Arrogant Husband

Kebucinan Joseph



Kebucinan Joseph

Joseph saat ini sudah berada di depan rumah Reva. Pria itu ingin berbicara dengannya. Ia berharap, semoga saja Reva bisa meluangkan waktu sebentar.     

Saat hendak mengetuk pintu tersebut, hatinya mendadak gugup bukan main. Tangan Joseph tiba-tiba berkeringat. Pria bertubuh six pack dan berkulit putih itu bahkan sempat mengurungkan niat untuk bertemu dengan Reva.     

"Ketuk tidak, ya?" Joseph berdiri cukup lama di depan pintu.     

Namun, akhirnya ia pun mengetuk pintu tersebut. Berharap bahwa Reva akan senang melihat kedatangannya. Tak berapa lama, terlihatlah seorang wanita tengah berdiri di ambang pintu sambil membukakan lebar. Matanya agak membesar melihat siapa yang datang.     

"Jo?"     

"Hai, Va." Joseph terlihat sangat gugup saat berhadapan seperti ini dengan Reva. Pria itu mencoba untuk menetralkan debaran jantungnya. Namun, sial ... debaran itu makin menggila saat Reva memamerkan senyuman indahnya.     

"Mari masuk, Jo." Reva mempersilakan Joseph untuk masuk ke dalam.     

Ternyata isi rumah Reva masih terlihat sama saja dengan beberapa tahun terakhir. Ia yang paling sering berkunjung ke rumah ini.     

Reva mempersilakan Joseph untuk duduk. Lantas, wanita itu memanggil pelayannya untuk membuatkan minuman. Mereka pun berbincang-bincang ringan. Joseph tak mungkin mengutarakan perasaannya lagi pada Reva karena tak mau membuat wanita itu bad mood.     

Joseph sangat terpesona akan kecantikan Reva yang sampai saat ini masih membuatnya terpukau. Wanita itu bahkan tak ada celah kecacatan. Wajah mulus serta putihnya itu sungguh membuat mata takjub memandang. Ditambah lagi, dua buah gunung kembar itu masih tampak sintal dan sedap untuk dipandang. Membuat Joseph semakin tergila-gila pada Reva. Bahkan bukan hanya dirinya saja yang menyukai wanita itu, mungkin saja banyak pria di luaran sana yang juga sreg dengan wanita yang ada di depannya.     

Joseph ragu untuk mengutarakan maksud kedatangannya ke sini. Ia takut ditolak oleh Reva.     

"Silakan diminum Nyonya, Tuan," ucap sang pelayang yang datang membawakan minuman untuk mereka berdua.     

Reva dan Joseph sama-sama mengucapkan terima kasih. Kemudian, sang pelayan berlalu ke belakang.     

Reva memandang sorot mata Joseph dengan tajam. Entah apa yang dilakukan pria itu di sini.     

"Jo?" panggil Reva.     

"Iya, Va?"     

"Tumben ke sini. Ada apa memangnya?"     

Saat ditanya seperti itu oleh Reva, Joseph malah terdiam, tak berkutik. Seolah tak ada tenaga untuk menyahut ucapan dari wanita berambut cokelat panjang ini. Reva masih menunggu jawaban darinya.     

"Bisakah kau makan malam bersamaku di luar? Hmm, hanya sebentar saja. Itu pun kalau kau mau, Va." Joseph berharap, semoga saja Reva mau menerima permintaannya.     

Terlihat dari mimik wajah Reva yang amat bingung, seolah-olah sedang mempertimbangkan masalah yang cukup serius. Wanita itu lantas tak langsung mengiyakan begitu saja. Karena baginya, permintaan tersebut dilontarkan oleh pria lain. Lain halnya dengan Saga, kalau pria itu yang menawarkannya makan di luar, tanpa pikir panjang lagi dirinya akan menerima ajakan Saga.     

Joseph terlihat gugup sekaligus canggung. Setelah berucap seperti tadi, ia hanya diam membisu. Matanya menatap wajah manis sang pemilik hati yang saat ini berada di depan. Menatap wajahnya saja sudah membuat Joseph bahagia, apalagi bila suatu saat nanti bisa memiliki Reva seutuhnya.     

"Bagaimana Va? Apa kau mau?" Joseph meminta kepastian pada wanita itu.     

Wanita itu memainkan rambutnya sendiri dan masih berpikir. Ia tengah memandangi Joseph yang amat menanti jawaban darinya.     

"Baiklah Jo. Tunggu aku sebentar ya. Aku mau ke atas dulu, ada yang perlu dipersiapkan," ujar Reva.     

Hati Joseph sangat berbunga-bunga sekarang. Ajakannya ternyata diterima oleh Reva. Ia pun tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini.     

"Terima kasih Tuhan, terima kasih. Kau mengabulkan permintaanku yang satu ini." Joseph amat senang sekarang. Tak ada yang mampu membuatnya sebahagia ini melainkan Reva.     

Tak lama, wanita itu pun keluar dengan membawa tas selempang berwarna hitam legam. Reva tengah memakai gaun bernuansa biru malam yang membalut tubuh sintal nan seksinya itu. Saat menuruni anak tangga seperti ini, membuat Joseph terus memandang tanpa berkedip ke arah Reva. Wanita itu sungguh amat cantik dan mampu menggetarkan relung sukmanya.     

'Ya Tuhan, dia sangat cantik sekali. Aku sangat ingin memilikinya. Aku sangat mencintainya lebih dari diriku sendiri.'     

Joseph hanya mampu berucap dalam hati. Ia tak memiliki keberanian sama sekali untuk mengucapkan itu langsung di depan Reva.     

"Jo, ayo ...."     

Kini, Reva sudah bersiap untuk diajak ke luar makan malam bersama dirinya. Joseph pun akhirnya tersadarkan dari lamunan sekejap. Lantas, pria itu mempersilakan Reva untuk jalan lebih dulu di depan.     

"Ladies first," ucap Joseph.     

Reva tersenyum sesaat setelah melihat Joseph merentangkan sebelah tangan, layaknya mempersilakan seorang ratu berjalan lebih dulu.     

"Kau ini ada-ada saja."     

Joseph juga tengah membukakan pintu mobil untuk Reva. Layaknya memperlakukan seorang ratu dengan sangat baik. Wanita itu juga tengah tersenyum padanya, membuat debaran di jantung Joseph meningkat dua kali lipat.     

"Jo, ayo kita berangkat. Sebab, aku tak bisa lama-lama kalau di luar. Aku ingin istirahat setelah ini."     

"Baiklah Va. Aku sangat berterima kasih karena kau telah bersedia untuk makan malam bersamaku."     

"Iya, sama-sama. Permintaan seorang teman yang baik, masa tak aku kabulkan?"     

Mendengar kata teman yang keluar dari mulut Reva, membuat hati Joseph agak sedikit sakit. Bagai ditusuk ribuan jarum yang kecil, memberikan efek sakit yang luar biasa padanya. Joseph hanya bisa tersenyum kecut setelahnya.     

"Iya, Va. Permintaan dari seorang teman tak boleh ditolak kan?" tanya Joseph.     

"Iya, mana mungkin aku menolak keinginanmu, Jo. Kita berteman sudah cukup lama dari dulu, bertiga dengan Saga."     

Reva kemudian terdiam setelah mengucapkan nama Saga. Sedangkan, Joseph mendadak hilang konsentrasi saat menyetir. Dengan terpaksa, ia pun berhenti di pinggir jalan sebentar.     

"Jo, kenapa berhenti? Kita baru saja jalan sebentar."     

"Bisakah kau mengabulkan sebuah permintaan dari seorang teman?" Joseph memandang cukup lekat manik bola mata Reva. Wanita itu lantas mengangguk saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan olehnya.     

"Apa itu, Jo?"     

"Bisakah kau tak menyebut nama Saga lagi saat kita sedang berdua seperti ini?" Saat Reva hendak bersuara untuk menyahut ucapannya, tiba-tiba tangan Joseph refleks menutup mulut wanita itu hingga tak mengeluarkan suara apa pun.     

"Hanya kita saja. Kita." Joseph memperjelas lagi. "Aku dan kau, bukan Saga."     

Joseph bisa merasakan embusan napas yang ke luar dari mulut dan hidung Reva begitu terasa memanas. Perlahan-lahan, ia pun mulai menurunkan tangannya sendiri.     

"Baiklah, kita lupakan saja masalah tadi." Joseph pun akhirnya melanjutkan perjalanan lagi. Sementara Reva masih memandang ke sebelah, menatap pria itu.     

'Terlihat jelas bahwa kau masih mencintaiku, Jo. Kau akan kujadikan alat untuk bisa mendapatkan Saga lagi. Lihat saja nanti.'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.