Part 391 ~ Ujian ( 4 )
Part 391 ~ Ujian ( 4 )
Jika dia terang-terangan mengatakan pada sang adik untuk bercerai dari Bara, pasti sang adik tidak akan mau.
Iqbal sangat tahu sifat Dila. Adiknya sangat lembut dan gampang memaafkan orang lain. Iqbal yakin jika Dila sudah luluh dengan Bara. Dulu Dila tidak suka pada Ria bahkan melarang Iqbal menikahi wanita itu. Semenjak Iqbal tahu kebusukan Ria dan memberikan hukuman, sekarang Dila malah bersimpati pada Ria.
Mereka berdua turun dari mobil. Dila langsung berlari menuju kamar mencari Lusi.
Dila berpapasan dengan Ria dan Aina.
"Hai uni," sapa Dila ramah.
"Hai Dila. Apa kabar?" Sapa Ria tak kalah ramah. Senyumannya memudar ketika melihat Iqbal.
"Bunda dan ayah ada di ruang keluarga Dil. Mereka menunggu kamu disana." Iqbal berkata tanpa menoleh pada Ria. Pria itu benar-benar menganggap Ria tak ada.
"Kok ada disana? Bukannya….."
"Kesana aja Dil."
"Aku duluan uni." Dila berpamitan.
Ria tersenyum kecut seraya membawa Aina pergi dari sana. Ria sudah menyerah dengan Iqbal dan juga pernikahannya. Dia tak mengharapkan Iqbal lagi. Ria sangat sakit hati dengan perlakuan suaminya.
Dila berjalan beriringan bersama Iqbal menuju ruang keluarga. Melihat kedatangan Dila, Lusi bangkit lalu memeluk sang anak. Air matanya tumpah tanpa permisi. Lusi merasa gagal menjadi seorang ibu. Tak mengetahui jika sang anak bungsu harus hidup menderita.
"Maafin bunda Dil."
"Bunda kenapa nangis?" Dila kaget melihat reaksi Lusi.
"Kamu duduk dulu Dil." Lusi menarik tangan Dila dan mengajaknya duduk di sofa.
Defri mendekati Dila dan mengelus puncak kepalanya.
"Maafin ayah Dil." Defri bicara dengan mata berkaca-kaca.
"Sebenarnya ada apa ini? Kata uda, bunda sakit. Ini bunda sehat kenapa uda harus bohong sama aku?" Dila mendelik tajam pada sang kakak.
"Uda harus bohong membawa kamu kesini," kata Iqbal berpangku tangan.
"Ayah telepon kamu kenapa nomor kamu enggak aktfi?"
"Tadi rapat makanya Dila matikan handphonenya." Dila merogoh tas untun mengambil handphone. Dila ingin menghidupkan handphonenya. Belum sempat melakukannya Iqbal keburu merampas handphone Dila.
"Uda apa-apaan sih?" Dila geram dengan sikap kasar Iqbal.
"Dil kenapa tidak pernah cerita sama kami? Kenapa kamu simpan sendiri kesedihan kamu?" Lusi mulai bicara.
"Maksud bunda apa?" Perasaan Dila sudah tak enak.
"Kenapa kamu diam soal Bara?" Defri buka suara menyentuh pundak sang anak.
"Ada apa dengan Bara?" Dila masih berpura-pura. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Apakah mereka sudah baca artikel tentang Bara. Artikel itu11 menuliskan suaminya mantan gay?
"Kenapa kamu menyembunyikan hal sebesar ini dari keluarga Dil?" Lusi menangis pilu karena anaknya tidak mau berbagi cerita dengannya.
"Hal apa yang aku sembunyikan dari keluarga? Aku tidak pernah menyembunyikan apa-apa dari ayah, bunda ataupun uda Iqbal."
"Apa dia mengancam kamu hingga tidak mau cerita pada kami?" Defri geram. Giginya bergemeletuk menahan amarah.
"Dia siapa ayah? Apa yang kalian bicarakan?"
"Bara," ucap Iqbal dengan suara bariton.
"Sepertinya Dila tidak mau bercerita pada kita. Dila masih menyembunyikan kebusukan suaminya. Dila karena kamu tidak mau berterus terang, uda akan langsung ke intinya. Kami sudah tahu jika Bara mantan gay."
Dila terhenyak mendengar penuturan Iqbal. Tubuhnya serasa dipanah dengan ratusan anak panah. Ada nyeri dan ngilu menyergapinya. Dila ingat perkataan Defri saat pesta ulang tahunnya. Defri tidak akan menganggap keluarga jika ada anggota keluarganya terjerumus dalam pergaulan LGBT.
"Dil kenapa diam saja nak ketika tahu Bara seorang gay? Kenapa kamu tidak membagi kesakitan kamu dengan kami?" Lusi menangis terisak-isak.
"Dari kecil kami selalu membahagiakan kamu. Kami selalu membuat kamu tersenyum. Tak pernah sedetik pun bunda ingin melihat kamu menangis. Bunda tak rela anak gadis bunda satu-satunya disakiti pria seperti Bara. Rasanya nyesek Dil ketika tahu, hari-hari yang kamu lalui, ketika menikah dengan Bara. Satu tahun bukan waktu yang sebentar. Kamu bisa bertahan dan menanggung beban itu sendiri."
"Bunda jangan menangis. Semuanya tak seperti dugaaan kalian."
"Jangan membela dia. Ayah minta maaf telah memaksa kamu menikah dengan Bara. Ayah terlalu bodoh. Tak menyelidiki Bara terlebih dulu ketika Herman mengajak berbesanan. Keparat itu bukan lagi sahabat ayah. Ayah sudah memutuskan hubungan dengannya, termasuk hubungan besan kami."
"Apa yang ayah katakan?" Dila menatap Defri. Jantungnya berdebar kencang ketika Defri mengatakan sudah memutuskan hubungan persahabatan dan besan mereka.
"Mulai detik ini Herman musuh ayah bukan lagi besan ayah. Sahabat macam apa dia yang tega menjebak putri dari sahabatnya sendiri untuk menikahi anak yang gay. Dia hanya memikirkan egonya sendiri tanpa memikirkan perasaan kamu dan juga perasaan ayah. Disini ayah merasa gagal dan merasa bersalah sama kamu Dila. Ayah yang menjodohkan kamu dan Bara. Ayah menyesal dan sangat menyesal karena telah menikahkan kalian." Sebutir air bening keluar dari pelupuk mata Defri.
"Kami sudah tahu semuanya Dila. Apa yang telah Bara lakukan sama kamu selama ini? Kenapa nak? Diam saja tak bersuara pada kami. Kamu terlalu memikirkan perasaan kami. Takut kami khawatir. Diamnya kamu membuat kami semakin bersalah sama kamu." Lusi memegangi dadanya.
"Uda sudah menyelidiki latar belakang Bara. Uda menyesal dan merasa bersalah sama kamu. Harusnya uda menyelidiki dia dulu sebelum kalian menikah. Ujung-ujungnya kamu yang tersakiti. Uda tahu kenapa kamu tidak berani bicara. Kamu diam karena Bara mengancam kamu kan? Uda juga sudah tahu, pria itu sangat licik dan sangat jahat. Video anggota dewan yang beredar di internet ternyata jebakan dari Bara. Dia menggunakan para wanita untuk membungkam para anggota dewan. Tidak hanya itu, uda juga tahu jika dia pembunuh berdarah dingin. Dia akan menghabisi orang-orang yang menghalangi atau menyinggungnya. Uda juga tahu jika dia menyakiti kamu di malam Sangeet Hari. Uda terlalu bodoh, percaya dengan kebohongan dia. Uda juga tahu kamu kabur ke Perth untuk menghindari Bara. Kamu baru tahu jika dia gay. Uda juga tahu ternyata Egi yang datang ke rumah sakit ketika kamu keguguran mantan kekasihnya Bara. Kenapa kamu masih diam? Kenapa kamu enggak bicara sama uda? Jika kamu bilang sama uda dari awal mungkin uda sudah mengakhiri hubungan kalian sejak lama. Kamu tidak akan tersakiti terlalu dalam."
Dila kelu tak bisa menjawab. Terbongkarnya masa lalu Bara di depan keluarganya menyesakkan dada Dila.
Dila memandang Defri, Lusi dan Iqbal. Mereka menaruh simpati padanya. Merasa bersalah karena telah menikahkan dia dengan Bara. Lusi menangis dengan suara bergetar. Wanita itu amat geram pada Bara.