54. BUKAN BARA YANG DULU
54. BUKAN BARA YANG DULU
Aku meninggalkan wanita berdada besar itu begitu saja. Aku bisa melihat dia kehilangan kepercayaan diri setelah berdebat denganku. Bukan bermaksud meremehkan wanita itu, namun aku tahu wanita seperti Nona berdada besar itu bukanlah wanita idaman Bara. Aku mengetahui Bara luar dalam karena aku pernah menjadi istrinya. Satu yang mengusik ketenanganku. Kenapa Bara hilang ingatan? Apa yang terjadi padanya? Aku merasa bersalah jika dia hilang ingatan karena aku.
Tak menutup kemungkinan jika Bara mengalami mengalami kecelakaan ketika mencari aku.
Aku tahu dia sangat mencintaiku dan cintanya terlalu dalam untukku. Bukannya aku terlalu percaya diri namun aku bisa merasakan cinta itu meski dia lupa siapa aku. Kami tadi menari dan menjadi pasangan. Kejadian tadi mengingatkanku ketika kami di Perth. Kami jadi pasangan menari tango untuk memeriahkan acara anniversary Tuan Smith. Kala itu kami mendapatkan hadiah liburan di resort mewah milik pria itu. Aku geli sendiri mengingatnya. Aku kabur dari rumah karena mengetahui rahasia besar Bara. Tak terima dengan keadaan jika pria itu seorang gay.
Bara meninggalkan Egi demi aku. Dia meminta aku memberikan kesempatan kedua untuknya. Bara ingin berubah dan menjadi pria yang normal. Entah kenapa waktu itu aku luluh dan memberikan ia kesempatan untuk menjadi suamiku lagi. Aku berjalan dalam keheningan malam. Aku ikuti saja langkah kaki ini. Tanpa aku sadari telah berada di sebuah kolam renang yang menghadap laut. Angin malam sepoi-sepoi menusuk tubuhku. Aku lilitkan selendangku sekali lagi agar tidak lepas.
Semuanya terlalu mendadak untukku. Bisa bertemu dengan Bara di pesta Tuan Irfan. Aku kira hanya halusinasi melihatnya ketika menyeberang jalan. Ternyata Bara benar-benar ada di negara ini. Aku masih kepikiran dengan ucapan Tia. Sekretarisnya itu sangat misterius dan sifatnya hampir mirip dengan Dian. Jelas sekali Tia penerus dari Dian. Anak kecil itu terlihat tangguh seperti Dian. Menjadi benteng bagi Bara seperti Dian.
Aku harus mencari Tia dan meminta jawaban padanya. Kenapa Bara hilang ingatan? Aku tidak bisa tidur sebelum mengetahuinya. Mataku tak berkedip melihat seorang pria berdiri di depan pantai. Apa yang dilakukan pria itu? Aku lihat punggung pria itu. Kegelapan malam membuatku tak bisa melihat wajah pria itu. Bukan karena gelap saja, namun pria itu membelakangiku.
Apa pria itu mau bunuh diri? Aku bergelut dengan pikiranku. Jika pria itu melakukannya, aku tidak akan membiarkannya melakukan itu. Bukankah bunuh diri salah satu dosa yang besar. Aku perlahan-lahan melihat pria itu berjalan ke dalam laut dan menceburkan dirinya di dalam. Aku lihat dia merentangkan tangan. Seolah sudah pasrah jika nyawanya diambil Tuhan.
Aku berlari menyusul pria aneh itu. Aku tidak akan membiarkan pria sinting itu bunuh diri. Apa yang ada dalam otaknya? Dia bisa saja merusak acara pernikahan anak Tuan Irfan jika melakukan bunuh diri. Sampai kapan pun aku tak membiarkannya.
"Jangan lakukan," teriakku menarik baju si pria. Tarikanku begitu kuat sehingga pria itu jatuh terpelanting dan malah tenggelam. Mendadak aku panik. Aku pegangi tangan pria itu agar tidak lepas, namun pegangan tanganku terlepas.
Aku takut pria itu tak bisa berenang. Aku menyelam mencari keberadaan pria itu. Aku merasakan sesosok tubuh. Aku menariknya ke daratan meski pria itu menepis tanganku.
"Kau gila apa?" Kataku ketika kami sudah sampai di darat.
Jleb…..Aku kaget ketika melihat pria itu. Ternyata Bara. Jangan bilang jika Bara ingin bunuh diri karena putus asa.
"Kau berani sekali menarikku?" Bara menggeram kesal menatapku tak bersahabat. Dia bukan Bara yang dulu, bukan suamiku yang dulu.
"Kamu mau bunuh diri Bar," ucapku memberikan penjelasan.
"Siapa yang mau bunuh diri?" Elaknya memutar kepala.
Percikan air dirambutnya mengenai mataku. Mendadak mataku pedih kemasukan air. Mana air asin lagi. Aku mengedipkan mata. Pria itu malah mendekatiku dan meniup mataku agar tak pedih lagi. Jantungku berdebar dengan cepat. Kenapa gugup sekali berdekatan dengannya.
"Jika bukan bunuh diri lalu apa yang kamu lakukan didalam laut? Bersemedi gitu?" Aku malah mencemooh.
"Berhentilah bicara omong kosong," ucapnya dingin. Menatapku tak bersahabat.
Ya Tuhan kenapa aku merasa dihukum dengan hilang ingatannya Bara? Aku tak pernah menyangka akan mendapati sikap dingin dan permusuhan di mata Bara.
"Jika bukan bunuh diri apa namanya?" Aku berkacak pinggang menunggu jawaban dari Bara.
"Aku hanya berendam di air laut. Cuaca sangat dingin. Aku ingin menghangatkan tubuhku," ucapnya terdengar aneh di indera pendengaranku.
"Berendam di air laut karena dingin?" Aku kembali mencemooh Bara dengan pemikiran ajaibnya. "Kenapa tidak berendam dalam bathup saja menggunakan air panas?"
"Bukan urusan anda!"
Jleb….Kata-kata Bara sangat menusuk. 'Bukan urusan anda'. Kata-katanya sangat singkat namun terdengar menyakitkan bagiku.
Aku tidak ingin kamu sakit Bar. Aku tak mau kamu kenapa-napa. Bisikku dalam hati. Tak mungkin aku mengatakan pada Bara. Aku harus sadar diri juga. Bara yang aku kenal bukan seperti ini. Dia sudah berubah. Aku ingin mengembalikan ingatannya agar dia ingat siapa aku dan betapa pentingnya aku dalam hidupnya.
Jangan halu Dila. Aku menasehati diri sendiri. Aku terlalu pede jika Bara masih memiliki rasa untukku.
"Kenapa kamu ada disini?" Tanya Bara menatapku dari atas sampai bawah. Aku sudah biasa dipandangi seperti itu namun kenapa kali ini aku merasa minder.
"Aku ingin menyelamatkan kamu."
"Jangan bilang kamu mengikutiku?" Tatapnya tajam padaku.
"Siapa yang mengikuti kamu. Jangan kepedaan Bar." Aku mengelak. Aku memang tidak mengikutinya. Aku hanya mengikuti langkah kaki hingga membawaku kesini.
"Jangan panggil aku Bar seolah kita akrab. Kita baru bertemu malam ini Nona," ucapnya dingin tak bersahabat.
Jika bukan ayah triple Abadi mungkin aku sudah memukul kepala Bara. Sikapnya sangat menyebalkan dan membuatku naik darah. Sungguh aku tak bisa menahan amarah. Posisiku telah terlempar sebagai ratu dihatinya.
Aku harus tahu diri jika Bara sudah menikah lagi. Bara sudah punya anak dari wanita itu. Aku harus merelakan Bara. Aku yang salah bukan dia. Aku yang meninggalkannya bukan dia. Kenapa aku masih tak bisa terima jika Bara sudah mencintai wanita lain? Tuhan buatlah aku menerima takdir Engkau. Aku tak menyangka takdir akan membuat kami bertemu dengan cara seperti ini. Tanpa aku sadari air mataku keluar tanpa permisi. Kenapa sangat sakit? Sakit mendapati sikap tak ramah dari Bara.
Sebenarnya kami masih suami istri di mata hukum. Aku tak pernah mengurus surat perceraian kami. Aku hanya meninggalkannya begitu saja. Aku saja masih bisa mengurus akta kelahiran triple Abadi. Dalam akte mereka bertiga tertulis sebagai anakku dan Bara.
"Kenapa kamu menangis?" Tegur Bara dingin.
Aku tak bisa menjawab perkataan Bara. Aku tak boleh membiarkan Bara melihatku menangis. Aku tak sanggup menghadapi sikap ketusnya.
"Tunggu," ucap Bara menarik tanganku. Saking kuatnya tarikannya membuat kami terjatuh. Aku terjatuh di tubuhnya. Aku menindih Bara, posisi kami sangat intim.
Aku membuang muka tak kuat melihat Bara. Aku takut melakukan kekhilafan. Takut mencium pria itu begitu saja.
****
Baca juga ceritaku yang lain. Doctor Couple : Pernikahan Sang Dokter Cinta.