Menikah dengan Mantan

Bab 192 \"ANCAMAN SEHARI SEBELUM PERNIKAHAN\"



Bab 192 \"ANCAMAN SEHARI SEBELUM PERNIKAHAN\"

HAI HULA HULA.. UP GUYS…     

MAAF YA… TYPO MASIH BETEBARAN.     

GUYS… MASIH ADA TIGA ORANG YANG BELUM HUBUNGIN AKU UNTUK MENGAMBIL HADIAN YANG UDAH AKU SIAPIN.     

OH IYA GUYS.. AKU ADA CERITA BARU YNG JUDULNYA PERNIKAHAN SATU MALAM. YUKS RAMAIKAN RIVIEW, KOMENT DAN POWER STONENYA GUYS…     

SEPERTI BIASA, KALAU BANYAK KASIH POWER STONE, AKU KAAN KASIH HADIAH UNTUK KALIAN.     

Qia masuk ke dalam appartement tanpa peduli dengan teriakan Lova di luar. Ia berjalan ke kamar dan menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur. Helaan nafas berat itu ia hembuskan. Kenapa tidak pernah ada orang yang menyetujui dirinya bersama dengan Kenan. Ada saja orang yang berusaha mengancam dirinya ketika ia bersama dengan Kenan. Dulu Aurora, sekarang Lova sepupu Kenan.     

"Apa aku benar-benar enggak pantas bersanding dengan kak Ken?" tanya Qia kemudian ia menghela napasnya dengan berat.     

Qia menatap langit-langit kamarnnya kemudian ia pun mendudukkan dirinya. Ia mengambil handphone di tas nya kemudian melihat apakah ada oesan dari Kenan atau tidak. Dan jawabannya adalah tidak. Kenan benar-benar tidak menghubunginya seharian ini.     

"Apa kak Kena sibuk banget ya, sampai enggak ngehubungin aku lagi?" tanya Qia dengan wajah sedihnya.     

Qia pun berinisiatif menelphone Kenan terlebih dahulu. Panggilan pertama tidak di angkat oleh Kenan membuat Qia menjadi semakin murung. Qia berpikir untuk kembali menelphone tetapi Qia mengurungkan niatnya untuk menelphone Kenan. Qia pun akhirnya memilih menelphone Raka. Tidak butuh lama panggilannnya di angkat oleh Raka. "Halo Qi," jawab Raka yang sedang membuat makanan.     

"Bang, sibuk enggak?" tanya Qia.     

"Enggak, kenapa?"     

"Capek enggak, seharian kerja?" tanya Qia lagi.     

"Enggak, kenapa Qi?" tanya Raka lagi.     

"Muka abang mana sih?" tanya Qia karena memang ia menelphone Raka dengan panggilan Vidio Call.     

"Aku lagi buat makanan, kenapa?"     

"Kak Kena lagi sama abang enggak?" tanya Qia.     

"Enggak, dia ada di kamar sebelah," jawab Raka.     

"Pulang jam berapa tadi bang?" tanya Qia yang kini berjalan ke arah kamar mandi.     

"Jam 7 an sampai hotel. Ada apa telephone, apa kamu ada perlu sama Kenan makannya kamu telephone abang?"     

"Iya, sih bang. Tapi—" Qia menggantungkan kalimatnya karena ia sedang membasuh wajahnya.     

"Tapia apa Qi?" tanya Raka yang mematikan kompornya dan ia bisa mendengar suara keran sari sambungan telphonenya.     

"Kamu lagi di kamar mandi?" tanya Raka karena Qia kembali tidak menjawab. Raka pun akhirnya berjalan untuk mengambil wadah meletakkan makannyya. Membiarkan saja panggilan video call itu sampai Qia yang nantinya bicara. Suara ketukan di pintu kamarnya membuat Raka yang baru saja duduk di kursi sofa itu pun kembali berdiri.     

Ternyata Kenan lah yang mengetuk pintunya. Kenan pun segera masuk dan menutup pintunya, ia tanpa aba-aba segera menghimpit tubuh Raka ke dinding dan memagut bibir Raka. Raka dengan kuat langsung mendorong tubuh Kenan karena ia ingat sambungan vidiocall masih tersambung.     

"Bang Raka!" panggil Qia.     

"Qia telephone," ucap Raka menjelaskan pada Kenan yang wajahnya tidak suka dengan penolakan Raka.     

"Abang!" panggil Qia lagi. Qia melihat sambungan telphonenya masih terhubung, bahkan masih terhubung bukan menyambungkan.     

"Abang!" teriak Qia membuat Raka dan Kenan tersentak kaget karena teriakan Qia yang cukup kuat pun berefek panggilannya di loudspeaker itu terdengar jelas.     

Raka segera kembali ke sofa dan kini kameranya menghadap ke arah Raka. "Kenapa sih, teriak-teriak?"     

"Aku pikir abang tadi pingsan," jawab Qia yang terlihat sedang merebahlan tubuhnya di atas tempat tidur.     

"Bang, Qia mau cerita. Tapi—"     

"Tapi apa?" tanya Raka dan Kenan kini sudah duduk di samping Raka.     

Qia menghela napasnya kemudian ia meletakkan handphonenya begitu saja di atas tempat tidur sehingga layar handphonenya kea rah langit-langit kamarnya. "Tapi enggak boleh bilang Kenan kalau kamu telephone aku?" tanya Raka dan terdengar helaan napas berat dari Qia. Raka kini menatap Kenan kemudian ia menyerahkan telphonenya ke Kenan.     

Kenan menatap Raka penuh kebingungan, "ini," ucap Raka dengan suara berbisik.     

"Apa Qia itu beneran enggak pantas untuk Kak Ken ya bang?" tanya Qia dengan suara lirihnya.     

"Kamu ngomong apa sih, Qi?" tanya Raka seraya menatap Kenan yang hanya diam. Ia ingin mendengar apa yang akan di katakan oleh Qia.     

"Bang, percaya enggak kalau aku bilang ada orang yang mau celakain aku karena enggak suka aku nikah sama Kak Ken?" tanya Qia dengan suara lirihnya.     

"Apa maksud kamu?" tanya Kenan membuat Qia langsung terkejut.     

"Kak, Ken?" tanya Qia begitu terkejut.     

"Katakan, siapa yang mau lukain kamu. Mama?" tanya Kenan dengan nada suara marahnya.     

Raka pun ikut marah mendengar ucapan Qia, apalagi ketika Kenan menyebut mamanya yang tidak menyukai Qia. Ia pun menjadi marah karena ia melihat langsung bagaimana mama Kenan memperlakukan Qia di depan teman-temannya.     

"Enggak! bukan mama," jawab Qia cepat seraya menggelengkan kepalanya. Ia pun kini mengambil handphonenya dan melihat raut wajah Kenan di layar handphonenya.     

"Janan bohong!" tegas Kenan.     

"Bukan mama, tapi Lova."     

"Lova?" tanya Kenan mengernyitkan dahinya.     

"Iya, tadi dia kesini dan ngasih tahu bahwa dia yang mau nabrak Qia sehari sebelum hari pernikahan.     

"Apa? Menabrak kamu sehari sebelum pernikahan?" tanya Kenan terkejut begitu pun dengan Raka.     

"Iya, kak," jawab Qia dengan raut wajah takutnya. Melihat wajah Kenan begitu ia menjadi takut sendiri. Apalagi ia tidak mengatakan tentang kejadian sebelum hari pernikahan pada Kenan. Qia juga tidak menelphone Kenan ketika kecelakaan itu hampir terjadi.     

"Kenapa kamu enggak bilang sama aku?"     

"Aku pikir waktu itu hanya orang yang lagi buru-buru aja," jawab Qia takut-takut.     

"Ceritain gimana kejadiannya," ucap Kenan dengan nada menuntut.     

Qia pun mulai menceritakan apa yang terjadi ketika hari kecelakaan itu. Dari ia yang sedang menyebrang sampai mobil yang mengarah ke arahnya. Untungnya dia bisa menghindar dengan segera berlari ke pinggir jalan. "Kamu juga jalan enggak lihat kanan kiri," ucap Kenan lepas.     

"Terus kenapa Lova bisa bilang ke kamu, apa dia enggak takut bisa di laporin ke polisi?" tanya Kenan.     

"Aku enggak tahu kak, tiba-tiba aja dia udah ada di depan pintu appartement. Dia cuma ngasih tahu aku dan minta aku bercerai dengan kak Ken. Selain itu—" ucapan Qia terhenti dan terlihat Qia sedang bergerak untuk mencari sesuatu.     

"Selain itu apa Qia?" tanya Kenan penasaran karena Qia tidak melanjutkan ucapanya.     

"Hah, untung masih ada," ucap Qia dengan nada suara yang lega.     

"Apa yang masih ada?" tanya Kenan mengeryitkan dahinya.     

Qia tidak menjawab, ia meletakkan apa yang ia cari ke atas tempat tidur kemudian memindahkan kamera menjadi kamera belakang. Kenan membaca tulisan yang ada di kertas itu, seketika Kenan membulatkan matanya melihat apa surat yang Qia tunjukan padanya.     

"Surat perceraian?" tanya Kenan tidak percaya.     

"Iya, kak. Dia yang ngasih ini ke aku," jawab Qia membuat Kenan mengepalkan tangannya erat-erat. Ia benar-benar tidak menyangka jika Lova akan melakukan hal gila seperti itu. Bahkan secar terang-terangan mengakui apa yang ia lakukan.     

TBC…     

YO YO YO… GIMANA INI GUYS…     

YUKS LAH KOMENT DAN POWER STONENYA BANYAKIN YA GUYS…     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.