Part 400 ~ Bantuan Lusi dan Naura
Part 400 ~ Bantuan Lusi dan Naura
Naura mendekati keduanya lalu ikut memeluk Lusi dan Dila.
"Sejak kapan uni ada di depan pintu?" Tanya Dila ketika melepaskan pelukan mereka.
"Sejak tadi. Syukurlah bunda sudah memahami Dila." Senyum merekah terbentuk di bibir Naura.
"Kamu tahu semuanya Naura?" Lusi menatap Naura seakan tak percaya.
"Aku saksi cinta mereka bunda." Naura tersenyum menatap Dila.
"Kamu tahu masa lalu Bara?" Lusi seakan mengintrogasi menantunya.
"Aku tahu semuanya bunda. Aku bahkan lebih tahu dari kalian semua. Bagaimana perjuangan Bara dan Dila hingga berada di titik sekarang."
Naura memberikan sebuah smartphone pada Dila.
"Kartu handphone kamu sudah uni pindahkan kesini. Uni mencuri kartu ini dari handphone kamu yang disita Iqbal. Uni mengambil kartu kamu ketika Iqbal tidur."
Dila mengambil smartphone dari Naura dengan wajah berbinar-binar. Setidaknya dengan ponsel ini dia bisa berkomunikasi dengan Bara.
"Terima kasih uni."
"Dokter Dedi menitipkam obat ini." Naura memberikan kantong plastik pada Dila.
"Beliau juga bilang besok kamu bisa melakukan prosedur transfer embrio buat bayi tabung."
"Bagaimana aku bisa kabur uni?" Dila gigit jari karena kebingungan.
"Kenapa kamu dan Bara melakukan bayi tabung Dila?" Lusi kebingungan. Bukankah bayi tabung dilakukan pasangan suami istri yang susah dapat keturunan? Bukankah Dila subur. Dila saja pernah hamil.
"Bara pengen punya anak kembar bunda. Dia ingin punya banyak anak karena dia hanya anak tunggal. Dia tidak mau nasibnya seperti papa dan mama, kesepian ketika anaknya sudah besar. Alasan itulah kami memutuskan untuk melakukan program bayi tabung. Bunda bantu Dila untuk kabur agar bisa melakukan proses transfer embrio."
Lusi manggut-manggut tanda mengerti.
"Besok kita lakukan. Bunda akan kasih kamu kunci cadangan. Besok rumah sepi karena Fatih besok akad nikah dengan Naima. Kami sudah janji pada keluarga Fatih akan hadir dalam acara akad nikah itu. Ayah jadi saksi. Ketika kami pergi setelah itu kamu pergi juga. Kaburlah dari pintu belakang. Gunakan cadar agar tidak ada ART yang melihat kamu kabur."
"Dila tidak hanya transfer embrio. Besok mau ke kantor juga karena mau menjelaskan kenapa tidak masuk beberapa hari ini."
"Jangan ke kantor." Cegah Lusi cepat.
"Kenapa?"
"Ayah bilang kamu koma sama Pak Irwan, lalu dibawa keluar negeri. Ayah juga mengajukan surat resign kamu."
"Apa?" Naura dan Dila kaget. Mulut mereka menganga karena tak menyangka Defri akan bertindak sejauh itu.
Lutut Dila lemas. Dia terduduk di ranjang. Perasaan marah, kecewa dan sakit menyergapnya. Kenapa ayah tega menghancurkan kariernya?
"Dila maafkan ayah nak," pinta Lusi mengiba.
"Tak hanya rumah tanggaku di recoki ayah. Dia bahkan menghancurkan karierku."
"Dila kamu jangan stress. Besok transfer embrio. Kalo stress enggak berhasil nanti. Ambil saja hikmahnya. Kamu resign agar program kamu berhasil." Naura memberikan semangat.
"Kakak kamu bener Dila. Lebih baik kamu fokus untuk transfer embrio besok. Jangan lupa apa yang bunda katakan. Gunakan waktu itu sebaik-baiknya untuk kabur. Pergilah ke tempat yang jauh dengan Bara. Kalian berhak bahagia."
"Setidaknya kamu butuh waktu 12 hari untuk mengetahui, apakah transfer embrio kamu berhasil apa tidak. Selama itu kamu tidak boleh stres dan jangan memikirkan masalah apapun. Jika tidak, transfer embrionya tidak akan berhasil." Naura kembali mengingatkan.
"Baik uni. Terima kasih telah menolongku uni. Bunda terima kasih telah mengerti aku."
*****
Malam harinya Dila menghubungi Bara. Setelah memastikan Defri dan Iqbal tak datang ke kamarnya. Dila melakukan panggilan video call pada Bara.
"Sayang." Mata Bara berkaca-kaca. Ada haru menyelimuti hatinya. Setelah beberapa hari mereka akhirnya bisa berkomunikasi.
"Iya sayang. Ini aku," balas Dila dengan mata berkaca-kaca juga.
"Aku merindukanmu."
"Aku juga suamiku. Aku sangat merindukanmu. Maafkan keluargaku sayang telah memisahkan kita."
"Mungkin ini waktunya cinta kita diuji."
"Terima kasih telah sabar dan tidak bertindak gegabah." Dila mengapresiasi Bara.
"Aku melakukannya demi kamu. Aku tidak mau memperburuk keadaan. Membuat ayah dan Iqbal semakin tidak menyukaiku."
"Tindakan kamu sudah benar suamiku. Aku senang atas kesabaran kamu. Bunda sudah luluh dan merestui kita."
"Benarkah?" Bara sulit percaya, tapi karena istrinya yang bicara Bara tak sanksi.
"Besok aku akan kabur ketika mereka semua datang ke acara akad nikah Fatih. Kita akan melakukan transfer embrio."
"Berarti besok aku tidak usah datang ke acara akad nikah Fatih. Biar saja Dian yang mewakiliku."
"Benar sayang. Kita gunakan waktu itu buat kabur. Suami, kamu kurusan? Kamu enggak makan ya?"
"Gimana mau makan jika aku kepikiran kamu. Kamu juga kurusan."
"Aku mogok makan dari kemarin."
"Jangan lakukan itu lagi sayang. Kita lagi program. Jangan lakukan itu lagi. Jaga kesehatan kamu demi calon anak-anak kita."
Dila mengangguk seraya menghapus air matanya.
"Iya sayang. Maafkan aku."
"Jangan nangis sayang."
"Iya, tidak akan menangis lagi. Bawa aku kabur sayang setelah kita lakukan transfer embrio. Bawa aku jauh sehingga ayah dan uda tidak bisa temukan kita."
"Tentu. Kemana pun kamu ingin pergi aku akan membawamu kesana. Apa pun keinginan kamu akan aku turuti. Apa pun yang membuat kamu bahagia akan aku lakukan."
"Terima kasih telah mencintaiku seperti ini."
"Karena kamu pantas mendapatkannya sayang. Kamu bidadari surga yang dikirim Tuhan padaku. Kamu mau menerima kekurangan dan kelebihanku."
"Sudah sepantasnya istri menerima kekurangan dan kelebihan suaminya. Sayang sudah dulu ya. Aku takut ayah atau uda datang. Sampai jumpa besok." Dila memberikan ciuman virtual pada Bara.
Bara juga membalas ciuman virtual Dila. Setelah itu mereka mengakhiri sesi video call.
Setelah mendapat kode dari bunda jika mereka sudah jauh dari rumah, malah sudah dekat dengan lokasi acara akad nikah Fatih, Dila beraksi.
Seperti perintah bunda. Dila menggunakan gamis dan cadar. Tanpa rasa khawatir dia membuka pintu kamar dengan kunci cadangan yang diberikan Lusi.
Ia pergi mengendap-endap menuju belakang rumah. Ketika akan berpapasan dengan para ART Dila menghindar dan bersembunyi. Sesuai intruksi, Dila mencari kunci pagar dan kunci mobil dari tumpukan daun-daunan yang berserakan di tanah.
Setelah mendapatkan kunci, perlahan-lahan Dila membuka pintu pagar belakang. Lalu masuk ke dalam mobil yang sudah terparkir diluar.
Di dalam mobil Dila melepaskan cadar. Dia bernapas lega bisa keluar dari rumah. Satpam komplek tidak curiga ketika dia keluar dari sana. Defri dan Iqbal hanya memberikan instruksi tak membolehkan Bara untuk datang. Dila membanting stir menuju rumah sakit.
Wajahnya berbinar-binar akhirnya bisa bebas dari kurungan Iqbal dan juga Defri.