65. BARA NGAMUK
65. BARA NGAMUK
"Apa yang kamu lakukan?" Geram Bara mengucek mata. Bara merasa kesakitan. Matanya memerah efek kemasukan pasir.
"Kamu pantas mendapatkan semua itu. Berani sekali kamu menghina seorang Kinanti. Penghinaan kamu kali ini membuat aku sadar, tidak perlu menyukai mantan gay seperti kamu. Aldebaran kamu itu pecinta pisang mana mungkin menyukai perempuan." Kinanti balik menghina Bara.
"Apa kau bilang?" Darah Bara menggelegak karena dibilang gay. Reflek Bara mencekik leher Kinanti.
"Berani sekali kamu mengatakan aku gay. Wanita murahan," ucap Bara kejam.
"Lebih baik jadi wanita murahan daripada bengkok. Laki kok suka laki."
"Jaga bicaramu." Bara menghardik Kinanti dengan suara keras.
"Aku tidak asal bicara Aldebaran tapi itu fakta. Kamu itu mantan gay." Teriak Kinanti di telinga Bara. Wanita itu tak punya rasa takut sedikit pun meski Bara bisa saja membunuhnya hingga napasnya terhenti. Kinanti bukannya tidak tahu sepak terjang Bara di masa lalu. Bagaimana pria itu menghabisi rivalnya dan menghancurkan bisnis mereka. Dian selalu berada di garda terdepan untuk membantu Bara.
"Terus saja membual." Bara tak terpancing dengan omong kosong Kinanti.
"Aku tidak membual," ucap Kinanti dengan nada geram. Bara benar-benar memancingnya dan membuat emosinya meledak-ledak.
Bara hanya tertawa sinis mengejek Kinanti. Ia sadar ucapannya sudah terlalu kasar namun ia ingin Kinanti berhenti mendekatinya. Bara tak nyaman jika Kinanti dekat-dekat dengannya. Ia melihat wanita itu seperti wanita yang haus akan kasih sayang dan belaian laki-laki.
"Kau jangan mengejekku seperti ini Bar. Aku akan membuktikan jika kamu itu gay. Sahabatmu Egi. Pria itu adalah mantan kekasih gay kamu. Pria itu bahkan mencoba menghabisi istrimu yang terdahulu. Pria itu juga yang menyebabkan mama kamu meninggal dunia," ucap Kinanti lantang.
Bara tak bisa mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Egi mantan kekasih gay-nya?
Egi penyebab kematian mamanya. Tiba-tiba kepala Bara pusing dan berputar-putar. Melihat ekspresi Kinanti jelas wanita itu tak berbohong dengan apa yang diucapkannya. Bara tak bisa menerima kenyataan. Apa yang diucapkan Kinanti diluar nalarnya. Ini sangat menyakitkan dan menyesakkan.
"Kenapa Bar? Pusing ya?" Kinanti berkacak pinggang. Wanita itu melangkah mendekati Bara.
Bara mundur teratur seraya memegangi kepalanya yang sakit. Ngilu dan nyeri menyergapnya. Kepalanya sangat sakit sampai ia meringis. Bara bahkan terjatuh hingga pakaian basah dihantam ombak.
Kinanti dengan gaya arogan mendekati Bara yang sedang kesakitan.
"Kadang aku enggak habis pikir sama kamu. Hanya kamu cowok yang berani menolak dan menghinaku. Aku tidak akan membiarkan kamu menyakitiku terlalu dalam. Seharusnya kamu bisa bicara baik-baik. Kamu sudah membangkitkan singa tidur. Satu hal lagi yang harus kamu tahu. Istri kamu meninggalkan kamu karena mertuamu malu punya menantu mantan gay. Kamu tahu kalo gay itu terkutuk dan dilaknat. Masih mending aku masih menyukai pria. Aku masih lebih baik daripada kamu. Bar, kamu kotor dan menjijikkan. Mertua mana yang mau punya menantu mantan gay kayak kamu. Sampah masyarakat. Gay itu penyakit dan kotor. Binatang saja tahu mana pasangannya. Jantan dan betina. Mana ada binatang jantan kawin dengan binatang jantan. Kamu manusia punya otak dan pikiran malah kawin dengan sesama jantan."
Bara tak berkutik untuk membalas ucapan pedas Kinanti. Kepalanya semakin ngilu.
Bara memegangi kepalanya dan berteriak lantang pada Kinanti.
"KAU BERBOHONG. PEREMPUAN LAKNAT. BERANI SEKALI KAU MENGARANG CERITA," ucap Bara dengan suara menggelegar.
Kinanti bahkan mundur ketakutan mendengar suara Bara. Ketika marah Bara sangat mengerikan.
Langkah Dila terhenti mendengar teriakan Bara. Ia tahu betul apa suara Bara. Dila mematung di tempatnya berdiri. Mencoba menghapus air mata yang membanjiri pipinya. Dila mencoba membaca situasi. Apa yang terjadi gerangan.
Dila kembali ke tempat Bara dan Kinanti. Ketika sampai disana ia berteriak ketakutan melihat Bara mengamuk seraya mencekik Kinanti.
Napas Kinanti tersengal-sengal. Ia tak bisa bernapas. Perempuan itu mencoba melepaskan cengkraman Bara di lehernya namun kalah kuat. Dila panik tak mau Bara membunuh Kinanti.
"Bara jangan," pekik Dila panik. Bara menoleh padanya sekilas lalu kembali mencekik Kinanti. Tubuh Kinanti bahkan melayang di udara. Sepertinya perempuan itu berada di ambang kematian.
"Aldebaran hentikan!" Teriak Dila seraya memeluk Bara dari belakang. Ia menyandarkan kepalanya di punggung Bara. Dila juga mengelus pundak Bara perlahan-lahan.
"Please.…Jangan bunuh dia Bar. Kamu akan menambah masalah. Ingat sanksi hukum akan menjerat kamu di kemudian hari. Kamu bilang punya istri dan anak. Ingat nasib mereka jika kamu dalam penjara. Apa kamu tidak memikirkan keluargamu?" Dila bicara perlahan-lahan dengan nada lembut. Bara termenung, ucapan Dila bak embun di pagi hari.
Bara melepaskan cengkramannya pada leher Kinanti. Wanita itu jatuh ke bawah. Bajunya basah karena diguyur ombak. Hari masih sangat pagi namun tragedi pembunuhan hampir terjadi.
Kinanti mengambil napas dalam-dalam. Ia tersedak karena tak bisa mengambil napas beberapa saat. Ia ketakutan melihat Bara. Ternyata pria itu sangat mengerikan jika sedang marah.
Kinanti menatap Dila tajam. Dalam hati ia ingin mengucapkan terima kasih karena Dila telah menyelamatkan nyawanya. Namun karena gengsi ia enggan mengucapkannya.
Dila menatap Kinanti lekat. Dengan isyarat gelengan kepala Dila meminta Kinanti pergi dari hadapan Bara. Dila tak mau Bara lepas kontrol lagi jika melihat Kinanti masih di depan matanya.
Kinanti menggigil ketakutan. Rencananya gagal lagi. Kinanti tak menyangka akan mengalami kejadian apes seperti ini. Akibat ucapan pedas Bara, ia kelepasan bicara hingga membongkar masa lalu Bara.
Ucapannya menjadi bumerang. Bara mengamuk dan nyaris membunuhnya. Andai saja Dila tak datang mungkin ia sudah jadi mayat.
"Kenapa kamu menghalangiku?" Bara menatap Dila tajam.
Dila bergidik ngeri. Tatapan Bara seakan memakannya bulat-bulat. Dila menguatkan mentalnya jika semua baik-baik saja. Meski laki-laki itu hilang ingatan namun sifat baiknya tidak akan hilang. Dila sangat mengenal Bara luar dalam. Berharap ia masih bisa mengendalikan Bara seperti dulu.
"Jangan lakukan itu. Ingatlah kita disini untuk memeriahkan acara pernikahan putri Tuan Irfan Khan. Jangan membuat kegaduhan Bar."
"Kamu memanggilku Bar seakan sangat akrab denganku. Kita baru kenal jangan bertindak macam kawan lama," sindir Bara dengan logat Melayu. Bara menganggap Dila orang Malaysia.
"Saya hanya ingatkan awak. Tak elok jika awak buat kerusakan disini. Tuan Irfan akan hate awak. Tuan akan stop berniaga dengan awak. Apa sudah siap awak seperti itu?" Dila ikut-ikutan bicara dengan bahasa Melayu.
Bara terdiam dan tak sanggup membalas kata-kata Dila.
Dila benar, seharusnya ia tak membuat keributan disini. Bara berjalan meninggalkan Dila namun baru beberapa langkah ia jatuh pingsan.
"Bara," pekik Dila mengejar Bara.