Pulpen Seminar
Pulpen Seminar
"Cantik " nita memuji penampilan khira dengan make up tipis dan rambutnya yang terikat rapi.
Tetapi hal yang dia tidak tahu adalah bahwa senyuman bahagia dari khira sendiri yang memunculkan aura luar biasa dari dalam tubuhnya dan membuatnya lebih cantik.
"Mungkin aku harus pakai pemutih supaya punya kulit yang banyak di sukai laki-laki " celetuk khira ketika mereka berada di perjalanan menuju aula.
"Lakukan saja yang menurutmu paling kamu sukai dan tubuhmu mengingingkannya " ucap nita sambil memperlihatkan senyumannya.
Khira tertawa kecil, "kamu itu teman yang jujur sekali "
"Kalau teman satu shift ku pasti bilang, jangan nanti cantiknya gak alami. Atau jangan nanti putihnya cuma di wajah saja tangannya tetep gelap kan aneh! "
Nita ikut tertawa, "kalau kamu minta pendapatku aku pasti bilang, kulit kamu itu cantik. Tidak masalah hitam, coklat atau putih asal bersih "
"Kalau tadi itu adalah ungkapan keinginan kamu, karena itu hak kamu jadi aku ikut saja "
Khira mengerutkan dahinya, ini pertama kalinya dia mendapat teman yang berbeda dari yang lainnya.
"Kita tidak memerlukan validasi orang lain untuk maju, kamu harus percaya diri dengan keputusanmu jangan takut " sambung nita.
Mereka telah sampai di aula tempat seminar dilaksanakan yang sudah dipenuhi oleh banyak peserta yang berjajar untuk lebih dulu menikmati sarapan yang sudah disediakan panitia.
"Eh, kamu tahu istrinya dokter edwin " di barisan depan khira terdengar empat orang yang sedang berkumpul dan membicarakan sesuatu.
Khira tersenyum menoleh ke arah nita yang mengedipkan kedua matanya untuk berpura-pura tidak menghiraukannya.
"Iya, dokter edwin memang sudah menikah "
"Kamu tahu nggak, istrinya itu sopan banget nggak sombong bicaranya lemah lembut! "
Nita mengerutkan dahinya, mengingat kapan dia bertemu dengan orang yang dibicarakan oleh keempat orang itu.
"Waktu aku bawain makanan ke ruangan dokter, istrinya itu kayak orang-orang jepang gitu membungkuk kalau berterima kasih. Padahal aku kan cuma staf suaminya "
Nita tersenyum ingat dengan perawat yang beberapa hari lalu mengantarkan makanan untuknya di ruangan dokter edwin.
"Wah, pasti baik banget nggak sombong kayak yang lain. Melihat ke arah kita juga boro! "
Nita terdiam mendengar ada orang-orang di dekatnya yang ternyata membicarakan hal baik tentangnya, dia senang sekali tetapi ini terlalu mengejutkannya sampai dia tidak bisa berkata apa-apa.
"Ciee, banyak yang muji " khira menyikut pelan nita yang hanya tersenyum malu.
Dia lalu membulatkan kedua matanya ke arah khira agar tidak lagi menggodanya supaya tidak ada yang curiga bahwa yang mereka bicarakan itu sedang berada dekat dengan mereka.
Akhirnya khira dan nita memutuskan hanya mengambil sandwich isi dan susu untuk sarapan mereka dan segera masuk kembali ke ruang seminar.
"Akhirnya kita sampai juga di akhir acara " pembawa acara seminar pun memberikan sebuah pengumuman pada seluruh peserta panitia yang bersorak senang.
"Itu artinya,,,,, " dia lalu berteriak, "waktunya bagi-bagi hadiah!!! "
"Siapa yang mau hadiah keren??? " teriaknya lagi, "ayo angkat tangan "
Dengan cepat semua peserta seminar mengangkat tangannya dengan antusias mengincar banyak hadiah yang sudah disiapkan oleh panitia seminar.
Khira mengernyit ke arah nita yang terdiam, hanya dia satu-satunya peserta yang tidak mengangkat tangannya.
"Nita " panggil khira, "kenapa tidak angkat tangan? "
Nita malah tersenyum lebar, "kalau mau hadiah pasti harus bertanya atau menjawab pertanyaan di depan "
Dia menggelengkan kepalanya, "saya tidak biasa bicara di depan banyak orang, malu! "
Terlebih semangatnya sudah habis, karena badannya terasa sangat sakit sekarang dan itu membuatnya malas melakukan pergerakan apapun.
Khira tertawa kecil, dia yang mengajarkannya untuk percaya diri ternyata sangat pemalu.
"Tunggu,,, " pembawa acara bicara di depan mic yang dipegangnya membuat suaranya terdengar di seluruh aula.
"Saya penasaran, semua orang angkat tangan tapi ternyata... " ucapannya terhenti karena sedang berjalan menuju ke suatu tempat dimana nita dan khira duduk sekarang ini.
"Kakak cantik ini, satu-satunya peserta yang tidak angkat tangan! "
Seketika semua mata tertuju padanya, nita terdiam dan mematung tentu saja dengan wajahnya yang memerah dan bibirnya yang terkunci rapat karena pandangan semua mata padanya.
"Saya jadi mau bawa kakak ini saja! "
"Eh, tapi.. " ucap nita melihat ke arah khira yang terkekeh melihatnya kali ini.
Dia berhasil meraih tangan nita dan membawanya untuk berjalan ke tempat seluruh panitia berkumpul dan parahnya pemberi materi pun masih terlihat lengkap disana termasuk dokter edwin.
Nita sudah berdiri di depan semua orang, dia terlihat gugup sekali bahkan ketika dokter edwin yang sedari tadi tidak melepaskan pandangannya dari nita melihatnya dengan senyuman.
"Kakak disini ada hadiah handphone, tablet, dan banyak hadiah hiburan lainnya " ucapnya pada nita.
"Karena kakak peserta pertama yang naik kesini, saya memberikan kesempatan pada kakak untuk memilih hadiahnya "
Nita kebingungan, terlebih dia sangat malu sekali ketika semua orang memperhatikannya sekarang ini seolah semua sedang menunggunya bicara.
"Ayo pikirkan baik-baik "
Nita tersenyum dengan wajahnya yang tegang memegang mic di tangannya.
"Pulpen " nita menjawabnya dengan ragu.
"Hah_ " pembawa acara itu terkejut mendengar jawaban nita diikuti oleh tawa seluruh peserta seminar.
Nita semakin malu menyadari kebodohannya menjawab sekarang ini, untuk menghilangkan rasa malunya dia menoleh ke arah sampingnya tapi ternyata dia melihat dokter edwin yang tertawa dengan matanya yang masih memandanginya pada akhirnya membuat nita kembali melihat ke arah depannya.
"Kenapa pulpen? "
"Karena,,, " jawaban nita terhenti sejenak, "biasanya pulpennya unik dan ada tulisan nama seminarnya, itu membuat kebanggaan tersendiri karena sudah bisa mengikuti seminar "
'Walaupun cuma bengong dan mengantuk! ' dia menambahkan jawabannya di lubuk hatinya yang paling dalam.
"Wow, sama dengan jawabannya unik! " dia menanggapi jawaban dari nita, "tapi sayangnya tidak gratis, harus menjawab dulu pertanyaan dari pemateri dulu "
"Ya ampun,,, " guman nita pelan.
Akhirnya hal yang paling tidak diinginkannya itu ternyata dicatat oleh tuhan dan justru hal itulah yang terkabul.
"Silahkan bapak, ibu pemberi materi mau bertanya apa "
Dia lalu berjalan ke sosok wanita paruh baya yang terduduk di samping dokter edwin.
"Gampang saja,,, " ucap wanita itu, "siapa namanya? "
"Nita " jawab nita masih dengan wajah tegangnya.
"Iya, nita. Tadikan kita sudah belajar komunikasi efektif nih, coba kamu praktekan sekarang cara petugas menerima telpon dari ruangan lain atau dari pihak luar rumah sakit yang benar "
'Benarkan, aku paling tidak suka hadiah kalau harus diuji dulu,,,, " ucapnya berteriak dan menangis di dalam hati.
"Nah, coba kak sekarang tunjukkan " pembawa acara itu mengambil alih kembali pembicaraan.
"Demi pulpen yang unik,,, " dia lalu memperlihatkan satu pulpen ke arah nita.
Nita menarik nafasnya dan berdiri tegak ke arah peserta seminar dengan tangannya yang gemetar.
Sekarang ini jika dia mundur itu artinya mempermalukan dirinya sendiri, jadi dia harus berani maju walaupun sekarang rasa malunya sangat besar.
Beruntung nita sedari kuliah dulu walaupun sering tertidur ketika dosen menjelaskan materi, telinganya masih bisa dengan baik menangkap materi yang di ucapkan gurunya.
"Selamat pagi dengan rumah sakit internasional, dengan bidan nita petugas jaga ruangan ponek ada yang bisa saya bantu,,, " dia lalu menyilangkan tangan kanannya di dada dengan tubuhnya yang sedikit merendah ditambah senyuman terbaik.
"Wah, ini bu bidan toh " pembawa acara itu menanggapi jawaban dari nita, "pantas saja suaranya itu tegas tapi lembut! "
"Bagaimana, bu? "
"Luar biasa "
"Yeay, dapat pulpennya! " dia lalu memberikan nita sebuah pulpen.
Nita tertegun dia menerima satu pulpen tetapi harus lebih dulu mendapatkan semua tatapan-tatapan yang membuatnya sangat malu. Dia ingin sekali menangis sekarang ini.
"Tapi saya selalu penasaran kalau sama bu bidan " ternyata dia tidak berhenti sampai disitu, nita masih tertahan karena ucapannya.
"Sudah, nanti yang punyanya marah! " celetuk pemberi materi yang lain.
Tapi memang pembawa acara itu menyebalkan menurut nita, mendengar itu dia malah sengaja menahan nita.
Kalau bukan wanita, pembawa acara itu pasti sudah nita injak kakinya sekarang.
"Siapa, bu yang punyanya? "
Keempat pemateri seminar pun dengan kompak menunjuk ke arah dokter edwin yang dengan sikap tenangnya hanya memperlihatkan senyuman.
"Oh, pak dokter toh! "
Semua peserta di aula ricuh, bahkan sampai ada dari mereka yang sengaja berdiri untuk bisa melihat nita sekarang ini.
'Cukupppp,,,,, ' nita menangis karena malu di dalam hatinya sekarang ini.
Karena sampai di akhir cerita, ketika dia berjalan kembali ke tempat duduknya semua mata-mata itu masih terus memandanginya.
"Cuma untuk pulpen ini, aku harus menanggung malu! " cetus nita pelan sambil memandangi pulpen itu dengan kesal kali ini.
Dia sudah tidak bersemangat lagi untuk mengikuti kesenangan akhir acara seminar kali ini, karena merasa hidupnya begitu rumit.
Khira yang senang karena mendapatkan sebuah ponsel karena berhasil menjawab pertanyaan pun terasa tidak membuat kebahagiaannya sampai pada nita karena dia risih dengan pandangan-pandangan orang padanya.
"Beruntung seminarnya telah selesai! " cetus nita pelan dengan tarikan nafasnya yang terasa lega karena dia tidak akan diperhatikan oleh banyak orang lagi...