Part 354 ~ Pihak Ketiga
Part 354 ~ Pihak Ketiga
Apakah dia orang-orang dari Zico?
Tidak mungkin! Mereka menduga ada orang lain atau pihak ketiga yang ikut campur dalam urusan mereka.
Andaikan orang-orangnya Zico pasti mereka sudah tahu jika bos mereka diculik dari rumah sakit. Pasti mereka sudah menyelamatkannya sedari tadi. Para preman ini datang setelah mereka menghabisi penabrak mobil mereka. Sepertinya ada orang lain yang ingin menculik Zico juga. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk mengambil Zico.
"Serahkan dia atau kalian mati?" Seru salah seorang preman berbadan kekar memperlihatkan otot-otot mereka.
"Bos bagaimana ini?" Tanya salah seorang penculik pada bos mereka.
"Hanya ada dua pilihan. Kita lawan lalu mati atau kita serahkan Zico lalu selamat."
"Bos lebih baik kita serahkan saja dulu. Atur ulang rencana lagi. Kita akan rebut Zico kembali. Mereka elang hitam. Mereka sadis dan tidak mau dibantah. Kita kalah jumlah bos."
"Aku setuju bos. Jangan pertaruhkan nyawa kita demi uang. Anak dan istri kita menunggu di rumah."
"Siapa Kak orang yang mengirimkan kalian kepada kami? Apa motif kalian menculik Zico dari tangan kami?" Tanya bos penculik.
"Kalau itu tidak perlu tahu motifnya, yang jelas kita punya misi yang sama untuk menghabisi laki-laki ini." Ketua preman menunjuk karung yang berisikan Zico.
"Jika kita punya misi yang sama kenapa tidak kerja sama saja?" Bos penculik memberikan usul.
"Tidak. Bosku ingin bekerja sama dengan bos kalian." Tolaknya tegas.
"Baiklah kalau gitu. Silakan jalian ambil saja dia," ujar bos penculik.
Karung yang berisikan Zico pun berpindah tangan ke mobil para preman. Mereka mengangkat Zico dan meletakkannya dalam truk lalu membawanya pergi.
Para preman itu pergi membelah jalanan. Setelah berkeliling selama tiga puluh menit mereka sampai di tujuan. Mereka menyerahkan Zico pada tim yang lain. Tim itu langsung menyekap Zico. Setelah menyerahkan Zico para preman menerima bayaran yang cukup banyak.
"Terima kasih," kata kepala preman mencium uang yang telah diberikan.
"Sering-sering kasih kami pekerjaan," lanjut kepala preman.
"Tenang saja kami akan memberikan kalian kerja jika dibutuhkan."
Dua orang laki-laki membopong karung yang berisikan Zico. Mereka membawa pria itu masuk ke sebuah gudang tua yang telah lama kosong. Gudang tua adalah gedung bekas penjajahan Belanda yang berbatasan dengan laut. Mereka mengeluarkan Zico dari dalam karung lalu mengikatnya di kursi. Kedua pria itu menyiram Zico dengan air sehingga pria itu pun sadar.
"Siapa kalian?" Teriak Zico lantang memberontak hingga kursi yang diduduki Zico maju ke depan. Zico memperlihatkan seringai iblis. Tak terima diperlakukan seperti ini. Seorang Arzico Aditia berani diculik. Penculiknya cari mati apa.
"Kau tidak perlu tahu siapa kami. Yang jelas kami hanya menjalankan perintah dari bos kami untuk bos kami."
"Siapa yang menculikku? Katakan!" Bentak Zico marah. Tubuhnya telah basah dan bajunya lecek.
"Bukan wewenang kami untuk mengatakan siapa yang menculikmu."
"Mungkin kau tanyakan saja pada bos kami nanti ketika dia sudah datang. Dia yang menyuruh kami untuk menculikmu."
"Kalian mencari masalah karena telah menculikku. Berapa uang yang dia berikan pada kalian? Aku kalian membayar kalian lebih daripada dia dengan syarat lepaskan aku." Zico mengeluarkan jurus pamungkas. Bukankah orang akan silau jika berurusan dengan uang?
"Tidak perlu," ucap salah satu dari mereka. Zico pun menelan kekecewaan. Mencoba menganalisa siapa yang membayar kedua penculiknya.
"Bayaran dari bos kami juga sangat besar. Kami tidak akan mengkhianati dia. Lagian kami tidak percaya padamu. Mulutmu sangat beracun dan aku tidak percaya begitu saja pada pria asing."
"Bajingan kalian." Zico mengucapkan sumpah serapah. Baru kali ini dia gagal bernegosiasi dengan orang, apalagi sekelas penculik kelas teri seperti mereka.
"Kalian cari mati jika berurusan denganku. Kalian bajingan."
"Terserah apa katamu!"
Salah seorang dari mereka menerima telepon. Handphone sengaja di loudspeaker agar Zico bisa mendengar percakapan mereka. Terdengar suara pria terbahak-bahak di ujung telepon.
"Akhirnya kita berhasil menculik dia dari penculik sebenarnya. Kalian pintar sekali," puji pria itu.
"Tentu saja bos. Kami akan lakukan yang terbaik untuk anda."
"Baik aku akan segera datang," ucap pria di seberang telepon.
Sambungan telepon pun terputus.
"Kau sudah dengar bukan? Bos kami akan datang dan kalian akan berkenalan nantinya."
"Cepat katakan apa maksudnya kalian berhasil menculikku dari penculik yang sebenarnya?" Zico ingin penjelasan.
"Kau banyak musuh bung. Tadi ada yang menculikmu tapi bukan tim kami. Kami merebutmu dari dia di tengah perjalanan. Ternyata menyenangkan mendapatkan buruan dari orang lain."
Siapa yang menculikku? Aku tidak punya musuh di kota ini? Ada dua tim yang menculikku. Mereka sama-sama menginginkan aku? Ada apa sebenarnya? Kenapa orang-orangku tidak tahu jika aku telah diculik? Bajingan! Pasti penculik pertama sudah melakukan muslihat sehingga orang-orangku tidak bisa mengawasiku! Zico membatin.
Pria itu berusaha memberontak melepaskan ikatan tangan dan kakinya. Tubuh Zico merasa mati rasa karena terlalu lama di dalam karung dengan posisi tubuh meringkuk. Zico mencoba melenturkan tubuhnya. Membuat tubuhnya lebih enakan.
"Tunggu saja bos kami datang. Lebih baik kau makan dulu," ucap penculik yang bernama Farel.
Farel mendekati Zico lalu menyuapkan makanan dengan sendok.
"Lebih baik isi perut dulu bung sebelum bos kami datang untuk membunuhmu," ejek penculik bernama Arif.
"Aku tidak mau." Tolak Zico mentah-mentah.
Farel menyuapkan Zico secara paksa namun pria itu menolaknya. Akhirnya Zico menyemburkan makanannya pada Farel. Nasi yang telah masuk dalam mulut Zico tersembur mengenai wajah Farel. Pria itu pun naik darah lalu menonjok Zico hingga matanya membiru.
"Bajingan kalian. Dasar pengecut! Jika kalian jantan lawan aku. Kalian sama saja dengan perempuan. Bencong," teriak Zico memancing reaksi penculik. Jika Farel dan Arif terpancing umpatan Zico maka mereka akan melepaskannya. Zico akan memanfaatkannya untuk kabur.
"Gue bukan bencong." Farel tersulut emosi. Melempar makanan Zico ke lantai dan mulai melepaskan tali yang mengikat Zico.
"Berhenti!" Arif mencegah.
"Jangan terpancing emosi Farel. Dia hanya memancing kita lalu setelah itu melakukan tipu muslihat untuk kabur. Orang seperti dia sangat pintar memanipulasi kita. Jangan tertipu."
"Akui saja jika kalian bencong. Ganti celana sama rok kalian." Zico kembali memaki mereka. Semoga kali ini mereka terpancing. Zico sangat berharap keduanya mau diajak berduel.
"Bacot lo." Farel meradang mendengar ucapan dari mulut laknat Zico.
"Pemerkosa kayak lo berani ngomong kayak gitu."
"Apa lo bilang?"