Bab 181 \"BIASALAH!\"
Bab 181 \"BIASALAH!\"
MAAF YA TYPO MASIH BETEBARAN.
HAPPY READING….
Qia melambaikan tangannya ke Kenan yang sudah melajukan motornya meninggalkan area lobi kantor yang di kelola oleh Raka. Iya, Kenan tadi ternyata tidak mengantar Qia dengan mobil, melainkan dengan motor. Ketika Kenan mengangkat tubuh Qia yang reflek berteriak seraya mengalungkan tangannya di leher Kenan.
Qia sudah memohon agar dirinya naik bis saja, tetapi Kenan sama sekali tidak mengizinkannya Akhirnya Qia mengalungkan tangannya erat di leher Kenan seraya memejamkan matanya. Bahkan ketika Kenan meminta Qia untuk turun karena mereka sudah di samping motor. Qia sama sekali tidak mau turun, bahkan dirinya mengalungkan tangannya erat di leher Kenan.
Wajahnya yang ia sembunyikan di leher Kenan. Ia benar-benar tidak mau turun karena takut jika harus naik kemobil. "Buka mata kamu, dan lihat dulu apa ini," ucap Kenan yang berusaha untuk menari tangan Qia agar terlepas.
Ia sudah menurunkan Qia hingga Qia berjinjit dan Kenan agak mebungkuk karen Qia yang mengeratkan pelukannya di leher Kenan. Kenan menarik lengan Qia kuat hingga akhirnya pelukan Qia terlepas dari leher Kenan.
Kenan kemudian membalikkan tubuh Qia dengan memegang lengan Qia kuat agar Qia tidak membalikkan tubuhnya. "Buka mata kamu Qi," ucap Kena dengan suara lembutnya.
QIa yang bergerak mundur bermaksud menjauh pun akhirnya membuka matanya dan ia pun langsung terdiam melihat apa yang ada di depannya. "Kak, ini," ucap Qia seraya mendongakkan kepalanya menatap Kenan.
"Hum, ini motor supaya kamu enggak harus naik bis," ucap Kenan seraya menatap motor itu.
Kenan berbicara seraya menatap motor di hadapannya. Ia menatap motor itu karena apa ia bisa mengendarai motor itu. Ia memiliki pengalaman buruk dengan motor sehingga ia pun menatap terus kea rah motor. Berbeda dengan Kenan Qia tersenyum senang karena mendapatkan motor. Apalagi motornya ini jenis motor balap, jadi Qia sangat suka.
Walau dirinya masih kaku membawa motor laki-laki, tetapi ia bisa membawanya pelan-pelan. Qia langsung menaiki motornya begitu saja. "Kuncinya mana?" tanya Qia membuat Kenan tersadar dari melamunnya dan menatap Qia yang sudah duduk di atas motor.
"Pindah kebelakang, Qi!" perintah Kenan.
"Eh!" ucap Qia seraya mengernyitkan dahinya.
"Kok, pindah kebelakang. Kalau aku pindah kebelakang, siapa yang bawa motor? Kakak yang mau bawa?" tanya Qia mengernyitkan dahinya seray menatap Kenan.
"Iya, aku yang bawa!" jawab Kenan tegas.
Qia diam tetaoi kernyitan di dahinya semakin berlipat-lipat. Ia merasa aneh karena Kenan mau mengendarai motor. Kenan dulu pernah berkata kalau motor hanya untuk kalangan susah saja, karena jika panas kepanasan dan huja ke hujanan. Qia yang waktu itu mendengar sempat marah mendengar ucapan Kenan. Tidak semua orang yang naik motor itu orang tidak mampu. Hanya saja naik motor lebih cepat di bandingkan dengana naik mobil ketika jalanan macet.
Kenan ya Kenan, mulutnya jika berkata terkadang tanpa filter. Di depan Qia pun terkadang ia berkata sampah ketika menatap seorang wanita yang tidak ia suka. Sebagai seorang wanita, tentu saja Qia tersinggung. Mau buruknya seperti apapun wanita ya wanita. Kalau begitu, jika ada pria yang brengsek, dia juga sampah.
Qia pernah mengatakan hal itu pada Kenan dan jawaban Kenan adalah iya. Lelaki yang brengsek adalah sampah. Qia benar-benar tidak habis pikir dengan Kenan yang bahkan mengiyakan jika kaumnya yang brengsek adalah sampah.
"Berati kakak sampah!" ucap Qia pada waktu itu.
"Aku bukan sampah!" tegas Kenan dengan tatapan marahnya.
"Kakak mengatakan wanita itu sampah, padahal wanita itu baik. Berarti kakak sampah karena termasuk pria brengsek seenaknya sendiri mengatakan sampah pada wanita yang baik," ucap Qia menatap marah Kenan.
"Gua bukan sampah!" marah Kenan.
"Terserah kakak!" jawab Qia kesal dan ia pun segera melangkah pergi meninggalkan Kenan.
Kenan pun hanya diam tidak mau menyusul Qia sama sekali. Hubungan mereka menjauh, tetapi Qia yang bucin itu hanya bertahan beberapa hari tidak menghubungi Kenan. Mereka kembali dekat dan tidak pernah ada kata permintaan maaf dari masih-masing mereka. Namun, semua baik-baik saja. Tidak ada yang harus di permasalahkan lagi.
Qia pun turun dari atas motor, kemudian ia membiarkan Kenan naik ke motor terlebih dahulu. Setelah itu baru dirinya yang naik ke atas motor duduk di jok belakang. Qia sedikit meberikan jaraknya, bahakn dirinya sama sekali tidak berpegangan pada tubuh Kenan.
"Pegangan Qi." Ucap Kenan.
Qia tidak menjawab sama sekali membuat Kenan segera menolehkan kepalanya ke belakanh kemudian menarik tangan Qia agar melingkar di pinggangnya. Kenan pun kemudian menghidupkan motornya, ia diam beberapa saat untuk menenangkan perasaannya bahwa tidak akan terjadi apa-apa padanya.
Motor pun mulai melaju meninggalkan basement appartementnya. Sepanjang perjalanan menuju kantor, tidak ada sama sekali pembicaraan antara mereka berdua. Kenan begitu fokus dengan jalanan. Qia pun tidak mau menganggu konsentrasi Kenan membawa motor.
Dan di sinilah Qia sekarang, di depan lobi kantor seraya menatap Kenan yang mulai mendekati gerbang. Setelah Kenan keluar dari gerbang, Qia pun masuk ke dalam perusahaan. Ketika dirinya menaiki tangga menuju lantai dua, Raka sudah berdiri di sampingnya.
"Pagi," sapa Raka dengan suaranya yang terdengar bahagia.
"Pagi,bang," jawab Qia yang kini sedang mengatur napasnya karena terkejut dengan kedatangan Raka yang tiba-tiba.
Raka malah terkekeh melihat Qia yang sedang mengatur napasnya. Setelah napas Qia kambali teratur dan detak jantungnya juga sudah normal kembali, Qia menatap tajam ke arah Raka yang kini terdiam karena tatapan tajam Qia. "Jangan ngagetin ngapa, sih, bang!" kesal Qia.
"Ya, mana tahu, kalau kamu bakalan kaget," jawab Raka begitu santai membuat Qia memutar malas bola matanya.
Saat ini tidak ada karyawan lain di sekitar Raka, sehingga Qia bisa memanggil Raka dengan panggilan bang. Qia yang malas meladeni Raka lama-lama pun kini melangkahkan kakinya untuk berjalan menunju ruang kerjanya bersama Raka.
Raka pun mengikuti langkah Qia di sebelahnya. "Jangan ngambek dong, Qi," bujuk Raka seraya menoel lengan Qia.
"Ih, apaan sih," ucap Qia kemudian menghinar toelan Raka.
"Ih, ngambek, gitu aja," ucap Raka yang kembali menoel lengan Qia.
Qia hanya diam tidak menjawab, ia terus melangkah dan masuk ke ruangannya bersama Raka. Ia meletakkan sling bagnya ke atas meja dan mendudukkan dirinya di kursi kerjangan. Raa mengernyitkan dahinya melihat tangan Qia yang di bebat dengan kain kasa.
"Kenapa tangan kamu Qi?" tanya Raka dengan wajah khawatirnya seraya mengangkat tangan Qia dengan hati-hati.
"Biasalah! Teman abang itu kan agak-agak, kalau lagi kumat anehnya," jawab Qia dengan malas.
TBC…
YO YO YO GUYS… GIMANA PART INI?
DUDUDUDDU… YUKSLAH BANYAKIN KOMENT N POWER STONENYA YA GUYS…