Jodoh Tak Pernah Salah

Part 200 ~ Obrolan Fatih dan Dian



Part 200 ~ Obrolan Fatih dan Dian

Fatih dan Dian jalan bersamaan menuju ruang perawatan Dila. Dian menenteng jus pesanan Ranti.     

"Kamu luar biasa ya Dian. Langka menemukan wanita setangguh kamu," kata Fatih sembari berjalan.     

"Sama ma kamu kak. Langka dan patut dilestarikan. Hahhhahha." Dian tertawa receh.     

"Memangnya aku makhluk purbakala?"     

"Anggap saja begitu." Tawa Dian mengolok Fatih. "Rencananya apa kak ketika kembali ke Padang?"     

"Paling ngajar disana."     

"Enggak rugi gitu? Bagusnya di Jakarta kak. Kariernya lebih berkembang daripada di Padang?"     

"Jauh-jauh kuliah di Cairo trus setelah tamat kuliah masa enggak mau majukan pendidikan di kota kelahiran sendiri? Ilmu adalah amalan jariyah yang tidak akan pernah putus Dian. Ketika kita meninggal hanya ada tiga amalan yang tidak pernah putus ketika kita meninggal. Pertama Shadaqah jariyah artinya sedekah yang kita keluarkan. Kedua ilmu yang bermanfaat. Ilmu ini tidak akan putus ketika kita ajarkan pada orang lain. Orang lain pun akan mengajarkan pada orang lain. Prinsip ilmu, ketika kita ajarkan pada orang lain maka ilmu kita semakin bertambah. Ketiga doa anak shaleh dan shalehah yang senantiasa mendoakan orang tuanya."     

"Berasa dengar ceramah UAS ini," celetuk Dian terkikik.     

"Nah mulai lagi dech. Kalo gitu mah males ah ngomong sama kamu. Giliran kasih pencerahan malah di cemooh."     

"Jiah Pak ustad baperan," balas Dian lagi.     

"Nah panggil Pak ustad lagi."     

"Bukannya lulusan Cairo rata-rata jadi ustad gitu kayak UAS dan UAH?"     

"Enggak semua juga. Ngomong-ngomong Dila kapan sadar?"     

"Kata dokter sampai biusnya habis. Kenapa tanya kak? Mau cipika cipiki sama Dila ya." Tembak Dian tanpa filter.     

"Astagfirullah. Ya enggaklah. Bukan muhrim juga. Lagian dia adek aku dan dia udah punya suami."     

"Adek dapat gede ya kak."     

"Kamu bisa aja. Kalo ucapan kamu di masukin hati lama-lama aku tensi tinggi."     

"Jangan sampai tensinya tinggi kak. Selama bergaul sama Dila gitu enggak pernah ada perasaan gitu sama dia?" Dian memancing reaksi Fatih. Mau melihat sejauh mana ketegaran Fatih menghadapi kasih tak sampainya dengan Dila.     

Fatih bungkam tak menjawab pertanyaan Dian. Soal perasaan, sampai kini perasaannya masih ada untuk Dila. Walau Fatih berusaha merelakan tapi belum juga bisa move on. Cinta Dila mengakar dalam hatinya.     

"Dan kamu selama lima belas tahun ikut Bara apa tidak punya perasaan dan cinlok?" Fatih bertanya balik dengan emosional.     

"Mau jawaban jujur apa bohong?" Dian balik menantang Fatih seraya tersenyum manis. Ia berhenti sejenak dan duduk di kursi sekitaran lorong rumah sakit.     

"Tentu aku ingin kamu bicara jujur."     

"Aku memang menyukai Bara, tapi sayangnya dia bukan jodohku." Balas Dian seolah menampar Fatih.     

Fatih merasa takjub dengan keberanian Dian mengatakan perasaannya pada Bara. Baru kali ini Fatih ketemu cewek yang terang-terangan seperti Dian.     

"Kakak kaget dengan kejujuran aku?"     

"Sangat kaget. Apa Dila tahu jika kamu menyukai suaminya?"     

"Tahu, tapi Dila tak cemburu karena dia tahu bos hanya mencintainya," jawab Dian mengompori. Saat seperti ini momen yang bagus untuk memuji Bara biar Fatih semakin ciut.     

"Kamu tidak patah hati?"     

"Patah hati, tentulah kak. Cuma aku ingat kata-kata imam Syafi'i dalam buku yang aku baca. Beliau mengatakan bahwa penyebab patah hati ialah karena kita terlalu berharap kepada seseorang atau sesuatu selain Allah SWT. Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan ke atas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya. Jadi aku tak terlalu mengharapkan Bara sehingga aku cepat move on."     

Fatih menepuk dadanya merasa tertohok dengan ucapan Dian. Wanita seperti Dian saja bisa move on kenapa laki-laki saleh seperti dia masih mengharapkan istri orang? Ya Tuhan betapa rendah imannya.     

Dian tersenyum evil melihat reaksi Fatih. Ada untungnya dia ikut kajian dan baca-baca buka islam yang dibeli Bara. Ternyata apa yang ia baca bisa memukul balik Fatih. Harapannya semoga mata hati Fatih terbuka dan tak mengharapkan cinta Dila lagi. Bara dan Dila harus tetap bersatu apa pun yang terjadi karena jika mereka pisah, takutnya Bara kembali terjerumus dalam dunia LGBT.     

"Aku berprasangka baik pada Tuhan kak. Sebab, dengan berprasangka baik kepada Allah akan mendorong kita untuk ikhlas menerima kenyataan yang terjadi. Karena apa yang baik menurut kita, belum tentu baik menurut Allah. Aku ingat firman Allah yang artinya Boleh jadi Kamu membenci sesuatu, padahal Ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) Kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan Kamu tidak mengetahui. Aku lupa surat apa itu."     

"Surat Al-Baqarah ayat 216," sambung Fatih. Ia semakin kagum dengan Dian. Bisa jadi penampilan Dian tak mencerminkan seorang muslimah yang taat tapi pengetahuannya luar biasa. Fatih tak bisa menganggap remeh Dian.     

"Ya benar. Walau pun aku agak slengekan dan badas kata orang, soal ilmu agama aku lumayanlah kak." Kata Dian memuji dirinya sendiri.     

"Akan lebih bagus lagi jika kamu berhijab dan kamu semakin sempurna sebagai muslimah."     

"Doakan ya kak aku dapat hidayah buat berhijab, tapi jangan naksir ya kak." Kata Dian kepedean.     

"Jangan tunggu hidayah Dian. Seorang muslimah di wajibkan menutup auratnya. Agama memerintahkan kita buat menutup aurat. Bagi wanita menggunakan hijab sampai menutupi dada. Kamu narsis banget ya kalo aku bisa naksir kamu kalo berhijab."     

"Mana tahu kak. Bisa saja Tuhan membolak-balikkan hati kakak," cerocosnya lagi tanpa beban. "Sekarang belum bisa kak berhijab. Tunggu hati aku siap dulu."     

"Kalo tunggu hati siap tidak akan siap Dian," balas Fatih.     

Perhatian Dian teralihkan ketika melihat Egi duduk di kursi roda. Ada Clara mendorong kursi rodanya. Sepertinya mereka sedang berjalan-jalan mungkin Egi bosan seharian di kamar.     

"Wow ketemu disini," cerocos Egi menatap Dian sinis.     

"Wow ada Egi, apa kabar?" tanya Dian tanpa rasa bersalah dan bersikap sok ramah.     

"Hai Clara." Sapa Dian melambaikan tangan.     

"Setelah lo liat gue bonyok kayak gini masih bersikap sok manis. Gue begini karena lo nyai badas," maki Egi merungut kesal. Jika kondisinya sudah pulih Egi ingin membalas perbuatan Dian. Karena Dian dia harus dirawat dalam waktu yang lama. Egi sudah bosan di rumah sakit. Dia seperti berada di penjara dan sampai sekarang dia belum bisa berjalan normal dan masih butuh bantuan kursi roda.     

"Makin hari makin akrab saja Clara. Bagaimana perkembangan lo sama Egi?" Tanya Dian menatap Clara.     

"Ya gini-gini aja," jawab Clara tak bersemangat. Egi masih saja menolak kehadirannya, padahal ia sangat tulus mencintai sang gay.     

"Lo pacar Dian?" Tanya Egi menatap Fatih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.