cinta dalam jas putih

Trik pertama



Trik pertama

 "Berhenti, kamu tidak boleh turun dari tempat tidur! " cetus yoga ketika dia masuk kedalam kamar tidurnya menangkap sosok nita yang sudah terbangun pagi ini.     

Nita kebingungan dengan perintah yoga tersebut, membuatnya menghentikan rencananya untuk segera mandi dan bersiap bekerja.     

"Hari ini kamu tidak boleh bekerja " ucap yoga, "kamu memang sudah tidak demam tapi wajahmu masih terlihat pucat "     

Nita masih dalam wajah bingungnya, "mungkin karena aku tidak memakai lipstik jadi terlihat pucat "     

Yoga menggelengkan kepalanya dengan wajah seriusnya, "ayo minum ini "     

Nita mengambil gelas berisi teh hangat yang yoga berikan dan meminumnya dua teguk, ketika dia terlalu lama terduduk dia merasakan kembali sakit di kepalanya. Membuatnya harus menyerah dan menyandarkan kepalanya dan merubah posisinya menjadi setengah duduk dengan bantal-bantal yang bertumpuk di belakang punggungnya.     

"Kamu masih sakit kepala? " yoga lalu memijit dengan lembut kening nita dan memandanginya dengan wajah penuh kesabaran.     

"Kamu harus lebih banyak istirahat, aku akan minta dion kesini untuk memeriksakan darahmu ke laboratorium "      

Nita masih bisa tersenyum diantara rasa sakitnya, "pak dokter inikan sudah biasa terjadi pada ibu hamil trimester pertama, jangan merepotkan dion seperti itu kalau dia banyak pekerjaan bagaimana? "     

"Yang dokter kan aku, kamu itu pasienku sekarang " jawab yoga, "kemarin saja yang dalam pengawasanku bisa lolos, jadi sekarang aku akan lebih ekstra hati-hati padamu "     

"Iya,iya, baiklah terserah dokternya saja " nita menyerah, semakin dia melawan untuk bicara semakin sakit kepalanya terasa lebih besar. Mungkin dia memang harus beristirahat dan mengikuti semua yang sudah ditentukan oleh suaminya itu atau dia akan mendapat nasehat yang terus menerus dan semakin membuatnya sakit kepala. Sepertinya di kehamilan sekarang ini dia sedang tidak menyukai orang-orang yang memberikannya nasehat termasuk suaminya itu.     

"Jangan lama-lama ya sayangku menyesuaikan diri di dalam tubuh mama, supaya kakak dan ayahmu tidak khawatir lagi " ucap nita pelan dengan usapan pelan di perutnya, sepertinya reaksi yang diberikan sang cabang bayi berbeda dengan keinginan nita. Tiba-tiba nita dari dalam perutnya serasa seperti terdapat sesuatu yang mendesaknya untuk dimuntahkan olehnya.     

Dengan cepat nita beranjak dan berjalan cepat menuju ke kamar mandi dan memuntahkan semua makanan yang baru saja dia makan.     

Dia merasakan ada usapan lembut di punggung nita.     

"Apa benar seperti ini bu? "      

Nita terkejut ketika beberapa detik yang lalu dia mengira yogalah yang mengusap punggungnya, dan suara axel yang terdengar di telinganya.     

"Axel sedang apa disini? " nita berusaha menahan rasa mualnya, tetapi sepertinya sudah tidak dapat dilakukannya. Dia tidak ingin axel melihatnya memuntahkan semua yang dimakannya pagi ini.     

Dan axel pun tetap berdiam diri di belakangnya dan mengusap punggung nita.     

"Ayah sedang bicara dengan seseorang di luar, dan tadinya aku ingin berpamitan dengan ibu untuk berangkat sekolah " ucapnya, "tapi sepertinya calon adik kecilku membuat ibu kesusahan lagi "     

Dia lalu menyodorkan sebuah handuk kecil pada ibunya itu, ketika melihat nita telah berhenti muntah.     

Nita menerimanya dengan senyuman, "ini bukan karena adikmu tapi memang kondisi tubuh bubu saja yang sedang tidak bagus "     

"Bubu tidak boleh bekerja mulai sekarang, harus banyak istirahat dan minum obat dengan baik dan teratur. Bukankah bubu petugas kesehatan, jika pada pasien bubu selalu cerewet agar meminum obat ketika sakit kenapa bubu tidak melakukannya pada bubu sendiri? "     

Nita terdiam ketika axel menjadi orang pertama yang mengomentari profesinya setelah bertahun-tahun, sepertinya putranya itu telah diam-diam mengamatinya dan mulai mirip dengan sikap sang ayah. Memang benar jika banyak yang menyebutkan buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya, dan axel adalah contoh nyata kali ini.     

Nita tersenyum mendengarkan semua yang disebutkan axel padanya, dia mengusap dengan lembut kepala axel.     

"Terima kasih sudah menjadi pengingat bubu ketika lupa " ucap nita menerima semua ucapan axel tentangnya.     

Di sudut pintu yoga yang berdiri mendengarkan pembicaraan mereka sedari tadi tersenyum dan berbalik ke arah luar, dia tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya yang teramat besar seperti sekarang ini. Rasa bahagia pada pemandangan berharga pagi ini yang membuat kedua matanya terlihat berkaca karena luapan rasa yang tidak dapat dibendungnya, satu tangannya segera mengusapnya. Dia menarik nafasnya dalam-dalam dan bergegas kembali kedalam kamar dimana nita dan putranya itu berada.     

Jauh dari tempat dimana nita yang tengah beristirahat, tampak aline yang sudah berdiri begitu lama siang ini menunggu seseorang.     

"Sabar aline, kamu harus sabar " dia berusaha untuk menenangkan dirinya ketika hal yang paling tidak disukainya yaitu menunggu seseorang yang tidak tepat waktu melandanya kali ini.     

"Nita bilang kesabaran itu akan membuahkan hasil yang membahagiakan " lagi-lagi dia berucap, sampai akhirnya berhenti sebuah mobil dihadapannya.     

"Maaf aku terlambat " aditya bicara dari dalam mobil dengan hanya membukakan pintu mobil untuk aline dari dalam.     

Semua tidak sesuai ekspektasi aline, tapi dia ingat trik pertama yang nita ucapkan padanya semalam. Dan lalu dia memaksakan dirinya untuk tersenyum lebar dan masuk ke dalam mobil.     

"Tadi tiba-tiba ada bagian kepegawaian datang untuk membicarakan sesuatu " lalu aditya menjelaskan alasannya datang terlambat.     

"Iya, saya tahu bapak pasti sibuk " aline berusaha tidak mempermasalahkannya, setelah dia berusaha menerima ketika aditya memintanya untuk menunggu di luar rumah sakit agar tidak dilihat orang dan dia sama sekali tidak membukakan pintu mobilnya untuk aline seperti yang selalu dokter yoga lakukan pada nita.     

"Kita makan di tempat favorit aku " ucap aditya, "kamu tidak ada acara penting kan hari ini? "     

"Aku sudah minta ijin pada orang tuamu akan mengajakmu pergi, dan mungkin akan sampai larut malam " sambung aditya.     

"Sampai larut malam? " tanya aline aneh, "kita mau pergi jalan-jalan atau jadwal ronda pak? "     

Aline lalu menutup mulutnya, candaan yang biasa muncul ketika bersama dengan erin terlontar begitu saja. Seketika wajahnya memerah karena tawa aditya pun muncul mendengar ucapannya.     

"Kamu warga negara yang baik juga tahu jadwal ronda " aditya menanggapi perkataan aline yang terdengar lucu.     

Dan wanita disampingnya itu sepertinya telah merasa kikuk, dia hanya bisa mesem-mesem karena rasa malunya.     

"Kamu satu akademi juga dengan kanita? " lalu aditya mencoba mencairkan suasana dengan pertanyaan pertamanya.     

"Iya, pak " jawab aline, "sampai sekarang dia masih menjadi teman terbaik sama seperti waktu kami pertama kali berteman di kampus dulu "     

"Dia baik sekali sepertinya " tanggap aditya.     

Aline menganggukan kepalanya, "dulu dia selalu dijadikan dimanfaatkan oleh semua teman satu kelas, ketika kami praktek komunitas di desa tidak ada satupun perawat puskesmas yang tidak menyukainya sampai putra kepala desa pun. Kami selalu berlimpah makanan dan diperlakukan dengan baik hanya supaya satu salam dari mereka kami sampaikan pada kanita "     

Aditya terlihat begitu tertarik dengan cerita yang aline ucapkan.     

"Lalu kanita memilih siapa? " sepertinya aditya penasaran dengan cerita selanjutnya.     

"Dia dengan wajah datarnya tidak pernah mendengarkan semua rayuan yang sebutkan padanya, dulu dia seperti tidak tertarik pada seorang laki-laki "      

Aditya tertawa kecil mendengar cerita aline, dia memiliki ekspresi unik ketika bercerita.     

"Lalu kamu? dengan siapa kamu berpacaran untuk pertama kali? " tiba-tiba aditya bertanya ke hal yang lebih pribadi pada aline.     

"Saya? " dia menunjuk wajahnya sendiri seraya memandangi wajah aditya yang masih fokus dengan kemudinya.     

"Iya "     

Aline lalu mengingat ucapan nita yang berusaha untuk tidak mengatakan bahwa dia belum pernah berpacaran.     

"Dengan salah satu perawat " jawab aline pelan.     

"Perawat rumah sakit kita kah? " aditya semakin menunjukan rasa penasarannya.     

"Bukan, dari rumah sakit lain " aline menjawab dengan memalingkan wajahnya dia menyembunyikan wajahnya yang telah berbohong itu.     

"Wah, sudah berapa kali kamu pacaran? "      

"Apa? " dan aline semakin kebingungan dengan pertanyaan aditya padanya kali ini, dia sedang berpikir keras angka mana yang harus dia ucapkan pada aditya kali ini.     

"Empat " lagi-lagi dia asal menjawab tanpa menyaringnya terlebih dulu.     

"Pak adit sudah berapa kali berpacaran? " aline melontarkan pertanyaan tersebut dengan ketakutan, dia ingat perkataan nita padanya ketika dia sudah tidak dapat lagi membuat jawaban dia harus menjadi orang yang berani bertanya.     

Aditya tersenyum, "kitakan hanya berdua disini, jadi jangan panggil aku bapak "     

Dia lalu terdiam sejenak untuk menjawab pertanyaan aline, "aku berpacaran satu kali dan jatuh cinta sekali dan sepertinya itu cukup"     

Aline tersenyum tipis dan seketika dalam pikirannya terlintas sosok nita, sepertinya dia telah jatuh hati terlalu dalam pada wanita yang sudah menikah itu.     

Dia mulai mengetahui bahwa sosok laki-laki disampingnya itu adalah seorang yang tidak mudah untuk jatuh cinta. Dan dia mulai menyadari sedari tadi aditya hanya membawa berputar-putar hanya untuk menyelesaikan pembicaraan mereka.     

"Sudah sampai " aditya menghentikan mobilnya dan tersenyum ke arah aline.     

Wanita itu terdiam memandangi bangunan di hadapannya itu. Ini untuk pertama kalinya dia pergi ke tempat yang asing baginya dan dengan orang yang belum begitu dikenalnya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.