JANGAN DIBUKA 10
JANGAN DIBUKA 10
Dian disambut hangat oleh Alvin. Tanpa malu-malu anak remaja itu memeluk ibunya dengan erat. Alvin mengantarkan Dian menuju ruangan Kyai dan Nyai Saleh. Seperti biasanya Dian selalu berhijab datang ke pesantren. Wanita tiga puluh tahunan itu sangat cantik dan anggun dalam balutan hijab.
Ketika mereka datang ada Lona di dalam ruangan. Lona terhenyak dan gemetar ketika melihat Dian datang bersama Alvin.
"Ada tamu rupanya. Maaf nyelonong masuk." Dian sungkan dan keluar. Namun sebelum Dian dan Alvin keluar Nyai Saleh mencegah mereka.
"Tidak apa-apa Dian," panggil Nyai Saleh.
"Ada oma," sapa Alvin ramah pada Lona.
Hati Lona merasa senang namun juga gugup. Semoga saja Dian tidak mengenalinya.
"Kok panggil oma nak? Kenal sama Ibu ini?" Dian memicingkan mata mengarahkan pandangan pada Lona.
Lona tak berani menatap Dian, takut rahasianya terbongkar. Berharap dalam cemas Dian melupakannya.
"Ibu Lona donator tetap pesantren ini Dian." Nyai Saleh menjawab pertanyaan Dian.
"Tumben kemari Dian? Bukankah belum jadwalnya Alvin pulang ke rumah? Apa rindu dengan putramu?" Kyai Saleh bertanya. Pasangan suami istri itu sudah tahu hubungan Alvin dan Dian.
"Pasti kangen kyai. Masa tidak kangen dengan anak setampan ini." Dian mengelus pipi Alvin.
"Mami malu." Alvin berdecak kesal. Usianya sudah empat belas tahun namun dia masih saja diperlakukan seperti anak balita. Mungkin itu cara Dian menebus kesalahannya pada sang anak.
"Silakan duduk Dian." Nyai Saleh mempersilakan duduk. Keduanya duduk bersebelahan dengan Lona.
"Kita ngobrol bareng Ibu Lona tidak apa-apa Dian?" Kyai Saleh meminta persetujuan Dian.
"Tidak apa-apa kyai. Aku juga tidak bicara yang rahasia."
"Gimana kabarnya Dian? Kapan datang?" Nyai Saleh bicara.
Lona menundukkan kepalanya. Tubuhnya menggigil dan gemetar. Mau pergi dari tempat ini takut membuat Dian curiga. Rasa rindu pada sang cucu membuatnya nekat datang ke pesantren. Apesnya dia malah bertemu dengan Dian disini. Takdir tak pernah ada yang tahu. Setelah bertahun-tahun mereka tak berjumpa, bertemu kembali dalam kondisi dan suasana yang berbeda.
"Alhamdulilah baik kyai, nyai."
"Syukurlah jika kamu baik. Ada perlu apa datang mencariku Dian?" Nyai Saleh bertanya dengan ramah.
"Begini kyai, nyai. Aku mau memindahkan Alvin sekolah. Aku akan membawa dia ke Padang tinggal bersamaku."
Brak...minuman di tangan Lona jatuh. Gelasnya pecah dan berceceran di lantai. Alvin akan pindah? Berarti dia tidak bisa bertemu dengan cucunya lagi.
"Ada apa Ibu Lona?" Nyai Saleh panik melihat Lona pucat. Wajahnya memutih dan tubuhnya gemetaran.
"Ti-tidak apa-apa nyai," jawab Lona gugup.
"Apa Ibu sehat? Sepertinya Ibu kurang enak badan."
"Sepertinya begitu."
Nyai Saleh memberikan minyak angin pada Lona. Wanita itu menghirupnya dan memejamkan mata. Dia shock dan tak terima jika cucunya dipindahkan ke Padang. Namun Lona tak berdaya, jika ia nekat buka identitas semua usaha Zico akan sia-sia. Lona berjanji akan melaporkan hal ini pada Zico.
"Kenapa Dian mau memindahkan Alvin sekolah? Apakah pesantren kami tidak bagus?" Kyai Saleh merasa rendah diri.
"Bukan begitu kyai," balas Dian tak enak hati.
"Lantas?"
"Aku ingin lebih dekat dengan Alvin. Kyai dan nyai sudah tahu kisah kami. Aku ingin lebih dekat dengan anakku. Alvin sudah beranjak remaja. Aku ingin mengawasinya dan membimbingnya makanya aku ingin memindahkan dia sekolah ke Padang."
Kyai Saleh manggut-manggut tanda mengerti.
"Mami lagi PDKT sama ustad Fatih kyai, nyai," celetuk Alvin sekenanya.
"Alvin kamu." Dian mendelik kesal.
Sementara itu Lona terbatuk-batuk mendengar perbincangan mereka. Jika Dian sedang dekat dengan seseorang peluang Zico dan Dian menikah demi Alvin tidak ada.
"Benarkan itu Dian?" Kyai Saleh tampak bersemangat. "Aku dan nyai penasaran juga dengan kedekatan kalian. Apalagi video kalian berdua viral beberapa waktu yang lalu. Kalian saling melindungi. Mungkin Dian tipe perempuan yang diinginkan Fatih untuk jadi istri. Dia menolak anak Kyai Abdul dari Jawa Timur, padahal gadis itu sangat solehah, akhlaknya baik dan agamanya bagus."
"Ternyata Kyai enggak ketinggalan berita," ucap Dian tergelak tawa.
"Bagaimana pun kami harus mengikuti perkembangan jaman biar enggak ketinggalan. Benar nggak Ibu Lona?" Nyai Saleh mengajak Lona bicara.
"Be-benar." Lona masih gugup.
"Kyai dan nyai bisa saja. Aku dan kak Fatih hanya berteman."
"Wow.. panggil kak." Nyai Saleh semakin senang menggoda.
"Alvin enggak keberatan mami sama ustad Fatih. Ustad itu calon suami idaman sejuta wanita di muka bumi ini." Alvin ikut nimbrung.
"Alvin sudah kasih lampu hijau itu Dian." Kyai Saleh tertawa.
"Mustahil kyai. Lagian aku bukan tipe kak Fatih. Tak pantas bersanding dengan beliau. Agamaku belum bagus, belum menutup aurat. Kak Fatih layak mendapatkan wanita yang lebih baik dariku."
"Jangan merendahkan diri sendiri Dian. Kamu wanita hebat yang pernah kami temui. Punya anak remaja seperti Alvin di usia kamu yang masih muda tidaklah mudah. Kamu menanggung beban berat di usia muda. Jika orang lain ada di posisi kamu kala itu mungkin sudah mengambil jalan pintas." Nyai Saleh memegang tangan Dian.
Lona memegang dadanya. Terasa sakit mengetahui penderitaan yang dilalui Dian karena putranya. Dada Lona terasa sesak. Ingin bicara jujur jika dia nenek Alvin namun jika ia gegabah, Dian akan menjauhkan mereka. Dian bukanlah gadis lemah dan lugu seperti lima belas tahun yang lalu. Dia sudah menjelma menjadi gadis kuat dan super power. Strong mom!
"Tidak maksud merendah ustad. Namun aku hanya mengatakan kenyataan. Aku berhubungan dengan kak Fatih juga karena ingin terapi. Aku masih punya sedikit trauma dengan masa laluku.
"Mami. Aku akan melindungi dan menemani mami," ucap Alvin manja. Menyandarkan kepalanya di bahu Dian.
"Harus itu Alvin. Kamu anak laki-laki harus melindungi mami kamu."
"Seharusnya wajahku mirip mami bukan dia," ucap Alvin diselimuti dendam.
Lona ingin menangis namun ia tahan. Alvin sudah tahu jika dia anak yang lahir dari pemerkosaan. Alvin bahkan membenci ayah biologisnya walau ia belum pernah bertemu. Bertemu pun Alvin tak tahu identitas Zico kala itu.
Wajar saja Alvin sangat membenci ayahnya. Kemiripan wajah mereka membuat Dian merasa trauma dan membenci anaknya sendiri. Semenjak Alvin bayi hingga sebesar sekarang hanya kebencian yang ia berikan pada sang anak.
Dada Lona sesak mengetahui fakta demi fakta tentang Dian dan Alvin. Harapannya di usia senjanya bisa berkumpul dengan anak dan cucunya. Alvin cucu satu-satunya yang ia miliki.