Menikah dengan Mantan

Bab 95 \"KESEMPATAN KEDUA YANG MERAGU\"



Bab 95 \"KESEMPATAN KEDUA YANG MERAGU\"

YUHUU... UP LAGI... SEBENTAR LAGI MASUK MAKAN SIANG. AKU KASIH ASUPAN YA... UNTUK PENGGANJAL. WEHEHEH...     

MOHON MAAF JIKA MASIH ADA TYPO YA GUYS...     

HAPPY READING     

Qia berjalan malas memasuki area perusahaan, tidak terasa sudah sebulan lebih ia bekerja di perusahaan ini. Ia pun beberapa hari lalu baru saja pindah ke kosan yang tidak jauh dari perusahaan. Harga kosannya cukup menguras kantongnya hanya saja di bandingkan uang habis untuk ongkos lebih baik mencari kosan yang dekat dan bisa mengirit pengeluaran.     

Harga kamar kosannya yang besarnya 4x5 meter dengan fasilitas kamar mandi di dalam, tempat tidur, kipas angin dan meja itu harganya 1,5 juta rupiah perbulan. Gaji Qia perbulannya 3 juta rupiah jadi ia masih memiliki tabungan 1,5 juta untuk biaya-biaya lainnya. Untuk listrik perkamarnya ada token masing-masing jadi Qia pun mengisi tokennya sendiri.     

Bagi Qia yang kehidupannya sederhana semenjak keluarganya meninggal semua, kamar kosan dan gajihnya kali ini adalah yang terbaik. Ya selama ini kosan Qia hanya kecil dengan kamar mandi bersama atau seperti kemarin yang kamar mandinya ada di dalam hanya saja tidak ada fasilitas sama sekali. Dan sekarang kamar kosannya jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya.     

Ia tidak menyangka jika di pecatnya ia dari kafe bisa mendapatkan pekerjaan dengan hasil bagus. Apalagi jam kerjanya yang hanya dari pagi hingga petang. Tidak seperti dulu, ia bekerja dari pagi hingga malam. Terkadang siangnya ia jadikan malam untuk beristirahat dan malamnya ia gunakan sebagai siang karena ia yang bekerja malam hari.     

Semenjak lulus sekolah, Qia baru dua kali pindah pekerjaan. Pekerjaan pertamanya yaitu sebagai pelayan di kafe dengan gajih 1,7 juta rupiah dan ia keluar dari kafe itu karena ingin mendapatkan gajih yang lebih besar. Ternyata gaji besar cobaan semakin banyak, apalagi di tempatnya bekerja terakhir kali itu tidak ada hitungan lembur. Jika sudah lewat jam pulang tetapi pekerjaan belum selesai semua hanya di sebut sebagai loyalitas karyawan pada perusahaan.     

Gajihnya memanglah lebih baik yaitu 2, 1 juta rupiah, tetapi pekerjaannya benar-benar membuat lelah. Belum lagi banyak orang bermuka dua di kafe itu. Jadi ia hanya bisa bersikap baik-baik pada orang-orang bermuka dua itu. Ia di pecat terakhir kali pun karena memang kesalahannya tetapi selain itu juga ada orang yang mengadu tidak-tidak tentangnya.     

Padahal Qia sendiri tidak pernah mengusik orang-orang di sana. Pulang kerja ya dia pulang tidak kemana-mana. Jika ada yang mengajaknya pergi main terkadang ia ikut, tetapi sering banyak tidak ikutnya. Semua tergantung dengan situasinya saat ini.     

Qia saat ini sedang makan siang di rooftop kantor bersama Sisilia. "Mbak," panggil Sisilia ketika ia sedang membuka bekalnya.     

"Kenapa?"     

"Betah enggak kerja di sini? Kan udah sebulan mbak kerja di sini."     

"Ya, betah aja lah. Kenapa memangnya? Apa kamu enggak betah?"     

"Pingin dapet kerjaan yang lebih baik lagi mbak," ucapnya dengan wajah murung.     

"Bukankah kerja disini gajinya lumayan, ya?" tanya Qia heran. Karena memang menurutnya gaji di perusahaan ini lumayan besar.     

"Iya sih mbak, tapi aku masih kurang."     

"Padahal kamu udah lama kerja disini kan?"     

"Iya, sih mbak," jawab Sisilia dengan wajah murungnya.     

Qia menatap Sisilia yang berwajah murung, baru kali ini ia melihat Sisilia yang murung. Karena sebelumnya Sisilia itu tidak pernah berwajah murung selama ia mengenal Sisilia. Gadis itu selalu berwajah ceria dan tidak pernah terlihat murung seperti ini. Ia pun mulai memakan bekalnya dan tidak ada pembicaraan lagi antara Qia dan Sisilia.     

Selesai makan siang, mereka pun merebahkan dirinya di atas kardus yang di jejer supaya pakaian mereka tidak kotor. Qia kini sibuk dengan segala pemikirannya, begitu juga dengan Sisilia. Qia mengingat lagi kejadian yang sering terjadi pada dirinya semenjak terakhir kalinya ia berbicara dengan Kenan. Ia beberapa kali berpapasan dengan Kenan yang wajahnya terlihat datar dan dingin sama seperti pertama kali ia masuk kerja. Dan Kenan pun sama sekali tidak pernah menganggunya lagi.     

"Jika dia mencintaiku dan ingin aku menjadi kekasihnya, seharusnya ia mencoba memperbaki semua ini bukan?" tanya Qia dalam hati.     

Mama Kenan akhir-akhir ini sering mengajaknya bertemu, bahkan dirinya tidak tahu bagaimana bisa Mama Kenan memiliki nomor handphonenya. Mama Kenan bertemu dengannya karena alasan Kenan. Ia bilang Kenan itu sangat mencintainya dan ia ingin Qia yang menjadi istrinya. Ia bahkan dengan keras menolak menikah dengan wanita yang lebih dari Qia.     

Mendengar ucapan Carla yang membandingkannya dengan wanita yang di jodohkan pada Kenan membuat Qia kesal. Memangnya semua harus di nilai dari pendidikan atau nama keluarga. Namun, di sisi lain ia pun sedikit senang karena Kenan mau dirinya untuk menjadi istrinya.     

Qia berusaha tidak menunjukkan respon berlebih pada Carla bahkan ketika bertemu Kenan pun ia hanya tersenyum hanya untuk menghormati Kenan sebagai atasannya. Jika memang Kenan menyukainya dan ingin Qia menjadi istrinya tetapi, kenapa Kenan seolah-olah tidak mengenal dirinya.     

Qia pun menjadi kesal sendiri dengan sikap Kenan yang tidak sesuai dengan ucapan Mamanya. Kini ia merasa yakin dengan Kenan karena sudah mendapat izin dari Mamanya walau sebelumnya ia masih belum yakin padahal Kakek Kenan sendiri sudah merestuinya.     

Entah kenapa setelah Carla beberapa kali menemuinya ia pun ingin memberi kesempatan untuk Kenan dan jika Kenan melamarnya ia mungkin akan menerimanya. Mungkin tapi, karena masih ada sedikit keraguan dalam hatinya untuk Kenan. Dan ia lebih memilih untuk tidak bersama Kenan karena hal yang awalnya ragu-ragu bisa menghasilkan hasil yang tidak baik. Itu sih sebenarnya hanya pemikiran dari Qia saja.     

Istirahat selesai dan mereka pun kembali ke ruangan mereka. Jika tidak ada pekerjaan lagi ya, mereka hanya berkumpul di pantry. Telpon kantor berdering ternyata di suruh mengantarkan cemilan juga teh ke ruangan Kenan.     

"Biar aku saja yang mengantar ke ruangan pak Kenan," ucap Mawar dan ia akan membuatkan teh untuk tamu-tamu Kenan.     

"Bu Flora menyuruh Qia yang mengantarkan ke ruangan Pak Kenan," ucap Bu Ari yang tadi memang mengangkat telponnya.     

"Qia? kok Qia? kenapa harus Qia?" tanya Mawar tidak terima.     

"Itu interupsi dari bu Flora, jadi kamu tanya ke bu Flora saja karena bu Flora hanya berpesan agar Qia yang mengantarkannya."     

"Huh, lo pasti pakai pelet kan, ke pak Kenan!" kesal Mawar seraya mendengkus kesal.     

"Hush, jangan begitu Mawar. Itu tidak baik." Tegur bu Ari pada Mawar.     

Mawar tidak peduli, ia pun melangkahkan kakinya ke luar dari pantry. Qia menghebuskan napasnya dengan berat. Ada apa lagi dengan Kenan. Kenapa tiba-tiba ia menyuruh Qia untuk membawa minuman ke ruangannya.     

Semenjak kejadian di rumah Raka, Kenan sudah benar-benar tidak pernah menyuruhnya ke ruangannya. Sekarang tiba-tiba saja ia di suruh ke ruangannya. "Apa mau Kak Ken kali ini?" tanyanya dalam hati.     

TBC....     

YUKS, TINGGALKAN JEJAK KOMENT DAN POWER STONENYA YA GUYS...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.