Jodoh Tak Pernah Salah

31. BERTEMU KINANTI



31. BERTEMU KINANTI

Bara merunduk menyamakan posisinya dengan Leon. Bocah dua tahun itu menangis tersedu-sedu karena sang ayah akan berangkat ke KL dalam waktu yang lama. Leon sempat tantrum karena ingin ikut bersama Bara. Tangisannya baru terhenti kala Bara merayunya akan mengajak liburan sepulang dari KL. Keluarganya mengantar Bara hingga ke pintu.     

"Apa jangan lama-lama disana. Leon pasti kangen," cebik Leon mengundang iba siapa saja yang melihatnya.     

Bara mengelus kepala Leon lalu menciumnya, "Apa akan pulang cepat ya nak. Kalo kerjaan Apa sudah selesai pasti akan segera pulang."     

"Leon sayang Apa," cebiknya lagi dengan wajah sendu.     

"Apa juga sayang sama Leon. Baik-baik tinggal sama mommy, kakek dan nenek."     

"Leon akan merindukan Apa," ucap Leon masih tertunduk.     

Bara tersenyum lucu melihat kesedihan di wajah Leon. Selama dua tahun terakhir ini Leon menjadi pelipur lara untuknya. Membagi kasih sayangnya sebelum menemukan anaknya.     

"Bar, kamu hati-hati ya disana. Jangan telat makan. Meski kamu sibuk jaga kesehatan dan jangan lupa minum vitamin," kata Ainil, ibu tiri Bara.     

Bara mencium tangan Ainil dengan penuh takzim. Istri baru Herman sangat baik dan menyayanginya dengan tulus. Sifat keibuan Ainil sangat mirip dengan almarhum Ranti, mama Bara. Meski hilang ingatan namun Bara bisa mengingat jelas sosok Ranti. Mama Ranti selalu bertahta dihatinya.     

"Iya bunda. Aku akan ingat pesan bunda. Bunda titip papa."     

"Tenang Bar. Bunda akan mengurus papa kamu dengan baik. Jangan khawatir. Sudah kewajiban bunda untuk menjaga papa kamu."     

"Makasih bunda."     

"Welcome Bar."     

Bara lalu mendekati Herman menyalaminya dan mencium tangan sang ayah.     

"Bar hati-hati disana. Papa harap kamu jaga kesehatan. Papa agak khawatir sebenarnya karena kamu pergi tanpa Dian. Kalo kamu pergi sama Dian papa sih enggak khawatir. Ini pertama kalinya kamu pergi tanpa diawasi Dian."     

"Tenang aja pa. Aku akan menjaga diri dengan baik. Mana mungkin bawa Dian dalam kondisi hamil besar. Bisa ditonjok aku sama Zico." Bara tergelak tawa.     

"Ya udah Bar. Semoga urusan kamu lancar disana dan bisa cepat pulang."     

"Thanks Pa."     

Rere mendekati Bara lalu mencium tangan sang kakak. Meski keduanya hanya saudara tiri namun hubungan mereka dekat layaknya saudara kandung. Bara mengelus kepala Rere.     

"Bang lo jaga kesehatan disana. Dua minggu bukan waktu yang sebentar lo pergi jauh-jauh dari keluarga. Lo jangan marahin Tia kalo dia mengingatkan lo buat makan."     

"Iya. Lo bawel banget sih. Ngapain suruh Tia segala."     

"Gue percaya sama Tia karena dia sahabat gue bang. Lo jangan ngamuk sama Tia kalo dia bawel ingatin lo makan dan ingatin minum obat. Jaga kesehatan pokoknya," ucap Rere menekankan ucapannya.     

"Iya adikku sayang. Terima kasih." Bara mencubit kedua pipi Rere.     

Bara berpamitan dengan keluarganya lalu masuk ke dalam mobil. Hari masih pagi sehingga Bara tak mendapat macet di jalan. Sesampainya di Soetta Tia dan Daniel sudah stand by menunggu Bara. Keduanya sengaja datang lebih cepat karena tak mau sang bos menunggu mereka.     

"Kalian sudah check in?" Tanya Bara ketika berjumpa Daniel dan Tia.     

"Belum bos," jawab keduanya serentak.     

"Jodoh kalian," canda Bara pada keduanya. Menurut Bara mereka berdua sangat cocok menjadi pasangan karena saling melengkapi.     

"Bos bisa saja." Wajah Daniel memerah. Pria itu sebenarnya menyukai Tia namun ia belum berani menyatakan perasaannya.     

Ketiganya lalu check in. Mereka mengantri diperiksa pihak imigrasi. Bara memberikan paspor kepada pihak imigrasi. Setelah pemindaian selesai pihak imigrasi memberi stempel pada paspor Bara.     

Bara lega akhirnya melewati proses panjang pemerikasaan pihak imigrasi. Pria itu beristirahat di ruang tunggu menunggu waktu keberangkatan.     

"Pak ini teh hangat." Tia memberikan secangkir teh untuk Bara.     

"Terima kasih," ucap Bara tulus. Meski seorang bos namun Bara tak malu mengucapkan terima kasih pada anak buahnya.     

"Sama-sama Pak."     

"Kamu sudah tawarin Daniel teh?" Tanya Bara melirik Daniel yang membuang muka. Lagi-lagi Bara menggoda keduanya.     

"Bapak lama-lama kayak mak comblang. Suka sekali menjodohkan saya dengan Daniel. " Tia memprotes seraya meminum tehnya. Tia belum sempat sarapan sama sekali. Ia buru-buru ke bandara ketika Daniel menjemputnya di rumah.     

"Bagus saya comblangin sama Daniel. Dia ganteng kayak Song Jong Ki artis Korea favorit kamu." Bara tergelak tawa.     

"Kok Bapak tahu saya suka Song Jong Ki?" Tanya Tia bersemangat. Tak menyangka jika Pak bos memperhatikannya.     

"Halu kamu sama dengan Rere. Fangirl sejati kalian." Bara meledek seraya tertawa.     

Tia mencebikkan bibirnya. Hatinya mencelos ternyata ada udang dibalik bakwan. Bara hanya meledeknya.     

"Pak bukankah mimpi itu berawal dari halu?" Daniel ikut nimbrung.     

"Kamu halu saja dulu Niel. Halu berani mengatakan cinta pada Tia lalu Tia menerima cinta kamu," balas Bara menohok.     

"...…" Daniel kehabisan kata-kata. Tak tahu mau membalas apa.     

"Hai Bar," sapa wanita centil nan berbaju minim dan ketat menghampiri Bara. Seperti biasa, dada sang wanita seakan memberontak mau keluar dari sarangnya.     

Bara memutar matanya malas dan eneg melihat sang wanita. Meski perempuan itu cantik dan seksi namun Bara tak tertarik melihatnya. Penampilan perempuan itu membuatnya jengah.     

"Kamu mau ke KL juga ya Bar." Kinanti mendekati Bara lalu duduk disampingnya.     

"Ibu Kinan bisa duduk menjauh dari Pak Bara?" Sindir Tia tajam.     

"Siapa kamu beraninya menyuruh saya menjauh dari Bara?" Kinanti menunjukkan kemarahannya.     

"Bos saya tidak nyaman dengan kehadiran Ibu," balas Tia menohok.     

"Masa sih Bar?" Kinanti berbalik menatap Bara seraya menggesekkan dadanya ke tubuh Bara. Belum sempat melakukannya Bara sudah menjauh.     

"Bar kamu kok gitu sih?" Kinanti kecewa dengan sikap Bara. Penolakan pria itu membuat hancur harga dirinya.     

"Kamu seharusnya jaga batasan Kinan. Saya tidak suka didekati seperti itu." Bara menunjuk Kinanti berang.     

"Saya pria yang sudah menikah dan punya anak. Kamu jangan mendekati saya lagi."     

"Gini cara kamu membalas kebaikan aku?" Kinanti marah dan tak bisa memisahkan urusan pribadi dan pekerjaan. Sebelum Bara takluk padanya Kinanti tidak akan berhenti.     

"Jangan menyamakan urusan pribadi dengan bisnis," balas Bara menggeram kesal.     

"Saya sudah bilang sama kamu. Kemarin terakhir kalinya saya berurusan dengan kamu. Setelah itu saya tidak akan mau berbisnis dengan kamu. Saya benci berurusan dengan orang yang tidak profesional seperti kamu. Jangan pernah mendekati saya lagi." Bara memberi peringatan.     

"Kamu jual mahal kayak gini bikin aku penasaran Bar. Aku tidak akan menyerah begitu saja sebelum mendapatkan kamu. Meski aku tahu siapa kamu dulunya," ucap Kinanti dengan nada sumbang.     

'Meski aku tahu siapa kamu dulunya'. Ucapan Kinanti terngiang di telinga Tia. Tak mau perempuan ular itu membongkar tabir masa lalu Bara. Tia dengan berani menarik tangan Bara lalu membawa sang bos menjauh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.