Laparotomi
Laparotomi
Membuatnya harus memandangi wajah nita kali ini, dia membuat wanita itu kali ini berhadapan dengannya.
Dia menatapi kedua warna amber yang cantik dari mata nita.
Nita tersenyum tipis, "dokter mau aku menjawabnya seperti apa? "
"Seperti wanita yang mati hati sambil mengatakan aku mencintaimu " dia bicara sambil memelototkan kedua matanya dan berwajah marah.
"Atau... "
"Seperti anak perempuan baik yang bilang aku mencintaimu " lalu seketika merubah sikapnya dengan nada bicaranya yang manja.
"Atau boneka india? " dan kali ini dia mengedipkan matanya seperti boneka, membuat tawa dokter edwin semakin pecah melihat tingkah lucu nita.
"Saya sudah jatuh hati pada dokter " ucapannya itu perlahan membuat tawa dokter edwin menghilang.
Nita tersenyum, "bahkan mungkin terlalu jatuh hati, sampai apapun yang dokter katakan pasti akan saya lakukan "
Dokter edwin merasa mendengar ucapan nita tersebut membuatnya merinding, dan semua berganti padanya. Dia yang kesulitan untuk mengatakan apapun.
"Wow " hanya satu ucapan dokter edwin yang keluar dari mulutnya, dia terlihat salah tingkah mendengar pernyataan cinta nita sekarang.
"Apa perkataanku salah dokter? " tanya nita.
"Tidak " jawabnya, "tapi aku sedang merasa salah tingkah karena ucapan cinta itu "
"Pasti karena kedipanku! " cetus nita kembali memperagakan kedipan boneka india andalannya.
Lalu tawa dokter edwin kembali pecah, kedua tangannya mulai berpindah ke pipi nita.
"Jangan disini " nita memperingatkannya dengan gelengan kepala ketika dia mulai mendekatkan wajahnya.
"Ingat ini tempat menyembuhkan orang sakit bukan tempat bermesraan! " dia kembali memperingatkan dokter edwin.
Sepertinya dokter edwin tidak peduli dia menempelkan bibirnya di bibir nita. Akan tetapi belum sempat dia memainkannya, terdengar suara ponsel dari saku jas putih miliknya yang membuat mereka berdua terkejut.
Membuatnya harus menjauhkan wajahnya dari nita dan menerima telepon tersebut. Dia melihat dokter kaif yang menghubunginya.
"Ada apa? "
"Maaf dokter, baru saja dapat konsul dari dokter bedah "
Dokter edwin mengerutkan dahinya, "tentang apa? "
"Mereka sedang melakukan operasi appendic yang ternyata perlengketan ke saluran tuba " jawabnya.
"Saya ke ruang operasi sekarang "
Dia lalu mengakhiri pembicaraannya di telpon menoleh ke arah nita yang tersenyum.
"Aku juga akan kembali bekerja " ucap nita.
Dokter edwin memperlihatkan wajah yang tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja sekarang ini karena ada sebuah adegan yang harus dibatalkan karena pekerjaannya.
"Semoga operasinya sukses " nita memberikan sebuah ucapan semangat.
"Terima kasih " dokter edwin lalu mendaratkan sebuah ciuman di kening nita.
"Setelah ini kamu pasti akan dikenal semua petugas keamanan rumah sakit karena berduaan di tempat kerja " ucap dokter edwin seraya menunjuk ke sudut atas di belakang nita sambil tersenyum.
Nita terkejut melihat sebuah kamera cctv di sudut itu dan lalu beralih ke arah dokter edwin.
"Dokter! " nita terlihat marah dengan membulatkan kedua matanya ke arah dokter edwin yang masih tersenyum.
"Tidak apa-apa, supaya mereka tahu saja " ucap dokter edwin senang sekali membuat nita marah sekarang ini, padahal dia tahu bahwa kamera itu tidak berjalan karena tempat mereka berdiri itu sering dipakai untuk mengganti pakaian dinas.
"Aku pergi dulu " dia lalu berpamitan pada nita untuk pergi ke ruang operasi menemui pasien rujukan dari stase bedah.
Dia berjalan cepat menuju ke ruangan instalasi bedah sentral dan lalu mengganti pakaiannya ke baju khusus ruang operasi. Setelah mencuci tangannya dia di pasangkan sebuah sarung tangan steril oleh penata alat medis yang ada di ruangan tersebut.
"Sudah berapa lama? " dia bertanya pada dokter bedah yang melakukan sebuah operasi appendic lebih dulu pada pasien yang masih tergeletak tidak sadarkan dir karena pengaruh obat anestesi.
"Apendic yang terlalu lama dibiarkan sampai mungkin absorpsinya melebar ke saluran tuba, kami sudah hampir satu jam "
Dokter edwin mencoba melakukan operasi tetapi kemudian teringat sesuatu.
"Kamu sudah informnt consent pada suami kalau kemungkinan setelah pengangkatan saluran tuba akan kesulitan hamil kembali? " dia bertanya pada rekannya dokter kaif.
"Sudah dokter " jawab dokter kaif, "dan sayangnya pasien juga pcos, mereka sudah menikah hampir sepuluh tahun tetapi belum memiliki anak "
"Kamu yakin suaminya mengerti " dokter edwin meyakinkannya kembali.
"Karena jika ini tidak diangkat maka infeksinya akan semakin melebar " sambungnya.
"Suami sudah menanda tanganinya " jawab dokter kaif, "dia juga mengatakan jika istrinya tidak diberi kesempatan untuk melahirkan anak-anaknya, ada anak-anak lain yang membutuhkan kasih sayang orang tua di panti asuhan "
Dokter edwin tertegun, dia bertanya pada dirinya sendiri benarkah memang masih ada lelaki yang memiliki pemikiran seperti itu sekarang ini. Seorang suami yang mencintai istrinya dan walaupun tidak dapat melahirkan dia akan dengan senang hati mengadopsi anak orang lain yang tidak diketahui orang tuanya.
Dia saja yang telah melakukan itu dan memiliki key masih berharap nita akan melahirkan anak-anaknya nanti.
"Kita lakukan operasinya sekarang " ucap dokter edwin.
Dia melakukan sebuah laparotomi untuk pengangkatan saluran tuba yang terinfeksi yang tidak seperti biasanya.
Perlengketannya terlalu dalam membuatnya harus menggunakan waktu yang cukup lama untuk melakukan operasi tersebut.
"Sepertinya pasien terlalu banyak mengeluarkan darah, cek kadar haemoglobin post operasi " dokter edwin memberikan sebuah advis pada perawat di bagian observasi ruang operasi.
Dia masih berdiri memandangi pasiennya yang lemah belum sadarkan diri karena pengaruh anestesi yang diberikan padanya. Tetapi dari monitor pemantauan tanda-tanda vital pasien tersebut terlihat stabil.
'Aku selalu mengakui bahwa wanita adalah sosok yang lebih kuat dari siapapun, dia masih terus berjuang melawan rasa sakit untuk terus bersama dengan orang yang menyayanginya... ' pujian itu terlontar dari mulut dokter edwin pada pasien yang baru saja dia lakukan operasi.
Seketika dia teringat pada sosok perempuan yang tidak akan pernah tergantikan dalam hidupnya yaitu sosok sang ibu. Dan rasa rindunya muncul pada nita yang tadi siang baru saja di temuinya.
Setelah mengganti pakaiannya dia lalu melihat ke arah jarum jam di tangannya yang menunjukkan pukul delapan malam. Ternyata waktu yang digunakannya sangatlah begitu lama dan dia pasti telah membuat semua orang rumah menunggunya untuk makan malam.
"Wangi apa ini? " dokter edwin mencium wangi yang aneh ketika dia sampai di rumah dan masuk ke dalamnya.
Dia mendengar sebuah kericuhan kecil dari arah dapur sekarang ini.
"Mommie kenapa belum jadi juga! " dia sangat mengenal suara key kali.
"Sabar, sebentar lagi " dan sekarang suara nita yang di dengarnya.
"Wah, ini pasti enak! " lagi-lagi suara key yang didengarnya.
Ketika dia sampai di dapur melihat key dan nita yang sedang memandangi sebuah panci yang masih mengeluarkan asap panas dari makanan di dalamnya dengan masing-masing tangan memegang sumpit.
"Apa yang kalian makan? " suaranya mengejutkan nita dan key yang sudah menahan air liurnya karena ingin segera menyantap mie instan pedas yang mereka buat secara sembunyi-sembunyi.
"Daddy " key hampir tersedak ketika tadi telah berhasil menyeruput mie dari sumpitnya tidak menyadari kedatangan ayahnya.
"Key " panggilnya seraya berjalan perlahan ke arah mereka berdua, "kamu tahu ini hari apa? dan sepertinya tidak perlu daddy ingatkan kapan kamu boleh makan mie instan! "
"Aku cuma temani mommie " key melemparkannya pada nita.
Nita terdiam menelan ludahnya bulat-bulat ketika key memintanya bertanggung jawab, padahal dia sama sekali tidak tahu kalau di rumah ini tidak boleh sembarangan makan mie instan.
Dokter edwin tersenyum melihat nita yang bengong, dia lalu mengambil alih sumpit yang nita pegang.
"Tapi, karena daddy sedang lapar seharian bersama pasien di ruang operasi mencium wangi ini sepertinya daddy juga mau coba! " dia berkata pada key dan mendahului mereka berdua memakan mie.
"Daddy jangan makan sendirian! " key lalu mencoba mengambil mie yang berada di dalam panci itu.
"Dokter harus makan nasi! " nita dengan cepat mengambil panci berisi mie instan pedas yang dibuatnya yang tengah di perebutkan oleh key dan dokter edwin.
Dia merasa makan mie instan setelah seharian bekerja itu tidak akan baik untuk pencernaan suaminya.
"Makan ini saja " dia membuka tudung saji di atas meja makan dan lalu menyiapkan piring berisi nasi untuk dokter edwin.
"Terima kasih " ucap dokter edwin, "temani aku makan "
Nita menganggukkan kepalanya dan duduk disamping dokter edwin. Kedua matanya menangkap jari telunjuk tangan kiri dokter edwin yang terbalut plester untuk luka. Dan dia tidak tahu mengapa perasaannya tiba-tiba seperti tersayat melihat luka tersebut.
"Operasinya sulitkah? " lalu nita memberanikan diri untuk bertanya karena ini adalah pertama kalinya menunggu dokter edwin melakukan operasi begitu menghabiskan waktu yang lama.
"Lumayan " jawab dokter edwin dengan senyuman, "tapi aku beruntung bertemu dengan pasien itu "
"Kenapa? "
"Membuat aku sadar bahwa mulai sekarang aku tidak akan pernah memaksamu " jawabnya seraya memandang ke arah nita, "aku tidak akan memaksamu untuk tidak memakai pil kontrasepsi jika kamu merasa belum siap untuk hamil sekarang ini, kamu mempunyai hak untuk tubuhmu sendiri "
Nita tertegun mendengar pernyataan itu, dia merasakan sesuatu yang meletup-letup dari dalam hatinya.
Atau mungkin sekarang ini dia memang telah benar-benar jatuh cinta pada lelaki yang berada di sampingnya itu...