Bab 141 \"HANYA SIMBIOSIS MUTUALISME\"
Bab 141 \"HANYA SIMBIOSIS MUTUALISME\"
UP AGAIN GUYS… BTW" YUKSLAH YANG BANYAKIN POWER STONE DAN HADIAH. BANYAK-BANYAKAN YOK GUYS… NANTI AKAN ADA HADIAH UNTUK KALIAN. KALIAN BISA KOMENT DI PART INI JIKA KALIAN BERMINAT. NANTI AKU AKAN MENGHUBUNGI KALIAN.
OH IYA, AKU MAU MINTA MAAF YA KALAU TYPOKU MASIH BETEBARAN.
HAPPY READING….
Hari ini Raka rasanya masih malas untuk masuk kantor, tetapi ia tidak bisa seperti itu. Ia memiliki tanggung jawab atas perusahaan yang ia pegang. Ia pun bekerja tetapi pikirannya mengawang jauh ke depan. Ia memikirkan tentang Kenan dan Qia yang saat ini sedang honeymoon. Hembusan napas berat itu ia keluarkan kemudian ia meletakan pena yang sedang ia pegang ke atas meja dan menutup map yang sedang ia cek.
Raka menyandarkan pungunggnya ke sandaran kursi kerjanya seraya menutup matanya. Hembusan napas berat itu kembali ia keluarkan karena tidak sanggup membayangkan jika Kenan dan Qia sampai melakukan hal intim. Ia tahu Kenan membenci seorang wanita, tetapi sepertinya hal itu tidak berlaku pada Qia.
Raka bisa melihat sendiri bagaimana Kenan bersikap pada Qia. Bahkan ia sendiri cukup heran bagaimana cara Kenan yang menjaga Qia dengan begitu posesif. Secara terang-terangan Kenan menunjukkan rasa tidak sukanya jika Qia dekat-dekat dengan seorang pria bahkan ia tidak menyukai Qia yang tersenyum dengan lawan jenisnya.
Ia menduga bahwa selama ini Kenan menunggu Qia, karena dengan dia menjadi gay itu bisa membuatnya beralasan untuk tidak menikah dan bersikap dingin pada wanita. Pada nyatanya dirinya sedang menunggu Qia datang kembali padanya. "Kenapa aku begitu bodoh bisa ikut terjerat dalam kebohongan Kenan selama ini," ucapnya seraya menghela napasnya dan ia sudah membuka matanya menatap langit-langit ruang kerjanya.
Suara pintu di ketuk seorang wanita yang tidak lain adalah salah satu karyawannya itu masuk untuk mberikan laporan keuangan yang Raka tadi minta. Setelah memberikan laporan wanita itu ke luar dan Raka kembali menghela napasnya begitu berat. Kenapa dirinya bisa sebodoh ini tidak mengetahui motif sesungguhnya Kenan.
Jika mengingat wajah Kenan ketika pertama kali dulu dirinya dan Kenan melakukannya, Kenan terlihat ragu walau pada akhirnya mereka melakukannya. Beberapa kali dirinya juga seperti memikirkan sesuatu jika mereka selesai melakukan hubungan. Terkadang Kenan memang langsung tertidur, tetapi terkadang Kenan pun berjalan ke balkon appartemenya dan duduk diam sambil menatap langit malam.
"Lima tahunan bukanlah waktu yang singkat, tetapi mengapa aku tidak menyadari hal-hal sekecil itu?" tanyanya entah pada siapa. Dirinya begitu frustasi memikirkan semua ini, ia merutui kebodohannya yang terjadi selama lima tahunan ini.
Sepulang bekerja, Raka langsung pulang tidak pergi kemana pun. Baru juga ia meletakkan sepatunya di rak sepatu, sebuah panggilan telphone di handphonenya itu terdengar. Raka pun mengambil handphonenya dari saku cekananya. Ia langsung mengambilnya dan melihat siapa yang menelphonenya. Nama Chika yang tertera di layar handphonenya. Raka pun segera mengangkat panggilan itu.
"Hallo," ucapnya seraya berjalan masuk.
["Udah pulang?] tanya Chika dari sebrang sana.
"Udah," jawab Raka singkat kemudian ia mendudukkan diri di sofa.
Raka menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa dan matanya menatap langit-langit appartemennya. "Bersihin badan gih, habis itu jangan lupa makan malam," ucap Chika.
"Hum, iya" jawab Raka singkat.
["Kamu sedang apa sekarang?"] tanya Chika lagi.
"Telponan sama kamu," jawab Raka.
["Kalau itu gua tahu, gua juga sekarang lagi telponan sama lo. Maksud gua selain telponan lo ngapain lagi?"] tanya Chika kesal.
"Duduk," ucap Raka singkat.
"Ya udah deh, kayaknya kamu lagi sibuk banget. Bye!" kesal Chika karena Raka yang menjawabnya malas seperti itu. Ia pun tanpa basa-basi lagi langsung memutuskan sambungan telphonenya.
Raka tidak peduli dengan Chika pikirannya sedang kacau jadi ia tidak peduli dengan sekitarnya. Ia bangun dari dudukknya dan berjalan ke kamar untuk membersihkan tubuhnya. Di tempat lain tepatnya di kamar hotel Chika menginap Chika melemparkan handphonenya ke atas tempat tidru dengan kesal.
Ia seharian ini tidak bisa menghubungi Raka karena pekerjaannya, jadi ia sangat merindukan Raka. "RIndu?" tanya Chika ketika sadar apa yang ada dalam benaknya.
"Enggak-enggak, gua enggak rindu sama dia. Untuk apa aku rindu dengan dia. Aku dan dia itu tidak ada hubungan apapun, kita terikat hanya karena simbiosi mutaualisme. Bukan hal lainnya, jadi mana mungkin aku rindu dengan pria itu!" ucapnya yang menolak lagi perasaannya.
Kemarin masalah dia yang mencintai Raka, sekarang masalah dia yang merindukan Raka. Menurutnya semua itu tidaklah benar, ia tidak mencintai ataupun merindukan Raka. Apa yang terjadi padanya semua hanya karena dirinya yang terbiasa bersama Raka. Seperti apa kata orang "Perasaan hadir karena terbiasa bersama."
Chika membulatkan matanya dengan apa yang tadi ia katakana. "Perasaan hadir karena terbiasa," gumamnya. "Enggak, enggak, enggak . Gua enggak ada perasaan apapun sama dia!" kekeh Qia menolak perasaanya.
Dalam hatinya yang terdalam tanpa sadar ia sudah jatuh cinta pada Raka, tetapi ia menolak hal itu karena dari Raka sendiri tidak ada tanda-tanda bahwa ia merasakan hal yang sama seperti dirinya. Chika merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur seraya menatap langit-langit kamar hotel yang ia tempati.
Chika menghembuskan napasanya dengan berat memikirkan perasaannya ini. Baru beberapa hari ia disini tetapi ia menyadari jika ia menyukai Raka. Sekuat apapun bibirnya berkata dirinya tidak mencintai Raka dan hubungan mereka hanya simbiosis mutualisme saja. Lelah dengan segala pemikirannya, Chika pun akhirnya memejamkan matanya dan ia pun mulai tertidur.
Keesokan paginya Chika terbangun dengan tubuh segarnya, ia merih handphonenya dan melihat apakah ada pesan dari Raka. Tetapi tidak ada satu pun pesan dari Raka. Chika pun melempar asal ke arah tempat tidur kemudian ia pun bangun dari tidurnya. Setelah itu, ia berjalan ke arah teko air panas untuk memasak air panas dan menyeduh teh.
Kebiasaan Raka yang sering meminum teh ketika bangun kini Chika melakukannya. Padahal Chika itu tidak terbiasa meminum teh atau apapun yang hangat di pagi hari. Ia biasanya minum jus ataupun fresh milk dingin di pagi hari.
Selagi menunggu airnya mendidih, ia berjalan ke arah balkon kamar hotelnya. Ia berdiri di balkon kemudian menghirup napas dalam-dalam untuk menikmati udara pagi yang menyegarkan ini. Paru-parunya merasakan kesejukan ketika ia menghirup napas dalam-dalam dengan begitu pelan.
Chika merentangkan kedua tangannya seraya menutup matanya. Ia kembali menghirup napas pelan-pelan untuk mersakan kesejukan pagi hari ini. Hal ini membuat Chika menjadi sedikit relax dan melupakan sejenak segala pemikirannya.
TBC….
YO YO YO… BANYAKIN KOMENT DAN POWER STONENYA YOK GUYS. BOLEH JUGA KALAU ADA YANG MAU KASIH HADIAH. WEHEHEHE…