Jodoh Tak Pernah Salah

127. MARAH PADA DIAN



127. MARAH PADA DIAN

Seorang gadis berlari ketakutan di sebuah mall. Ia merasa trauma di kejar-kejar seorang pria. Ia terus berlari hingga napasnya terasa sesak. Pria itu tak berhenti mengejarnya. Wanita itu trauma. Ia sudah pernah mengalami kejadian seperti ini. Ia dikejar-kejar tiga orang pria bertopeng. Pria itu akan membunuhnya karena ia satu-satunya saksi kunci dalam kecelakaan seorang artis terkenal di Malaysia. Dulunya sang gadis bekerja sebagai asisten sang artis. Ia menghilang ketika sang artis meninggal dunia dalam kecelakaan.     

Gadis itu berlari ke parkiran mall. Tergesa-gesa sang gadis mencari mobilnya. Mendadak ia lupa dimana memarkir mobilnya. Gadis itu adalah Gesa, saksi kunci dari kematian Ananya. Gesa menangis frustasi. Tak mau kejadian tiga tahun yang lalu kembali terulang. Apakah mereka masih mencarinya sampai sekarang dan membunuhnya?     

Gesa tak mau mati konyol. Ia baru menikmati hidup setelah sembuh dari depresi. Ia hampir saja kehilangan nyawa pada malam naas itu. Gesa terpaksa melarikan diri ke Jakarta untuk menghilangkan jejak. Ia tak mau para bandit menemukan keberadaannya. Gesa bahkan tak kembali ke rumah orang tuanya di kota Penang, Malaysia. Sudah tiga tahun juga Gesa tak memberi kabar orang tuanya. Mungkin mereka menganggap Gesa sudah meninggal dunia saat Ananya kecelakan.     

Gesa melihat pria yang mengejarnya semakin dekat.. Terpaksa gadis itu lari lagi agar pria itu tidak bisa menangkapnya. Gesa masuk ke dalam mobil seorang wanita, ketika sang wanita sibuk memasukkan barang belanjaannya ke dalam bagasi.     

Pria yang mengejar Gesa kehilangan jejak. Pria itu menghela napas berat ketika gadis itu menghilang.     

"Kemana Gesa? Apa dia mengira aku pria yang akan membunuhnya? Jika sikap Gesa seperti itu berarti selama ini ada orang yang ingin membunuh gadis itu," ucap pria itu mengambil napas panjang.     

Mobil yang Gesa tumpangi berjalan. Ia keluar dari persembunyiaannya. Perempuan yang sedang mengemudi kaget melihat ada orang asing di jok belakang. Perempuan itu mengerem mobil mendadak. Ia menoleh ke belakang.     

Gesa pun terperanjat melihat wanita si pemilik mobil.     

"Kau."     

"Kau."     

Mereka berdua terdiam dan saling menatap. Sudah lama mereka tidak bertemu.     

"Lo Rere bukan?" Gesa memanggil nama wanita si pemilik mobil.     

Mereka berdua duduk di sebuah kedai kopi kekinian. Mereka duduk saling menatap satu sama lain. Pelayan mengantarkan pesanan mereka.     

"Silakan diminum Gesa." Rere mempersilahkan Gesa untuk meminum kopi.     

Tanpa ragu Gesa menyeruput es kopi susu pesanannya.     

"Bagaimana kabar lo." Gesa basa-basi membuka pembicaraan.     

"Gue?" Rere menunjuk dirinya sendiri.     

"Ya lo."     

"Gue baik-baik saja. Lo gimana? Melihat keadaan lo tadi jangan bilang nyawa lo dalam bahaya lagi?" Rere menebak.     

Raut muka Gesa menjadi masam. Sekali lagi ia akan menjadi korban pembunuhan. Nyawanya kembali terancam. Gesa merasa telah lari jauh ke Indonesia kenapa masih saja diburu?     

"Selama ini lo tinggal di Indonesia? Enggak kembali ke Penang?" Rere kembali bertanya meski Gesa belum menjawab pertanyaannya yang pertama.     

"Gue sudah tinggal disini hampir tiga tahun."     

"Apa tadi lo bersembunyi dari orang yang mencoba membunuh lo?"     

"Iya Re." Wajah Gesa tertekuk. "Sekali lagi lo menyelamatkan nyawa gue. Lo malaikat penolong gue." Gesa menggengam tangan Rere.     

"Jangan bicara seperti itu Gesa. Gue hanya manusia biasa yang diutus Tuhan buat bantu lo. Gue enggak suka lo bilang malaikat."     

"Bagaimana tidak gue anggap lo malaikat. Sudah dua kali lo menolong gue dalam keadaan genting. Pertolongan lo yang pertama hampir saja membuat nyawa lo melayang. Jika enggak ada lo malam itu gue enggak akan selamat. Mungkin gue akan bernasib sama seperti Ananya." Gesa terisak mengingat peristiwa kelam yang tengah menimpanya.     

"Kasus kematian Ananya apa sudah terungkap? Maaf gue enggak mengikuti kasusnya karena gue juga punya masalah."     

"Belum Re. Polisi menutup kasusnya. Penyelidikan polisi Ananya meninggal karena mengemudi dalam kondisi mabuk. Demi Tuhan Re. Gue tahu siapa Ananya. Gue ada di dalam mobil malam itu. Ananya enggak mabuk. Rem mobilnya blong….Ada yang sengaja merusak rem sehingga kecelakaan itu terjadi." Gesa menerawang mengingat peristiwa malam itu.     

Byuar.....     

Mobil yang Ananya kemudikan menabrak jembatan. Mobil itu terbalik. Kepala Ananya terbentur stir mobil hingga mengeluarkan darah. Ananya berusaha keluar dari mobil namun terjepit karena memakai safety belt. Gesa berusaha keluar dari mobil. Ia bisa keluar dengan mudah karena tidak memasang safety belt.     

Gesa berusaha membuka pintu mobil untuk mengeluarkan Ananya. Ia mengerahkan semua kekuatannya untuk membuka pintu.     

"Kakak bertahanlah." Gesa memanggil Ananya.     

"Ja—jaga suami dan anakku," ucap Ananya terbata-bata. Ia menghembuskan napas terakhirnya seraya menggenggam tangan Gesa.     

"Kakak jangan bicara seperti itu. Kita akan selamat." Gesa menangis terisak-isak.     

Tiga orang pria bertopeng turun dari mobil. Gesa merasakan sinyal bahaya. Ia melihat ketiga pria itu. Gesa gadis yang pintar. Ia langsung mengerti kenapa rem mobil mereka tiba-tiba rusak, ternyata di sabotase. Gesa bersembunyi di belakang mobil agar ketiga pria itu tak melihatnya seraya mengamati keadaan.     

"Akhirnya wanita ini mati juga. Dia terlalu sombong. Seharusnya bukan dia yang jadi korban, tapi mau bagaimana lagi. Mana wine?"" Salah seorang penjahat berkata.     

Rekannya memberikan wine, lalu pria itu meminumkannya pada mayat Ananya.     

"Polisi akan mengidentifikasi ia kecelakaan karena mabuk. Perfect."     

Tubuh Gesa berguncang hebat karena mengetahui fakta kecelakaan yang menimpa mereka. Kecelakan ini telah direncanakan. Gesa terlalu takut hingga menimbulkan suara. Gadis itu segera melarikan diri ketika ketiga penjahat menyadari keberadaannya.     

"Kejar dia. Jangan sampai lepas."     

Gesa melarikan diri secepat mungkin agar ketiga pria itu tidak bisa menangkapnya. Gesa tidak akan membiarkan Ananya difitnah. Meski Ananya telah meninggal dunia, ia tak akan membiarkan publik menghujat sang artis karena imagenya selama ini baik.     

"Hai wanita berhenti!" Pekik salah seorang bandit memberikan tembakan peringatan.     

Gesa semakin mempercepat larinya. Ia ketakutan jika suatu ketika pria itu menembaknya. Gesa menyadari ia menghadapi pembunuh bayaran. Meski tubuhnya terluka akibat kecelakaan, Gesa bertekad kuat untuk hidup. Ia tak akan membiarkan nama baik bosnya tercemar. Gesa terjatuh di aspal. Pria itu mendekatinya.     

"Jangan bunuh saya," ucap Gesa menghiba.     

"Kau terlalu banyak tahu." Bos bandit meletakkan pistol di kening Gesa.     

Gadis itu pasrah menemui ajalnya. Gesa menutup matanya menunggu peluru bandit menembus kepalanya. Namun beberapa saat peluru itu tak kunjung menembus kepalanya. Gesa membuka mata. Bandit yang akan menembaknya terluka.     

"Cepat naik motorku kak," ucap Rere mengulurkan bantuan. Rere terpaksa menabrak si bandit untuk menyelamatkan Gesa.     

Tanpa berpikir panjang, Gesa naik ke atas motor Rere. Kedua bandit yang lain menghalangi motor Rere, namun gadis itu nekat dan menabrak kedua bandit hingga jatuh terpental seperti bosnya.     

Gesa menghapus air matanya mengingat kecelakaan yang menewaskan Ananya. Gesa tak pernah lupa dengan jasa Rere.     

Rere menyelamatkannya meski nyawanya sendiri dalam bahaya. Rere juga yang memfasilitasinya untuk kabur ke Indonesia.     

"Gue bersyukur ketemu dengan lo lagi Rere."     

"Gue juga bersyukur ketemu lo. Apa lo sudah sembuh dari depresi?"     

"Berkat bantuan lo dan abang lo. Maaf gue menghilang begitu saja setelah lo dan bang Bara menolong gue."     

"Gue dan abang tahu lo diincar. Lo enggak mau keluarga gue dalam bahaya."     

"Terima kasih atas pengertiannyan Re." Gesa tersenyum menatap Rere.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.