Putri Dari Akkadia: Cinta Setinggi Langit Dan Bintang

Dua Rembulan Di Planet Daneria



Dua Rembulan Di Planet Daneria

Emma benar-benar terkesan pada dirinya sendiri. Ternyata hasil dari latihan kerasnya selama beberapa bulan ini telah mulai terlihat. Tubuhnya tidak lagi selemah dulu.     

Ia menatap Therius dengan pandangan tidak percaya.     

"Itu karena kau telah banyak berlatih selama beberapa bulan terakhir ini. Level energimu sudah jauh di atas dulu, dan kau sekarang jauh lebih kuat dari waktu itu," Therius menjelaskan. "Maka perisai panasku tidak lagi menyakitimu."     

Ia menatap Emma dengan pandangan kagum. Therius benar-benar terlihat seperti guru yang bangga atas pencapaian muridnya. Ia dan Xionlah yang melatih Emma hingga menjadi lebih kuat seperti sekarang.     

Emma mengangguk-angguk. Tetap saja ia merasa kaget karena tadi saat menyentuh bahu Therius, tangannya seolah terbakar oleh api yang sangat panas.     

"Aku ingin tahu apa maksudmu tadi dengan mengatakan 'baiklah'?" tanya Emma lagi, setelah ia berhasil menenangkan diri. "Apakah maksudnya kau bersedia mengalah kepadaku lima tahun lagi?"     

Therius menatap Emma agak lama dan akhirnya mengangguk. "Kau benar. Aku harus memenuhi janji. Karena aku sudah mengatakan bahwa aku akan mengabulkan satu permintaanmu, maka aku akan melakukannya. Lima tahun lagi, aku akan mengalah darimu. Tetapi hanya jika kau memenuhi semua peranmu selama lima tahun ini. Kontrak kita tidak batal."     

Emma tertegun mendengar kata-kata Therius. Apakah ia tidak salah dengar?     

Semudah itu?     

Tadinya Emma mengira Therius akan membantah dan mengucapkan berbagai alasan mengapa ia merasa dicurangi dan kemenangan Emma dianggap tidak sah.     

Namun, Therius sama sekali tidak protes dan ia mengiyakan saja pemintaan Emma, walaupun terlihat bahwa pria itu sebenarnya tidak rela. Apakah Therius sungguh-sungguh? Ia akan mengalah di pertarungan mereka lima tahun lagi?     

Apakah ini artinya... Emma dan Haoran benar-benar akan bebas darinya?     

"Apakah aku bisa mempercayai ucapanmu?" tanya Emma dengan nada menyelidik. Ia menatap Therius dengan pandangan curiga. Ia tidak mau percaya begitu saja.     

Xion mengangkat sebelah alisnya dengan ekspresi sebal mendengar kata-kata gadis itu. "Kau bisa percaya ucapannya. Temanku ini orang yang lurus. Biar aku menjadi saksinya."     

"Baiklah," kata Emma. Ia menghembuskan napas lega. "Aku percaya kepadamu."     

"Yang tidak bisa dipercaya itu justru adalah kau," kecam Xion. "Kau selalu berlaku curang kapan pun kau memperoleh kesempatan. Aku tidak akan mau bertaruh apa pun lagi denganmu."     

Emma menggigit bibirnya. Ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Ahh.. sayang sekali, pertemanannya dengan Therius dan Xion menjadi rusak karena hal ini, padahal mereka masih memiliki waktu 2,5 bulan bersama-sama di kapal.     

"Terserah," kata Emma keras kepala. "Aku tidak peduli apakah kau akan bertaruh lagi denganku atau tidak."     

Emma rela kehilangan persahabatan dengan Therius dan Xion, asalkan masa depannya terjamin.     

Ia merasa dirinya sungguh tidak memiliki pilihan lain. Ia lebih rela mengorbankan pertemanannya dengan kedua pria ini tetapi berhasil menjamin masa depannya dan Haoran, daripada berteman dengan Therius dan Xion, tetapi nasibnya ke depan tetap tidak pasti.     

Ia akan tetap menjalani perannya sesuai perjanjian antara dirinya dan Therius, tetapi setidaknya ia bisa lega karena lima tahun dari sekarang ia pasti akan terbebas dari Therius dan akan bisa pergi meninggalkan Akkadia.     

Semoga ketika saat itu tiba, Haoran telah pulih, dan mereka bisa pulang ke Thaesi bersama-sama dan berkumpul bersama keluarga kandung Emma. Oh, ia tidak sabar memperkenalkan Haoran kepada ayah, ibu, dan adiknya.     

Lalu, seperti yang pernah dijanjikan Haoran kepadanya, Emma dan Haoran akan merayakan pernikahan yang megah, untuk merayakan cinta mereka serta berbagi kebahagiaan bersama orang-orang yang mereka kasihi. Pernikahan mereka di Shanghai terlalu sederhana, dan Haoran merasa Emma pantas mendapatkan lebih.     

Xion tidak berkata apa-apa lagi. Ia menyiapkan kayu bakar dan Therius menyalakan api. Tidak lama kemudian, ikan besar yang ditangkap Emma telah dibersihkan dan ditusuk dengan kayu untuk dibakar di atas api.     

Sementara Xion memasak ikan untuk menjadi makanan mereka, Therius menaruh selimut di tanah lalu duduk di situ.     

Perlahan-lahan matahari Daneria sudah beranjak ke ufuk barat dan tidak lama kemudian senja pun tiba.     

Xion benar saat mengatakan bahwa planet kecil ini memiliki waktu terang selama 20 jam dan waktu gelap selama 20 jam. Ketika ikan bakar mereka telah siap untuk disantap, langit telah menjadi gelap dan pelan-pelan mereka melihat jutaan bintang di angkasa dan dua buah bulan yang berwarna kemerahan menghiasi langit.     

"Tempat ini indah sekali," komentar Emma kepada dirinya sendiri.     

Ia berdiri dan mengamati langit. Ahh, benar-benar surga, pikirnya. Ia tak pernah membayangkan dapat melihat angkasa malam dengan begitu gemerlap seperti di Daneria dan bahkan dua buah bulan sekaligus yang terlihat sangat besar. Rasanya benar-benar seolah tidak nyata!     

Xion memotong daging ikan yang cukup besar dan menaruhnya di atas daun lalu menyerahkannya kepada Emma. "Makanlah dulu. Nanti kau bisa mengagumi langit lagi."     

Emma tertegun melihat sikap Xion. Tadinya ia mengira Xion akan berlaku dingin kepadanya dan tidak mau berbaik-baik lagi, karena merasa dicurangi dalam lomba menangkap ikan tadi.     

Ternyata ia salah. Xion masih memperlakukannya seperti biasa.     

"Kau kenapa tiba-tiba menjadi seperti patung?" tanya Xion keheranan. "Kau harus makan biar nanti tidak kedinginan."     

"Kenapa aku harus takut kedinginan?" tanya Emma.     

"Suhu di sini kalau malam bisa turun sangat drastis," kata Xion menerangkan.     

"Aku bisa menghangatkan tubuhku dengan pyromancy," tukas Emma.     

"Benar, kau bahkan bisa menyalakan api semalaman kalau kau mau. Aku tahu itu," kata Xion. "Tetapi alangkah sayangnya kau mengeluarkan energi untuk hal yang tidak perlu. Kau akan buang-buang energi kalau kau menggunakan pyromancy semalaman."     

"Oh..." Emma mengangguk. "Kau benar juga."     

Ia akhirnya menerima potongan besar ikan bakar itu dari tangan Xion lalu duduk di selimut di samping Therius dan memakan ikannya.     

Dalam hati Emma merasa agak lega. Sepertinya sikap Xion kepadanya tidak berubah. Laki-laki itu tadi hanya menyatakan bahwa ia tidak mau lagi balapan dan taruhan dengan Emma, tetapi ia tidak berubah sikap menjadi ketus atau jahat kepada Emma karena telah merasa dicurangi.     

Emma menoleh ke arah Therius dan mengamati wajah pemuda itu dari samping. Therius tampak serius seperti biasa. Ekspresinya juga tidak berubah. Hanya sebentar saja tadi ia terlihat kecewa dan terluka, tetapi sekarang ia juga sepertinya tidak mengubah sikapnya kepada Emma.     

Ugh... mengapa mereka tidak marah-marah dan merasa dicurangi? pikir Emma bingung. Ia akhirnya makan dalam diam dan berusaha mengalihkan perhatiannya pada dua bulan cantik yang menghiasi langit malam.     

Setelah makan malam kedua selesai, Therius gantian membereskan sisa makanan mereka dan menambah kayu bakar untuk menyalakan api unggun agar tubuh mereka dapat tetap hangat saat malam menjadi semakin larut.     

Emma kembali merasa mengantuk. Ia tadi sempat tidur sebentar, tetapi kegiatan mereka bermain air di sungai dan kemudian berlomba menangkap ikan telah berhasil membuat tubuhnya kelelahan.     

Ah... seharusnya sekarang sudah jam 2 pagi waktu Bumi. Pantas saja ia menjadi sangat mengantuk.     

"Kau bisa tidur di sofa anginmu," kata Therius sambil menunjuk sofa yang tadi disiapkannya untuk Emma. "Xion dan aku akan tidur di tanah dengan selimut."     

Emma menguap lebar beberapa kali dan mengangguk. "Hmm.. kalian benar. Aku mau ganti baju dulu agar tidurku menjadi nyaman."     

Ia berjalan mengambil tas ranselnya di bagasi dan mengambil atasan lalu mengenakannya di atas celana pendeknya. Ia lalu duduk di sofanya dan menyamankan diri. Ah.. rasanya kenyang dan mengantuk. Ia pasti akan tidur dengan sangat pulas.     

"Uhm, sebaiknya kau pakai celana panjang, agar lebih hangat," saran Xion. "Kurasa asistenmu pasti menyiapkan pakaian hangat untukmu."     

"Uhm.. tapi bukankah lebih nyaman tidur dengan celana pendek?" tanya Emma bersikeras.     

"Benar, tetapi suhu di sini akan menjadi sangat dingin dalam waktu beberapa jam saja. Dinginnya seolah membekukan tulang," kata Xion lagi. "Kalau kau keras kepala, setidaknya nanti pakailah selimutmu untuk menghangatkan diri."     

"Xion benar," kata Therius. Ia bangkit dan mengambil sebuah jaket dari bagasi travs dan menyerahkannya kepada Emma. "Kau juga bisa memakai jaket ini. Bahannya khusus dibuat untuk mengatasi dingin seperti di Daneria."     

Emma menerima jaket itu dengan agak ragu, tetapi ia tidak membantah.     

Ah, benar saja... Setelah ia mengenakan jaket itu dan menyelimuti tubuh bagian bawahnya dengan selimut, Emma segera merasa hangat dan ia tidak lagi perlu menggunakan kekuatannya untuk memanaskan diri.     

"Kalian sendiri kenapa tidak memakai jaket atau selimut?" tanya Emma. Ia baru menyadari bahwa kedua pemuda itu masih mengenakan celana pendek mereka dengan santai.     

"Kami sudah terbiasa," kata Xion sambil mengangkat bahu. "Aku tinggal di puncak gunung bersalju, dan Therius sering mengunjungiku saat liburan sekolah."     

Emma mengerutkan kening. Ia tiba-tiba ingat bahwa tadi, saat ia mengganggu Xion dengan sulur tanaman, pemuda itu menciptakan kepingan es tajam untuk memotong tanamannya.     

Apakah... Xion adalah seorang ice mage (pengendali es)?     

Ah.. tentu saja! Bukankah Xion mengatakan dirinya dan Therius sama-sama menguasai tiga elemen? Berarti selain menguasai udara, Xion juga menguasai es.     

Lalu apa elemen ketiganya?     

Emma mengerucutkan bibirnya saat mengingat bahwa Xion berkata ia harus membunuh Emma jika ia memberi tahu gadis itu rahasianya. Dasar.     

"Baiklah.. kalau begitu aku tidur duluan," kata Emma. Ia lalu memejamkan matanya dan menyamankan dirinya untuk tidur di sofa anginnya. Selimutnya ditutupkan hingga ke dada.     

Xion dan Therius sama-sama mengangguk berbarengan.     

Mereka tidak segera tidur. Setelah Emma membungkus dirinya dengan baik dengan selimut dan beristirahat di sofa yang nyaman, ia segera tertidur.     

Therius dan Xion juga mengganti pakaian mereka dengan pakaian yang nyaman dan kemudian membaringkan tubuh mereka di tanah beralaskan selimut.     

Mereka menyaksikan malam berbintang dan berbincang tentang apa yang terjadi tanpa suara.     

'Kau bilang kau akan mengalah darinya lima tahun lagi? Omong kosong apa itu?' Xion memijat keningnya.     

'Aku laki laki. Aku harus menepati kata-kataku.' Therius memejamkan mata dan menanggapi dengan wajah sedih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.