Jodoh Tak Pernah Salah

Part 208 ~ Kejadian Memilukan ( 3 )



Part 208 ~ Kejadian Memilukan ( 3 )

"Jangan lakukan. Juuuhhhhhhh!" Aku menutup dada dengan kedua tanganku.     

"Kamu meludahiku bocah?"     

"Kau yang membuat aku melakukannya," jawabku dengan bibir gemetar.     

"Kamu akan menyesal telah melakukannya padaku," ucapnya garang sembari melepaskan baju dan celana panjangnya. Hanya tinggal celana dalam dan aku melihat ada sesuatu yang bengkak di dalam sana.     

Aku menutup mulutku yang menganga dengan kedua tanganku. Aku shock dan menjauh darinya. Aku kaget dia melepaskan pakaiannya. Aku semakin takut dan panik.     

"Jangan lakukan padanya. Aku mohon," pinta Bara memelas. Dia bahkan menangis dan mengiba pada laki-laki itu.     

Aku tak bisa kabur dari cengkramannya. Dia melepaskan kemejaku hingga menampakkan bra yang aku pakai. Kak Bara sampai menutup mata tak mau melihat tubuhku.     

"Tubuhmu bagus juga bocah," katanya memainkan tangannya di dagu.     

"Kau brengsek. Jangan dekati aku." Aku berteriak histeris.     

Dia mencengkram wajahku dan menatapku seolah memberi tahu jika dia malaikat mautmu. Dia melepaskan celanaku secara paksa dan menelanjangi tubuhku. Aku malu tidak berpakaian dan dilihat oleh dua orang laki-laki. Aku menutup aset pribadiku dengan tangan seadanya.     

"Percuma kau menutupnya bocah," katanya mencibirku.     

Aku memberontak memukulnya namun perlawananku dihadiahi tamparan keras hingga bibirku berdarah. Kepalaku pusing karena tamparan dia sangat kuat. Dia seolah sedang adu jotos dengan laki-laki.     

"Masih mau melawan?"     

"Jangan sentuh aku," aku terisak tangis.     

"Makanya bocah jangan sok jadi pahlawan. Harusnya ketika kami menculik Bara kamu diam saja dan tak berteriak. Jika itu yang kamu lakukan tadi maka aku tak akan berakhir disini. Lain kali lihat tempat jika mau jadi pahlawan," katanya mengelus puncak kepalaku.     

Aku bingung dengan sikapnya. Tadi dia sangat menakutkan tapi kali ini mencoba bicara lebih lembut bak seorang kakak. Dia menyerangku dan menidurkan aku di lantai.     

"Silakan nonton filmnya Bara," ucapnya menatap Bara dengan senyuman manis namun menakutkan. Setelah itu dia mencium bibirku bahkan menggigitnya.     

"Tolong jangan lakukan!" Pekik kak Bara berusaha melepaskan ikatannya.     

"Berisik." Dia membentak kak Bara.     

Pekikan, rintihan dan permohonan kak Bara tidak dihiraukan. Dia mencium bibir dan memaksa memasukkan lidahnya pada mulutku. Aku tahu ini ciuman, ciuman ini aku lihat ketika nonton film Korea. Jika pasangan saling jatuh cinta mereka akan berciuman seperti ini. Tapi...dia bukan cowok yang aku sukai. Aku tidak rela dia mencuri ciuman pertamaku.     

"Kamu masih amatir bocah. Akan aku ajari kamu biar tidak kaku seperti ini." Dia menjambak rambutku. Dia bangkit dan melepaskan celana dalamnya. Aku shock dan nyaris pingsan melihat kejantannya yang telah menjulang tinggi. Aku menutup mataku.     

Plakkkkk! Dia menamparku hingga tangannya berjejak di pipiku.     

"Tidak usah tutup mata bocah. Nanti kamu akan tergila-gila dengan benda ini setelah kamu merasakan nikmatnya."     

"Hikssssssss...hiksssssss. Jangannnnnnnnnn...Jangan lakukan itu."     

"Diam kamu! Ini akan nikmat!"     

Dia mengendus aroma tubuhku. Dia mengisapnya bak kumbang menghisap madu bunga. Aku bagaikan bunga yang sedang dihisap nectarnya. Dia mengecap pundakku, leherku. Dia menjilat dan mengisap tubuhku bak lintah mengisap darah. Aku jijik padanya dan diriku sendiri yang tak bisa melawan perbuatannya.     

"Lepaskan aku...Hikssssss...hiksssss. Aku tidak mau...Jangannnn…."     

"Jangan menangis sayang...Nanti aku akan membuat kamu memekik kenikmatan. Aku akan memakan kamu. Jadi diamlah!" Bentaknya dengan suara parau diliputi nafsu.     

Aku memberontak dengan mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang aku punya. Aku mendorong tubuh laki-laki itu dari tubuhku. Aku bangkit mengambil pakaianku dan mencoba memakainya. Aku berjalan mundur dengan napas tak beraturan karena ketakutan. Tenggorokanku terasa pahit karena shock dengan peristiwa yang aku alami barusan. Aku dan dia bertukaran saliva dan aku membencinya.     

"Larilah Dian lari..." Dengan suara lemah Bara memintaku lari.     

"Kamu suka bermain-main sayang???"     

"Aku tidak suka main-main. Lepaskan kami dan aku akan memaafkan apa yang kau lakukan barusan padaku. Jika kau melepaskan kami, aku tidak akan lapor polisi."     

Plakkkkkk!!!! Sebuah tamparan lagi mendarat di wajahku.     

"Kau memohon padaku atau mengancamku dengan menyebut polisi? Aku kebal dengan hukum dan tak ada yang bisa memenjarakan aku. Aku seorang pengusaha kaya dan uangku akan memberikan kebebasan padaku. Ingat ini Indonesia hukum bisa dibeli jika kau mempunyai banyak uang." Dia mengejek ketidakberdayaanku.     

"Bajingan kau," Pekikku emosi. Bisa-bisanya dia bicara seperti itu padaku. Aku rasa yang di depanku bukan manusia tapi anak iblis.     

Dia mendekati aku selangkah demi selangkah. Sementara aku merasa tubuhku membentuk sesuatu. Aw...aw…punggungku membentur dinding. Aduh sakit sekali. Rasa nyeri menyergapku. Dia tertawa evil menatapku. Aku merasa nasibku sudah berada di ujung tanduk. Dia sedikit lagi ada di depanku.     

Aku bersimpuh padanya, "Aku mohon jangan lakukan padaku. Tolong pakai hati nuranimu."     

Dia hanya diam ketika aku memohon padanya. Aku mendongak meminta jawaban dari matanya. Dia tersenyum dengan manisnya seolah memberikan aku angin segar akan kebebasan. Aku membalas senyumnya. Namun semua hanya kamuflase dia menampilkan wajah setannya padaku. Dia berjongkok padaku dan menjepit daguku untuk menatap wajahnya.     

"Aku tidak punya hati nurani bocah. Hatiku telah mati sejak Sisil meninggal."     

Aku memalingkan wajah kasar, menghindar dari tatapannya yang membunuh.     

"Mari bermain-main sayang. Main desah-desahan," ucapnya vulgar tak mau aku dengar.     

Dia mengusap pipiku lalu sentuhannya turun ke leherku. Aku mencengkram tangannya tak memberikaan dia izin untuk menyentuh tubuhku lebih jauh.     

"Lepaskan tanganmu. Sekarang kau milikku!" Ucapnya mendominasi.     

Aku memukulnya dan mencakar wajahnya hingga berdarah terkena kukuku.     

"Aaaakkkkhhh!���     

Aku menjerit dengan keras ketika tamparan demi tamparan aku dapatkan dan membuat kepalaku pusing. Dia menghimpit tubuhku dengan tubuh besarnya. Dia mematikan pergerakanku.     

"Lepaskan aku."Aku menangis ketika mengatakan. Kurasa air mataku sudah habis karena kebanyakan menangis. Aku menoleh pada kak Bara meminta pertolongan, tapi apa daya kak Bara juga tak punya kekuatan untuk menolongku. Kak Bara juga menjerit pilu sepertiku.     

Aku bisa merasakan deru napas laki-laki itu. Dia menjilati telingaku hingga membuat bulu kudukku merinding. Dia juga menjilati wajah, leher, perut bahkan pahaku.     

"Hentikan! Hiksssss….Tolong aku kak Bara. Tolong aku….."     

"Berteriaklah! Dia tidak akan bisa menolongmu karena dia sendiri juga tak berdaya." Dia tertawa terpingkal-pingkal.     

Dia kembali mengendus tubuhku bak mengendus bunga. Aku benci ini….Aku benci….keadaan ini. Dia akan merenggut masa depanku. Aku pusing tak berdaya menerima perlakuannya. Sekarang tangannya meremas kedua payudaraku bahkan dia menjilatinya bak menjilat es krim.     

Aku semakin terisak menerima perlakuannya. Kak Bara terpaksa menutup matanya tak kuat melihat aku dilecehkan si brengsek ini. Kak Bara menangis pilu, menangisi nasibku yang malang. Aku tahu dia menyesali semua perbuatannya. Andai dia tidak terlalu iseng mungkin aku tak akan berakhir seperti ini.     

"Akkhhhhhhhh sakit," pekikku ketika dia menggigit p*ti*g payudaraku. Ngilu dan perih. Aku rasa p*ti*gku terluka dan berdarah karena gigitannya sangat kuat.     

"Henti...an…..Aaaaakhhhhh."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.