Jodoh Tak Pernah Salah

75. TAMPARAN TIA UNTUK DINO ( 2 )



75. TAMPARAN TIA UNTUK DINO ( 2 )

Dino shock mendengar ucapan yang keluar dari mulut Tia. Wanita itu sangat menakutkan dan tak bisa diremehkan.     

"Jangan bicara omong kosong nona." Dino bersikap biasa saja seolah tak terjadi apa-apa.     

"Aku bukanlag tong kosong nyaring bunyinya." Tia mengambil ponsel dari tas kecil yang ia pasang di pinggangnya. Tia memperlihatkan foto salinan akte kelahiran triplets.     

Dino tercekat. Pria itu tak bisa bicara apa-apa lagi. Ia memandang tajam pada Tia.     

"Apa yang kamu inginkan?" Lirihnya dengan mata sembab.     

"Aku hanya ingin mereka bersatu. Mereka sudah cukup menderita telah berpisah selama tiga tahun. Aku hanya ingin yang terbaik untuk mereka. Shaka, Shakel dan Salsa harus tahu siapa ayah kandung mereka. Meski kamu telah menjadi ayah yang baik bagi mereka, tapi itu tidak cukup. Mereka harus kenal dengan Pak Bara. Pak Bara telah lama menderita."     

"Tapi Bara sudah menikah," balas Dino ketus.     

"Kenapa memangnya?"     

"Berarti mereka sudah tidak di takdirkan bersama."     

"Anda lucu sekali Pak Dino." Tia malah tertawa. Dino merasa heran dengan perubahan sikap Tia. Wanita itu sangat aneh dan tak bisa ditebak.     

"Saya memegang kartu As anda Pak," ucap Tia dengan senyum evil.     

"Apa yang kamu ketahui tentangku?" Dino malah gemetar. Tiba-tiba tubuhnya kaku dan berdiri mematung menatap Tia.     

Tia malah mendekati Dino dan mendekatkan wajahnya pada pria itu. Hanya berjarak beberapa centi. Dino mundur ke belakang, merasa Tia sudah bersikap kurang ajar dan berusaha untuk melecehkannya.     

"Jangan pede luar biasa Pak Dino." Tia mengatur napas. Mau tidak mau ia harus menyampaikan kenyataan ini pada Dino. Lebih baik berkata jujur meski itu menyakitkan. Tia menyampaikan kartu As Dino hingga membuat pria itu lemas.     

Dino tertunduk kaku dan galau. Apa yang disampaikan Tia telah menjungkir balikan dunianya.     

"Apa yang kamu katakan itu benar?" Dino bertanya untuk memastikan ucapan Tia jujur.     

"Bisa lihat mataku Pak?" Tia meminta Dino untuk melihat ke matanya. "Apa ada kebohongan disini?" Suasana menjadi haru kala Tia mengeluarkan air mata.     

"Apa kamu punya bukti?"     

"Tentu saja aku punya bukti. Aku mengetahuinya ketika melakukan penyelidikan tentang anda dan Dila. Setelah anda mengetahui kenyataan ini apakah anda akan tetap jadi penghalang antara Bara dan Dila?"     

"Apa kamu tidak berusaha menipuku?"     

"Aku tidak mungkin menipumu hingga membuat skenario yang mengerikan seperti ini. Aku tidak seburuk itu. Aku mengatakan ini hanya untuk membuat kamu sadar dan memperbaiki apa yang telah rusak."     

Dino dan Tia bicara dari hati ke hati layaknya seorang sahabat lama yang tak lama berjumpa. Semakin lama bicara dengan Tia, Dino semakin yakin apa yang diucapkannya benar adanya. Setelah cukup lama bicara, Dino dan Tia kembali ke ruang pesta. Mereka ikut berpesta seperti yang lainnya.     

Bara dan Dila berdansa dengan canggung. Dila melihat sekeliling mengalihkan pandangan. Ia tak dapat membohongi perasaannya jika cinta pada Bara masih ada. Ia gemetar memandang wajah ayah triplets.     

"Mengapa kamu membuang muka seperti itu?" Tanya Bara kala mereka sedang menari. Bara menggerakkan tubuhnya dan menyenggol bahu Dila.     

"Aku tidak membuang muka," elak Dila tak mau memandang wajah Bara.     

"Apa kamu takut jatuh cinta padaku? Apa wajahku terlalu tampan?" Bara tersenyum evil.     

"Anda terlalu percaya diri Pak Bara," sarkas Dila membohongi perasaannya. Dalam hati ia memuji ketampanan Bara. Pria itu semakin mempesona dalam balutan kurta berwarna kuning.     

"Aku harus pergi." Dila tak nyaman. Bara dengan cepat mencegahnya. Pria itu menarik tangan Dila.     

"Pesta belum usai Dila."     

"Aku tidak ingin ikut pesta lagi."     

Dino mendekati Bara dan Dila dengan perasaan tak karuan. Ada rasa marah, kecewa dan cemburu disana.     

"Bisa kita bicara?" Dino dalam mode jutek bicara pada Bara.     

"Apa yang ingin kamu katakan?" Bara merasa tak perlu bicara dengan Dino.     

"Ikut saja denganku." Titah Dino terdengar mengerikan di telinga Dila.     

"Kamu mau bicara apa No?" Dila gemetar dan ketakutan. Jika Dino bicara dengan nada seperti ini berarti pria itu sedang marah besar.     

"Ini pembicaraan antar laki-laki Dila. Kamu tidak perlu ikut campur." Dino melayangkan tunjuknya pada Dila.     

Bara mengikuti Dino dari belakang. Dalam hati Bara bertanya-tanya apa yang akan dibicarakan Dino padanya. Mereka telah sampai di tempat Dino dan Tia tadi mengobrol. Tanpa sepengetahuan Dino mau pun Bara, Dila mengikuti mereka dari belakang. Perasaan Dila tak enak, merasa akan terjadi sesuatu.     

"Berapa kali aku harus katakan? Jangan pernah mendekati ibu dari anak-anakku." Dino memberi peringatan.     

"Omong kosong apa ini Dino?"     

"Gue enggak bicara omong kosong Bar. Lo udah menginjak harga diri gue sebagai seorang pria."     

"Why?" Bara angkat bahu. Tak mengerti arah pembicaraan Dino.     

"Lo masih pura-pura?"     

"Jelaskan lebih rinci sama gue. Apa kesalahan gue?"     

"Beraninya lo masuk ke dalam kamar istri gue." Dino geram lalu melayangkan bogem mentah ke wajah Bara. Bibir Bara langsung berdarah kala pukulan Dino mengenai sudut bibirnya.     

"Jangan pernah merusak keluarga gue. Anak gue memergoki lo berada di dalam kamar istri gue bahkan dia menyaksikan lo menggoda Dila. Sampai kapan pun gue enggak biarkan lo merusak rumah tangga gue. Kami berlima sudah bahagia dengan kehidupan kami sekarang. Jangan pernah masuk ke dalam hidup kami. Ini peringatan buat lo. Jika lo berani mendekati ibu dari anak-anak gue….."     

"Apa yang akan lo lakukan? Bukan gue yang mendekati Dila, tapi dia yang mendekati gue. Diam-diam Dila mengikuti gue." Bara malah menantang Dino. Ia sakit hati tiba-tiba dipukuli. Bara merasa tak menggoda Dila. Menurutnya Dila yang kegatalan karena memata-matainya selama ini.     

Keduanya baku hantam saling memukul dan menendang. Wajah Dino babak belur seperti wajah Bara.     

"Bara, Dino. Hentikan!" Pekik Dila melerai pertengkaran keduanya. Dila berdiri di tengah-tengah melerai pertengkaran kedua laki-laki itu.     

Dino dan Bara tidak mau mengalah. Mereka mau melayangkan tinju namun Dila menjadi tameng. Untung saja keduanya bisa menghentikannya sebelum tinju mereka mengenai Dila.     

Dila menagis melihat keduanya bertengkar hebat. Dila mengakui kesalahannya. Ia yang memulai kesalahpahaman ini.     

"Please…Jangan bertengkar lagi," pinta Dila seraya terisak tangis.     

Dari jauh Tia dan Daniel jadi penonton. Mereka berdua mengangguk dan tersenyum misteri. Kinanti mau menghampiri Bara, namun dicegah oleh Tia.     

"Anda jangan ikut campur dengan urusan mereka. Anda hanya orang luar," ucap Tia frontal. Kinanti menghentakkan kakinya ke lantai. Ia mati gaya. Tia tidak memberinya kesempatan untuk mendekati Bara.     

"Apa yang terjadi kedepannya Tia?" Daniel kebingungan menatap Tia.     

"Gue enggak tahu Daniel. Gue bukan peramal yang bisa melihat masa depan. Yang jelas ada cinta segitiga disini."     

"Jangan bilang Pak Bara akan jadi pebinor alias perebut bini orang?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.