Bulan Madu
Bulan Madu
"Dokter, berapa hari kita di hotel? " suara nita mengejutkannya dan membuatnya berhenti membaca koran dan mengalihkan pandangannya ke arah dimana nita berdiri.
Dia tertegun melihat wanita yang tengah berdiri di hadapannya itu memakai sebuah dres lengan pendek berwarna putih. Lagi-lagi itu mengingatkannya pada sesosok wanita di masa lalunya.
Dia memandangi nita dengan waktu yang cukup lama tanpa berkata apapun.
Ada perasaan aneh yang membuatnya berpikir jika wanita itu semakin lama telah begitu sama dengan seseorang yang pernah membuat kehidupannya berbeda dulu.
"Ada apa? " nita melihat dirinya sendiri, memastikan bahwa tidak ada yang salah pada apa yang dipakainya sekarang ini.
"Tidak ada apa-apa " jawabnya dengan wajah datar, dia beranjal dan lalu berjalan lebih dulu dari nita.
"Aku tunggu di mobil "
Nita memajukan bibirnya dengan kedua alis matanya yang terangkat, jawaban dari dokter edwin benar-benar membuatnya curiga ada sesuatu yang aneh dari penampilannya kali ini.
Dia berjalan mengikuti langkah dokter edwin dari belakang, kedua matanya kali ini memandangi punggung lelaki yang memakai kemeja lengan pendek berwarna abu gelap itu.
'Apa seperti ini yang namanya sugar daddy? ' tanya nita dalam hatinya, lalu dia merasa ada tawa-tawa tersembunyi di dalam dirinya mengingat dulu dia dama sekali tidak pernah berencana untuk menikah sebelum dia mendapatkan semua yang menjadi cita-citanya menjadi orang sukses.
Tapi rencana ternyata tinggallah mimpi, dia pun harus menyerah pada semua keputusan yang tuhan tuliskan untuknya sekarang.
'Bekerja,,, menjadi istri,,, menjadi ibu sambung,,, dan punya anak sendiri,,, ' nita membayangkan hal yang sudah bisa di prediksinya.
Dia sudah menganggap semua yang dikatakan oleh dokter edwin padanya tentang tidak ada yang namanya pernikahan kontrak atau apapun sebutannya. Dia akan memenuhi semua permintaan nita itu artinya hal sebaliknya pun harus dia lakukan pada dokter edwin.
'Mungkin ini juga yang harus aku lakukan supaya kamu bisa menikah dengan dokter ellen nanti... " ucap nita ketika dia sudah berada di dalam mobil.
Masih ada seseorang yang selalu dia sembunyikan selama ini, dan kepergiannya ke tempat jauh pun hanya agar melupakan sosok yang masih ada di dalam pikirannya itu.
"Hotelnya bagus sekali!!! " ucap nita pelan ketika dia melihat sebuah bangunan tinggi dan megah berada di hadapannya.
Senyuman dokter edwin terlihat ketika mendengar nita yang mengatakan hal lucu.
"Bibi yang memberikan kita hadiah pernikahan " ucap dokter edwin pada nita.
Dia keluar dari dalam mobil dan dengan sengaja membukakan pintu mobil untuk nita.
Tiba-tiba ponselnya berdering ketika dia dan nita berjalan masuk ke dalam hotel.
"Ada apa? " tanya dokter edwin ketika tahu bahwa bibinya yang menghubunginya kali ini.
"Nita mana? "
"Bibi mau bicara "
"Ada " jawabnya dengan senyuman, dia tahu kali ini keluarganya itu sedang memastikan bahwa dia memang pergi dengan istri barunya itu.
Pasti key sudah menceritakan semua kejadian mangkirnya ketika putranya itu sudah dengan susah payah membuatkan jadwal kencan untuknya.
"Bibi mau bicara " dia memberikan ponselnya pada nita yang berdiri di sampingnya ketika berada di dalam lift.
"Bibi, sinyalnya kurang bagus " ucap nita hanya mendengar suara yang terputus-putus.
"Bibi cuma mau bilang, nanti malam kamu pakai baju yang sengaja bibi minta sama pihak hotel untuk menyimpannya di atas tempat tidur "
Nita mengerutkan dahinya, "apa itu, bi? "
"Kamu lihat saja nanti "
"Tapi kalau kalian mau perang siang ini, kamu pakai saja baju itu sekarang "
Wajah nita seketika memerah ketika lagi-lagi pembicaraan yang menjurus ke sesuatu yang hanya boleh di ketahui oleh orang dewasa itu yang menjadi topik mereka.
Dia menoleh sekilas ke arah dokter edwin yang sepertinya menahan tawanya melihat reaksi nita yang salah tingkah sekarang ini.
Nita tersenyum kaku ketika pembicaraan memalukan itu berakhir, dan dia masih berjalan di belakang dokter edwin menuju ke sebuah kamar hotel.
"Dokter " panggil nita.
"Ya "
Nita yang terlalu fokus pada ponsel dokter edwin yang kembali berdering tidak menyadari bahwa sosok laki-laki yang berada di depannya telah menghentikan langkahnya dan dia menabraknya.
"Maaf dokter " nita mengusap dahinya sendiri karena menabrak punggung dokter edwin.
"Ada telepon masuk lagi " ucap nita.
Dia melihat dokter edwin yang sedang membuka pintu kamar hotel tempat mereka menginap malam ini.
"Dari bidan magha "
Dengan cepat dokter edwin berbalik dan memandangi ponselnya dengan wajah yang berubah seketika.
"Kamu masuklah " ucap dokter edwin pada nita.
Dia lalu menerima telepon di luar kamar hotel.
Nita yang sudah masuk lebih dulu ke dalam kamar sesekali menoleh ke arah dokter edwin yang masih berbicara di ponselnya itu.
'Apa sekarang aku juga di beri kesempatan oleh tuhan? ' tanya nita dalam hatinya.
Dia berharap itu adalah sebuah panggilan darurat untuk dokter edwin yang mengharuskan dia untuk pergi ke rumah sakit dan melakukan sebuah operasi.
Dengan begitu dia bisa dengan tenang menikmati kamar hotel yang sangat luas dengan pemandangannya yang begitu indah sendirian.
"Kenapa? " nita bertanya pada dokter edwin yang berjalan ke arahnya.
Dan dengan wajahnya yang polos dia perlihatkan agar dokter edwin tidak bisa menebak bahwa dia ingin sekali dokter edwin pergi dan melakukan pekerjaannya di rumah sakit.
"Ada pasien yang harus aku operasi hari ini " jawabnya dengan ragu sambil menatapi wajah nita.
"Aku minta maaf, karena waktu kita harus terpotong "
"Tidak apa-apa dokter " ucap nita mencoba menjadi wanita yang penuh pengertian pada pekerjaan dokter edwin sekarang ini.
"Pasien dokter itu nomor satu, mereka sangat membutuhkan pertolongan dokter " sambung nita.
"Aku usahakan dengan cepat pekerjaannya " dia memberikan sebuah janji yang tidak pasti pada nita.
"Iya " nita menganggukan kepalanya dan tersenyum.
Dengan cepat dokter edwin berbalik dan melangkahkan kakinya, tetapi di langkah keduanya dia berbalik dan kembali menuju ke arah dimana nita berdiri.
"Aku minta maaf untuk hari ini " ucapnya seraya memberikan sebuah ciuman sekilas di kening nita.
Nita terdiam dalam keterkejutannya mendapatkan ciuman di keningnya, dan hanya bisa mengedipkan kedua matanya saja.
Dan dokter edwin dengan tenangnya meninggalkan nita yang masih terkejut ketika mendapatkan ciuman walaupun di keningnya. Setelah dia melihat tubuh atletis dan tidur satu ruangan kali ini dia mendapatkan sebuah ciuman sebelum pergi bekerja.
'Apa-apaan ini... ' nita melemas.
Dia terduduk di lantai di samping tempat tidur, dan menenggelamkan kepalanya di sebuah selimut.
'Aku terlalu polos atau memang haus belaian laki-laki? ' dia bertanya pada dirinya sendiri.
'Baru mendapat ciuman di kening saja sudah palpitasi, tremor dan kedua tanganku... ' dia memandangi kesepuluh jari-jarinya.
'Sianosis!! ' lalu dia menutupi wajahnya yang terasa memanas.
'Mungkin kalau aku memakai oxymeter, sekarang ini saturasiku delapan puluh! ' ucapnya lagi, 'dan harus masuk ruang intensive care unit! '
Dia berbicara sendiri di kamar hotel dengan begitu berlebihan hanya karena mendapatkan sebuah ciuman di keningnya.
Ketika dia masih terus berbicara sendiri tiba-tiba kedua matanya terfokus pada sebuah kotak berwarna merah di atas tempat tidur.
Dengan cepat dia meraihnya dan menyimpannya di atas pangkuannya.
"Ini apa? "
Nita membuka kotak tersebut dan mengeluarkan sebuah bathrobes berbahan sutra berwarna merah dengan nightie berbahan dan berwarna sama.
"Apa ini yang mau bibi pakai sekarang? " tanya nita seraya menempelkan pakaian itu di tubuhnya.
Seketika dia merinding dan dengan cepat melemparkan gaun tersebut, menyembunyikan dirinya ke dalam selimut...