Jodoh Tak Pernah Salah

Part 201 ~ Kekesalan Egi



Part 201 ~ Kekesalan Egi

"Makin hari makin akrab saja Clara. Bagaimana perkembangan lo sama Egi?" Tanya Dian menatap Clara.     

"Ya gini-gini aja," jawab Clara tak bersemangat. Egi masih saja menolak kehadirannya, padahal ia sangat tulus mencintai sang gay.     

"Lo pacar Dian?" Tanya Egi menatap Fatih.     

"Kamu nanya aku?" Fatih menunjuk dirinya sendiri.     

"Iya lo siapa lagi?" Kata Egi ketus. "Kalo lo pacarnya nyai badas mending lo putusin dia. Asal lo tahu dia yang bikin gue kayak gini. Dia patahin kaki dan tangan gue."     

"Apa?" Fatih shock mendengar cerita Egi.     

"Suasana panas kayaknya. Mending gue pergi dari sini. Clara nanti gue hubungi lo," kata Dian beranjak pergi di ikuti Fatih.     

"Nyai badas gue belum selesai maki-maki lo," kata Egi berteriak lantang. Egi bak orang kesurupan memanggil Dian.     

"Egi udah malu diliatin orang," kata Clara mengingatkan. "Kalo lo masih ngamuk kayak banteng gue bawa lagi lo ke kamar."     

"Mentang-mentang gue enggak berdaya lo ancam gue seenaknya?"     

"Gue enggak ngancam lo. Untung gue cinta sama lo kalo enggak gue patahin lagi kaki lo kayak Dian matahin." Balas Clara menohok membawa Egi ke taman yang kebetulan ada danau buatan.     

"Gue enggak pernah mengharapkan cinta lo. Lo tahu gue cuma cinta sama Bara." Nada Egi terdengar tak terima. Sakit yang kemaren belum sembuh masa Clara sudah mau patahkan kaki dan tangannya. Kadang Egi merasa sial di kelilingi wanita-wanita jahara macam Clara dan Dian. Namanya saja yang perempuan tapi soal kekejaman mereka bisa lebih kejam dari pada iblis.     

"Bara lagi Bara lagi." Clara memutarkan matanya malas. "Lama-lama Bara keselek karena selalu lo sebut."     

"Lo tahu jika gue hanya cinta sama dia." Egi bersikeras dengan perasaannya.     

"Lo harus tahu jika Bara sudah belajar buat kembali straight. Seharusnya lo harus belajar juga straight kayak dia Gi."     

"Gue enggak bisa dan enggak bisa berhubungan dengan wanita," balasnya ketus.     

"Hubungan intim yang kita lakukan selama ini apa artinya?"     

"Gue dibawah pengaruh obat dan cuma memuaskan lo."     

Clara menyentuh pipi Egi dengan penuh kasih sayang. Entah kenapa penolakan demi penolakan Egi tak mampu menggoyahkan hatinya. Bagaimana pun sikap Egi padanya, Clara tetap teguh mempertahankan cintanya. Harapannya Egi akan terbuka hatinya dan mau sembuh dari pergaulan LGBT. Tidak jatuh cinta pada orang yang salah.     

"Gi. Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan. Tuhan tak pernah menjodohkan adam dengan adam. Pasangan adam adalah hawa. Jadi lo harus melupakan hubungan lo dengan Bara. Semua sudah berakhir Gi. Bara sudah bahagia dengan pernikahannya. Dia sudah straight."     

"Peduli setan dengan pernikahan Bara. Yang jelas dia sama gue saling mencintai. Bara tidak akan bisa melupakan gue begitu saja. Kami sudah lebih lima tahun bersama sementara wanita itu hanya hitungan bulan bersama dia. Tidak mungkin dalam waktu singkat dia bisa melupakan gue."     

"Lo terlalu pede Gi. Bara sudah mendapatkan hidayah melalui istrinya."     

"Jangan kayak mamah Dedeh," balas Egi menohok. Bagaimana pun Clara menggoyahkan perasaannya tetap di hatinya hanya Bara.     

"Lo jangan mengharapkan cinta gue sampai kapan pun ue enggak pernah mencintai lo."     

"Jangan takabur Gi. Bara saja bisa berubah dan lo juga bisa berubah."     

"Tidak akan. Gue hanya cinta Bara dan akan sehidup semati sama dia."     

"Egi tidak ada percintaan LGBT berakhir dengan bahagia. Mereka akan berakhir mengenaskan. Cinta kalian hanya cinta semu."     

"Berisik lo," ujar Egi mengorek kupingnya. Ia sudah lelah mendengarkan ceramah Clara. Sampai kapan pun dia tidak akan pernah mencintai wanita. Ia hanya tertarik pada Bara.     

Sifat barbar Clara muncul dengan kesal dia menempeleng kepala Egi bahkan menabok kepala Egi.     

"Sakit kampret," maki Egi kasar.     

"Ini belum berapa dengan sakit yang lo rasakan jika lo masih gay. Lo akan mati dalam kekecewaan. Enggak ada percintaan LGBT berakhir bahagia. Jika Bara bisa survive kenapa lo enggak?"     

"Lama-lama lo semakin nyebelin."     

"Biarin, asal lo straight."     

"Cinta tidak bisa dipaksa Ra."     

"Itu lo tahu. Cinta sesama gay enggak bisa dipaksakan," balas Clara meng-skakmat Egi.     

"Lo enggak bisa paksakan cinta sama lo. Dia udah jatuh cinta sama Dila. Mereka sudah berkomitmen membina rumah tangga."     

"Lo kok jadi belain Bara sich bukannya lo benci sama dia? Bahkan lo bantu gue bongkar identitas Bara sama Dila bahkan lo mau mereka cerai."     

"Kemaren iya, sekarang enggak lagi. Gue udah damai sama dia."     

"Pasti lo sekongkol sama Dila buat singkirkan gue. Bagaimana pun usaha lo nasehatin gue buat lupain Bara enggak bakal mempan. Kami saling cinta."     

"Lo kepedean. Bara enggak cinta lagi sama lo. Dia udah mulai normal buktinya dia menghamili Dila," ucap Clara memanasi.     

"Apa?" Egi shock. Wajahnya berubah gelap. Mendung menyelimuti hatinya. Membayangkan Bara berhubungan intim dengan Dila membuatnya sakit hati.     

"Masih pede Bara masih cinta sama lo. Cinta LGBT itu cinta semu dan sia-sia. Pernah enggak gay sesama gay punya anak secara alamiah? Jika lo bisa punya anak sama pasangan gay lo, baru gue nyerah mendapatkan cinta lo."     

"Lo gila. Mana bisa."     

"Itu lo tahu. Kenapa masih keukeh untuk saling mencinta? Tuhan menciptakan semuanya berpasang-pasangan."     

Dian tiba-tiba datang. Setelah mengantarkan jus untuk Ranti ia berpamitan. Dian terpaksa menahan diri ketika bersama Fatih, tak mau rahasia Bara seorang gay terbongkar. Dian menjitak kepala Egi dengan kuat. Egi memekik kesakitan. Ia kaget melihat kedatangan Dian seperti jelangkung, datang tak di jemput pulang tak diantar.     

"Dasar bencong," maki Dian     

"Nyai badas sialan." Egi balas memaki Dian. "Kenapa lo kesini?"     

"Bukannya lo mau memaki gue? Ini gue udah disini. Silakan maki gue dan gue siap mendengarkannya."     

Egi naik darah melihat ekspresi Dian tak merasa bersalah telah melukainya dan bersikap tak pernah terjadi apa-apa. Wanita macam apa Dian? Biasanya wanita penuh kelembutan dan perasaannya halus namun tidak dengan Dian. Sebagai wanita Dian terlalu angkuh dan kejam. Clara dan Dian dua wanita yang berbahaya untuknya.     

"Kenapa lo diam? Bukannya mau maki gue. Apa lo takut jika gue merobek mulut lemes lo?" Kata Dian bertanya sekaligus memberi ancaman.     

Egi mengumpulkan keberanian. Ia tahu tidak akan menang jika beradu fisik dengan Dian. Egi tahu jika Dian mengikuti pelatihan militer dan pernah sekolah khusus inteligen. Tentu kemampuannya tak sebanding dengan Dian.     

"Ayo maki gue. Udah siap dengar nich. Kenapa mendadak bisu?"     

"Dasar perempuan laknat, jahara, kampret, ga punya hati, kejam, enggak punya otak. Enggak tahu diri," ujar Egi melepaskan uneg-uneg di hatinya.     

"Oh cuma gitu aja? Gue kirain isi kebun binatang akan lo absen semua," sarkasnya menyindir Egi.     

Dian menoleh pada Clara, entah kenapa permusuhan mereka berubah menjadi sebuah persahabatan. Clara memandang Dian dengan hangat, seolah mengulurkan tangan untuk persahabatan mereka. Sejak kejadian penculikan Dila sudut pandang Dian berubah tentang Clara.     

"Clara terima kasih buat bantuannya," ucap Dian tulus mengucapkan terima kasih karena Clara telah membantunya memberi tahu keberadaan Dila.     

"Wowww sejak kapan kalian akrab?" Sindir Egi menatap sinis.     

"Lo enggak tanya sama Clara kemana Samir? Kenapa dia menghilang?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.