Aku memang romantis.
Aku memang romantis.
Hingga waktu 90 menit itu telah mereka habiskan untuk menyelesaikan soal ujian. Jhonatan dan ketiga saudaranya keluar dari ruangan walau mereka terbagi dalam ruangan yang terpisah.
"Hah!! Akhirnya selesai juga ujiannya." Kata Fatih sambil duduk di bangku depan kelas.
"Iya, semoga hasilnya baik ya." Ujar Leo.
"Amiin!!!" Jawab Fahri dan Fatih serempak.
Jhonatan melihat Lala yang baru saja keluar bersama dengan Yola, niat hati ia ingin segera bertemu dengan Lala, namun Silvia sudah memanggilnya terlebih dahulu.
"Jhon!" Lala dan Yola yang berjalan membelakangi Silvia sontak ikut menoleh kebelakang melihat siapa orang yang memanggil Jhonatan.
Yola dan Lala saling pandang lalu beralih memandang Jhonatan yang juga memandang mereka dan juga Silvia, terlihat kebimbangan di mata Jhonatan antara ingin menemui Lala atau Silvia. Belum sempat Jhonatan menentukan keputusan kini justru Silvia berlari ke arahnya lalu dengan paksa menarik Jhonatan untuk mengikuti langkahnya, walau dengan agak terpaksa Jhonatan mengikuti langkah Silvia yang menariknya menjauh dari teman dan saudaranya. Disela langkahnya Jhonatan menoleh ke belakang melihat wajah Lala yang terlihat kecewa, namun apa daya tarikan di pergelangan tangannya sangat kuat.
"Ada apa Silvia, sampai kau menarik tanganku dah kaya narik kambing tau ga?"
Jhonatan menatap Silvia yang duduk dengan wajah menunduk, lalu terlihat mtiara bening menetes dari pelupuk matanya yang membuat Jhonatan terkesiap.
"Kamu kenapa Sil?" Tanay Jhonatan sambil memegang kedua bahu Silvia. Silvia tak menjawab namun Ia langsung menghambur ke pelukan Jhonatan dengan isakan yang semakin menjadi. Jhonatan semakin bingung dengan apa yang terjadi dengan Silvia.
"Ada apa Sil, ceritakan padaku." Silvia masih memluk Jhonatan dengan erat sambil terus menangis, beruntung mereka kini berada di ujung taman yang jarang di lalui oleh siswa yang lain.
Jhonatan membiarkan Silvia untuk menangis di pelukannya hingga setelah beberapa saat tangisan itu mereda, lalu dengan sendirinya Silvia melepaskan tubuh Jhonatan dari kungkungannya.
"Jadi, kenapa kamu menangis?" kata Jhonatan sambil menghapus air mata di pipi Silvia dengan kedua ibu Jari nya.
"Jhon, mau kah kamu menjadi pacarku walau hanya untuk sesaat saja?" Jhonatan mengerutkan dahinya tak mengerti dengan arah pembicaraan Silvia.
"Maksud kamu apa Sil?" Tanya Jhonatan sambil menatap wajah Silvia lekat.
"Aku dijodohkan oleh orang tuaku, dan aku tak bisa menolak karena kondisi ayahku yang sudah sakit parah."
Jhonatan menarik nafas berat mendengar jika Silvia di jodohkan, ada rasa tak terima dengan hal itu tapi apa yang dapat Ia lakukan sementara dia masih harus melanjutkan sekolahnya dan belum ada cukup bekal untuk menikahi Silvia, lagi pula usianya masih sangat muda, Ia takut itu hanya emosi sesaat saja.
"Lalau maksud kamu ingin kita pacaran apa, Sil?"
Silvia memandang wajah yang sudah tiga tahun ini mengisi hatinya walau tak ada kata cinta terucap dari keduanya tentang perasaan mereka.
"Aku hanya ingin merasakan bagaimana menghabiskan waktu bersama orang yang aku sayangi, sebelum aku menikah dengan laki-laki pilihan ayahku di negara C."
"Apa? Kamu balik ke negara C?"
Silvia mengangguk, "Jadilah pacarku walau hanya satu hari, Jhon."
"Itu akan lebih menyakiti hatimu, Sil. Jujur aku sendiri tak tahu perasaan ku terhadapmu, apa kah itu cinta atau hanya sekedar rasa suka saja, tapi yang jelas pernah terlintas di benakku, suatu saat aku akan melamarmu menjadi kekasih halalku, tapi bukan untuk saat ini."
"Aku tahu Jhon, aku sungguh tahu prinsipmu, maka itulah aku tak pernah mempermasalahkan hubungan yang terjadi diantara kita dari dulu hingga kini, tapi untuk kali ini aku mohon Jhon, waktuku ga banyak. Aku harus kembali ke negara C secepatnya."
Lagi, Jhonatan menarik nafas panjang walau rasa sesak di dadanya tak kunjung reda. "Oke, jadi apa yang ingin kamu lakukan jika aku menjadi pacarmu?"
Silvia menatap Jhonatan dengan tatapan bahagia, ini yang ingin Silvia dengar dari pujaan hatinya itu. "Kita berkencan, seperti anak-anak yang lain, main ke mall, nonton, makan. Itu sudah cukup buat aku Jhon."
Jhonatan mengerjapkan matanya, lalu kembali menatap lekat wajah cantik Silvia. "Oke, sepulang sekolah aku antar kamu pulang, tapi naik sepeda, mau?"
Silvia menganggukkan kepalanya kuat-kuat, "Mau Jhon, aku mau…"
Jhonatan tersenyum lalu mengusap rambut Silvia dengan sayang, "Kamu harus tau satu hal, Sil."
"Apa Jhon?"
"Apapun yang orang tua mu lakukan untukmu itu demi dirimu, untuk kebaikanmu, tak ada orang tua yang ingin menyakiti anaknya." Ucap Jhonatan sambil menyelipkan rambut silvia ke belakang telingganya, lalu menyelipkan satu bunga yang Ia petik dari pohon bunga yang ada di sampingnya.
"Sok romantis kamu, Jhon."
"Aku memang romantis, apa lagi untuk pacarku." Kata Jhonatan menghibur Silvia yang Ia tahu hatinya sedang bergelayut kesedihan bukan hanya karena Ia tahu jika selama ini mencintainya dan terpaksa menikah dengan pilihan ayahnya, tapi juga karena ayah Silvia yang sedang sakit. Jhonatan sang tahu dan paham kehidupan Silvia, yang seorang anak pengusaha kaya di negara C dan R, dan di besarkan oleh orang tua tunggal yaitu ayahnya.
"Jhon,"
"Hm."
"Selama ini, aku…"
"Selama ini aku menyukaimu, Sil." Silvia tergagap mendengar apa yang diucapkan Jhonatan. Laki-laki ini selama ini menyukainya.
"Hanya saja, aku sudah berjanji pada ayah dan bundaku, untuk tidak berpacaran di saat aku masih sekolah, tapi kali ini aku melanggar janjiku pada ayah dan bunda, untuk mu."
"Maafkan aku, Jhon."
"Taka pa, pulang Yuk. Mungkin teman-teman kita sudah pulang dari tadi." Ajak Jhonatan lalu menarik telapak tangan Silvia untuk Ia gengam dan mengajaknya melangkah menyusri lorong taman, tanpa mereka sadari ada mata yang menatap mereka dengan tatapan sedih.
"La, kamu ga apa-apa kan?" Tanya Yola.
Lala mengeleng, lalu meningalkan taman itu diikuti oleh Yola, menuju ke parkiran sepeda sebelum Jhonatan sampai di tempat parkiran Yola dan Lala terlebih dahulu mengambil sepedanya, lalu berboncengan pulang, sedangkan sepeda Yola dibawa oleh Leo.
"Kenapa si Yola sama Lala, buru-buru banget." Ujar Fahri.
Fatih mengendikkan bahu sedangkan Leo mengeleng dengan cepat.
"Udahlah kita pulang yuk. Kamu bawa aja sepedanya Yola, besok kita berkumpul di rumah Yola, oke? Jangan lupa." Ucap Fatih.
"Siap." Kata Leo dan Fahri bersamaan.
Jhonatan muncul dengan Silvia dengan bergandengan tangan, yang membuat ketiga teman sekaligus saudaranya itu melongo melihat kedekatan Jhonatan dan Silvi. Apa lagi Jhonatan mengajak silvia pulang dengan sepedanya, dan mengantarkan Silvia pulang? Sungguh kejadian luar biasa…
"Kita duluan ya…" Pamit Jhonatan dan langsung menyuruh Silvia duduk didepannya lalu dengan santai Jhonatan mengayuh sepedanya di iringi tatapan tak percaya dari sahabat dan temannya itu.