Jodoh Tak Pernah Salah

BaraDila 8



BaraDila 8

Bara mengisap rokoknya dalam-dalam. Ia duduk di gazebo yang ada di pekarangan rumah. Keluarga Naura kaya, tidak heran memiliki rumah semewah ini. Bara merokok sejak ditinggal Dila. Hanya rokok menjadi teman sepinya. Bara sudah berjanji berhenti merokok pada Dila namun masih sulit. Ia sudah mulai mengurangi jumlah rokok yang dihisap setiap hari. Menghentikan langsung tentu saja tidak bisa. Seorang perokok aktif pasti mengerti apa yang Bara rasakan.     

Bara tersenyum lega melihat tawa Dila dan Naura. Keduanya melepas rindu setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Bara sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk membahagiakan sang istri. Pria itu tahu jika Naura salah satu kebahagiaan sang istri. Naura tak sekedar ipar bagi Dila. Wanita itu sudah menganggap Naura seperti kakaknya sendiri. Bara juga berjanji akan mempersatukan keluarga mereka yang telah hancur karena masa lalunya. Defri dan Iqbal orang terpenting dalam hidup istrinya. Menghancurkan Defri maupun Iqbal berarti sama saja menghancurkan Dila.     

"Ngapain lo disini?" Seorang pria kaget melihat Bara ada di rumah Naura.     

Bara mengangkat alis karena tidak kenal dengan pria yang sedang menyapanya. Cambang dan kumis lebat membuat Bara tak mengenali wajah sang pria.     

"Siapa ya?" Bara memicingkan mata.     

"Lo lupa sama gue?"     

"Sorry jika gue lupa." Bara bersikap cuek seraya menghisap rokoknya dalam-dalam.     

"Ngapain lo di rumah Naura?" Pria itu kembali bertanya.     

"Suka-suka gue. Bukan urusan lo," jawab Bara ketus.     

"Gini sikap lo sama kakak ipar?" Si pria kelihatan emosi.     

"Lo Iqbal?" Bara malah kaget. Tak menyangka pria yang di depannya adalah Iqbal, salah satu orang yang merusak pernikahannya. Penampilan Iqbal tak terawat, terlihat seperti gembel meski pakaian yang ia kenakan merupakan brand terkenal.     

"Iya, Siapa lagi."     

"Menyedihkan sekali lo sekarang." Bara tersenyum mencela sang ipar.     

"Kurang ajar banget lo." Iqbal meradang karena Bara menghinanya.     

"Dulu punya dua istri sekalinya ga punya lo kayak gelandangan. Gimana rasanya hidup tanpa istri?" Bara berkacak pinggang.     

"Lo senang liat gue menderita?"     

"Karma is real. Lo merasakan apa yang dulu gue rasakan." Bara tersenyum miris. Tanpa perlu membalas dendam tangan Tuhan sudah bekerja untuk menghukum kejahatan Iqbal di masa lalu.     

"Bajingan lo." Iqbal ingin memukul Bara tapi tangannya ditepis. Bara bahkan memelintir tangan pria itu ke belakang punggungnya. "Jauhkan tangan kotor lo dari tubuh gue. Menjijikkan. Hidup lo hancur sekarang Bal?" Bara melepaskan Iqbal hingga membuat pria itu hampir jatuh.     

"Bajingan lo Aldebaran."     

"Lo yang bajingan karena sudah merusak rumah tangga gue. Empat tahun gue harus menanggung penderitaan karena kalian. Gue bahkan tidak disamping Dila ketika dia hamil dan melahirkan ketiga anak gue."     

"Apa maksud lo?"     

"Dila hamil ketika lo ancam untuk meninggalkan gue. Dia hamil anak kembar tiga. Karena keegoisan kalian. Demi nama baik keluarga kalian itu. Gue tidak bisa mendampingi istri gue ketika melahirkan. Buat apa nama baik jika pada akhirnya menghancurkan keluarga? Lo bahagia karena sudah bercerai dari Naura dan Ria? Harusnya lo intropeksi diri Bal. Itu hukuman dari Tuhan buat lo. Merusak rumah tangga orang lain pada akhirnya rumah tangga lo sendiri yang rusak, bahkan anak-anak membenci lo karena menjadi saksi penganiayaan yang lo lakukan pada kedua mantan istri lo."     

"Cukup Bara. Gue enggak mau dengar." Iqbal menutup kuping karena tak kuat mendengar ocehan Bara.     

"Ini belum cukup Bal. Lo harus sadar. Gue memang bukan orang baik-baik tapi setidaknya gue sudah mengubah diri jadi orang yang lebih baik. Gue sangat mencintai Dila. Gue akan melakukan apapun untuk melindungi dia. Dila dunia gue. Lo hancurkan dunia yang selalu ini gue jadikan panutan. Dila istri yang baik. Sabar dan menerima kekurangan gue meski tahu suaminya penuh cela dan brengsek. Setidaknya Dila memahami bukan menghakimi seperti kalian. Bagaimana para kaum pelangi bisa bangkit jika ketika mereka salah jalan dihujat. Bertaubat pun tetap saja dihujat, Setidaknya gue sudah berani buat straight. Lebih baik menjadi mantan preman daripada mantan ahli agama."     

"Puas?" Mata Iqbal memerah menahan amarah.     

"Gue belum puas."     

"Apa yang membuat lo puas?" Iqbal malah menantang. Menarik kerah baju Bara. Keduanya saling pandang penuh kebencian.     

"Gue bisa saja menghancurkan lo, tapi Dila tidak bisa melihat kalian hancur. Kalian lelaki penting dalam hidup istri gue."     

"Lo bilang Dila dari tadi. Jangan bilang kalian sudah bertemu. Dila ada didalam bersama Naura?"     

"Iya." Bara melepaskan cengkraman Iqbal.     

"Apa dia benci gue?" Tiba-tiba Iqbal mellow dan menitikkan air mata. Rasa bersalah menghantuinya. Sumpah yang dulu Dila ucapkan telah berlaku padanya. Keluarganya hancur dan berantakan.     

"Buat apa nama baik dan harga diri jika pada akhirnya menghancurkan persaudaraan kalian?" Bara terlihat lebih tenang dan memukul bahu Iqbal lembut. Bara tersenyum manis memberikan semangat pada Iqbal. Bara hilangkan rasa benci demi Dila. Tak boleh membenci Iqbal toh mereka sudah bersatu. Sekarang waktunya memperbaiki hubungan yang telah rusak. Iqbal dan Dila dua orang saudara yang saling menyayangi. Mereka sudah beranjak tua tidak mungkin memupuk permusuhan. Seharusnya berdamai demi anak dan keturunan mereka.     

Iqbal menatap Bara sendu. Aura permusuhan tak terlihat di mata Bara. Pria itu menawarkan perdamaian. Iqbal merasa tertampar melihat sikap Bara. Aldebaran yang ia kenal kejam, sangar dan sadis bukan seperti pria yang ada di depannya sekarang. Ketika pria itu marah dan balas dendam tidak pernah tanggung-tanggung. Ia akan menghancurkan orang itu sampai tidak bisa bangkit lagi.     

"Bara, maafkan gue." Iqbal menangis seraya memeluk sang adik ipar. Bara menepuk bahu Iqbal memberikan support. "Gue sudah berdosa telah memisahkan kalian. Lo benar, seharusnya gue tidak ikut campur dalam rumah tangga kalian. Seharusnya kami membiarkan kalian bahagia karena Dila mencintai dan bahagia menjadi istri lo. Kami egois. Hanya demi gengsi dan nama baik keluarga kita sudah hancur. Gue mendapatkan karma atas perbuatan gue. Gue hancur Bar. Kehilangan dua istri dan ketiga anak gue. Anak-anak membenci gue."     

"Gue dan Dila sudah memaafkan lo. Berterima kasihlah pada Dila. Jika bukan karena Dila, gue pastikan nasib lo dan ayah ada di ujung tanduk. Dila tak pernah membenci kalian. Demi kita, Dila mau mengorbankan dirinya agar kita tidak bermusuhan. Betapa baiknya adik lo. Meski kalian sakiti dia terlalu dalam, tapi kata maaf sudah terucap dari mulutnya."     

"Benarkah?" Iqbal merasa terharu dengan sikap sang adik.     

"Ya," lirih Bara tersenyum tulus.     

"Maafin gue Bar. Gue sudah merusak hidup lo."     

"Perbaiki diri dan tata hidup lo. Jangan terpuruk lagi. Ingatlah Bal. Ambil kembali hati anak-anak lo. Jangan sampai mereka menjadikan orang lain sebagai sosok panutan. Minta maaflah pada anak-anak. Tak perlu gengsi meminta maaf pada anak. Bisa jadi mereka akan membuka hati jika lo meminta maaf. Jika cinta pada Naura masih ada. Perjuangkanlah cinta itu."     

"Bara, apa gue bisa?"     

"Terbuat dari apa hati lo?" Iqbal semakin tertampar. Sikap Bara berubah tiga ratus enam puluh derajat bukan seperti Bara yang ia kenal.     

"Berterima kasihlah pada Dila. Cinta Dila mengubah gue."     

*****     

Baca kisah Rere dan Dino di novel "TERJERAT PESONA DUDA TAMPAN". Dijamin diabetes dan senyum-senyum sendiri. Simpan Di Library Kalian ya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.