati bersama-sama dengan Haoran.     

Melihat keteguhan hati Emma, Therius menarik napas panjang. Ia juga sebenarnya tidak suka mengorbankan nyawa para awak kapal The Coralia.     

Lagipula... apa gunanya ia selamat sendiri dan pulang ke Akkadia tanpa Emma? Ia hanya akan membuang waktu setahun hidupnya untuk sesuatu yang sia-sia.     

Karena itu, ia lalu bersuara dengan tegas. "Tidak usah bersikap konyol. Kita semua pergi bersama, pulang juga bersama. Aku tidak akan turun dari pesawat."     

Wajah Saul, Eris dan semua awak kapalnya tampak menjadi pucat. Mereka dapat menduga bahwa Therius menolak turun dari kapal karena Emma menolak turun.     

Saul merasa tidak punya pilihan lain. Ia segera berlutut di depan Emma.     

"Yang Mulia, kalau Anda memaksa untuk tinggal disini, Anda hanya mengantar nyawa untuk menemani orang yang sudah mati. Saya mohon Anda pikirkan baik-baik lebih baik. Kami berharap Anda tetap hidup supaya nanti Anda bisa membalaskan kematian kami..." pinta Saul dengan nada memelas.     

"Kumohon, Yang Mulia Tuan Putri..."     

"Kumohon, Yang Mulia Tuan Putri..."     

Eris ikut berlutut di samping Saul dan memohon kepada Ema, diikuti satu persatu awak kapal yang ada di anjungan.     

Mereka semua berlutut di tempat mereka dan mengajukan permohonan yang sama kepada Emma dan Therius agar mau meninggalkan kapal dan menyelamatkan diri.     

"Kumohon, Yang Mulia Tuan Putri..." mohon mereka tak henti-hentinya.     

Emma tertegun melihat pemandangan itu. Sepasang matanya menjadi basah dan air matanya pun tak dapat ditahan lagi segera mengalir begitu deras.     

Ia sadar bahwa Saul benar. Ia tidak boleh egois tidak boleh membiarkan begitu banyak orang mati sia-sia demi dirinya.     

Akhirnya, dengan air mata berderai Emma berlari ke klinik dokter Salas.     

Maafkan aku...     

Situasinya menjadi begitu buruk.     

Maafkan aku...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.