Part 364 ~ Penyesalan Dian ( 2 )
Part 364 ~ Penyesalan Dian ( 2 )
Teman Jimmy berkutat dengan laptop. Mendeteksi lokasi G terkini. Teman Jimmy menekan enter dan melacak sudah berapa lama G ada di lokasi itu.
"Apo lo temukan keberadaan dia?" Jimmy melihat layar laptop.
"Ketemu," jawab teman Jimmy sumringah.
"Dia ada lokasi ini sejak dua jam yang lalu. Sekarang masih berada disana. Tempat ini merupakan gudang tua yang tidak terurus."
"Dimana lokasi detailnya?" Dian ikut melihat layar laptop.
"Jika sudah dua jam yang lalu berarti dia sedang melakukan penyiksaan pada Zico. Kenapa G berlama-lama di gedung tua itu jika tidak." Pikiran Dian berkelana.
"Tempat itu berada di dekat pantai," lanjut Dian lagi. Dian menepuk pundak Jimmy.
"Kita harus pergi dari sini."
Dian dan Jimmy meluncur ke lokasi G. Mereka berkejaran dengan waktu. Mereka tidak boleh terlambat. Andai mereka terlambat maka nyawa Zico sudah tidak bisa ditolong.
Jantung Dian berdegup kencang. Adrenalinnya terpacu. Dia mengusap wajahnya dengan kasar dan lalu memainkan rambutnya. Tangannya gemetaran dan tak sabar untuk sampai ke lokasi.
Di tengah perjalanan Bara menelpon Jimmy dan menanyakan keberadaan mereka. Bara sebenarnya ingin ikut bersama mereka mencari Zico, namun Dila mengajaknya pergi untuk menghibur Alvin yang sedang bersedih dan terluka.
"Kami curiga jika Zico diculik G. Bule sialan itu pernah bilang ke Dian akan memberi Zico pelajaran karena telah memperkosanya."
"Apa kata lo?" Bara shock.
"Bar gue tutup dulu. Gue lagi nyetir mobil."
"Ok," lirih Bara mematikan sambungan telepon.
"Bisa lebih cepat nggak Jim? Kita harus cepat sampai sebelum G membunuh Zico." Dian gregetan.
"Sabar dikit napa sih lo? Mau kita celaka? Kenapa sekarang lo yang bernafsu banget untuk menemukan Zico?"
"Gue lakuin ini demi Alvin. Itu syarat dari dia. Gue mau menebus kesalahan gue dengan menyelamatkan ayahnya."
Jimmy tersenyum hangat menatap Dian. Sudah lama wajah teduh Dian tak terlihat.
"Thanks sudah menggagalkan rencana gue. Jika tidak mungkin Alvin sudah enggak ngakuin gue sebagai ibunya."
"Gue hanya ingin yang terbaik buat kalian." Jawab Jimmy lirih.
Jimmy menaikkan kecepatan mobilnya. Pria itu merasa khawatir dengan Zico.
Tiga puluh menit di perjalanan mereka sampai di lokasi. Jimmy memarkir mobil agak jauh agar tak menimbulkan kecurigaan orang-orang G.
Keduanya datang menyelinap mencari keberadaan Zico. Mata keduanya membola dengan mulut terbuka. Mereka melihat dari jendela Zico dianiaya. Dian bahkan sampai menutup mata tak kuasa ketika melihat G menarik dan mengoles kejantanan Zico dengan balsem.
"Inikah yang digunakan untuk memperkosa? Burung kakak tua hinggap di jendela."
"Burung kakak tua yang nakal seenaknya saja merobek keperawanan gadis," lirih G dingin menyentil kemaluan Zico. Jeritan, pekikan dan lolongan Zico membuat siapa saja yang mendengarnya iba.
"Jika kau bisa orgasme setelah aku beri balsem maka kau akan aku lepaskan."
"Bagaimana hadiah dariku Zico? Apakah kau suka? Indah sekali bukan kejutan dariku? Kau pasti bahagia." Seringai G mengulas senyum.
"Kau tidak pernah hidup di dalam penjara setelah melakukan kejahatan. Sehari saja aku menganiayamu sepertinya sudah cukup. Ini lebih layak untuk untukmu daripada menderita selama lima belas tahun di dalam penjara. Penganiayaan hari ini tidak sebanding dengan derita para anak buahmu yang kau paksa untuk mengaku sebagai pelaku pemerkosaan. Inilah yang mereka dapatkan di penjara." G mencengkram dagu Zico.
Tak sampai disitu kekejaman G. Bule itu menusuk perut Zico.
Dian menangis pilu tanpa suara. Dian memang benci Zico, tapi apa yang dilakukan G tidaklah pantas. Jiwa kemanusiaannya terpanggil. Dian bangkit seraya mengeluarkan pistol dari pinggangnya namun dicegah Jimmy.
"Kita selamatkan dulu Zico. Jangan gegabah. Gue yakin mereka akan meninggalkan Zico. Setelah mereka pergi kita tolong Zico dan bawa ke rumah sakit. Jika kita serang mereka kita tak punya waktu untuk menyelamatkan Zico." Jimmy mengingatkan dan kembali bersembunyi.
Mereka melihat orang-orang G menarik Zico yang telah pingsan bak binatang. Mereka membawanya ke belakang gudang dan melempar tubuh Zico ke laut.
Setelah G dan orang-orangnya pergi. Dian melompat ke dalam laut. Dian menyelam mencari keberadaan Zico.
Dian melihat Zico terombang-ambing di dasar laut. Tubuhnya kaku. Dinginnya malam tak menyurutkan niat Dian untuk menolong Zico. Dian tersenyum merekah ketika melihat Zico.
Dian mengapung memegang lengan Zico. Dian menyelam berusaha melepaskan ikatan di tangan dan kaki Zico namun tidak berhasil.
"Zico bangun." Dian menepuk pipi Zico tapi tak ada respon.
Dian mengerahkan kekuatannya menarik Zico dari laut. Dian berhasil membopong tubuh Zico ke darat dan membaringkannya. Dian juga melepaskan ikatan di tangan dan kaki pria itu.
Dian meletakkan telunjuknya di hidung Zico. Pria itu tak bernapas. Dian melakukan CPR. Dian pencet hidung Zico sampai tertutup. Dian mengambil nafas normal lalu menutup mulut Zico dengan mulutnya untuk menciptakan ruang yang kedap udara dan kemudian meniupkan dua detik napas buatan.
Usai memberikan napas buatan Dian menekan kedua telapak tangan dengan posisi tumpang tindih di tengah dada, sejajar dengan puting namun tak ada reaksi dari Zico.
"Zico bertahanlah demi Alvin. Dia menunggumu." Dian menangis menepuk pipi Zico.
Dian mengulangi PCR sekali lagi. Zico memuntahkan air laut. Pria itu mulai bernapas walau belum beraturan.
"Bagus. Kau sudah mulai bernapas." Bibir Dian menyunggingkan senyum.
"Bertahanlah demi Alvin. Kau harus hidup jika tidak Alvin tidak akan memaafkan aku." Rengek Dian bak remaja yang baru putus cinta.
Mengetahui Zico terluka parah Jimmy pun menelpon ambulans. Pria itu berencana membereskan G. Jimmy akan menggunakan koneksinya untuk deportasi G dari kota ini. Jimmy tak mengatakan rencananya pada Dian, sengaja agar wanita itu fokus menyelesaikan masalahnya dengan Alvin dan Zico.
Mobil ambulans sampai di lokasi. Petugas medis memberikan pertolongan pertama pada Zico lalu membawanya naik ke atas mobil. Dian ikut dengan ambulans menemani Zico ke rumah sakit.
"Lo aja urus Zico," ucap Jimmy pada Dian.
"Lo kemana?"
"Gue bawa mobil. Enggak mungkin ditinggal."
"Baiklah. Susul gue," pinta Dian dengan tubuh menggigil.
Sirine ambulan memecah keheningan malam. Mobil ambulans melaju dengan cepat. Dalam waktu tiga puluh menit mereka sudah sampai di rumah sakit Harapan Indah. Dokter di UGD kaget dan shock mendapati CEO mereka terluka parah. Dokter segera melakukan tindakan medis untuk menyelamatkan sang CEO.
Dian menelpon Bara untuk memberikan kabar tentang Zico. Dian yakin jika Alvin bersama Bara.
"Bos apakah Alvin disana?" Tanyanya lirih.
"Ada," jawab Bara malas. Bara memberikan smartphonenya pada Alvin.
"Mami berhasil menemukan papimu," ucap Dian bersemangat.