The Alchemists: Cinta Abadi

Di Markas Mafia



Di Markas Mafia

Dengan gerakan sangat ringan, Marion dan Petra membongkar celah atap dan kemudian melompat turun tanpa suara. Suasana di dalam mansion tersebut sangat sepi. Marion membuka ponselnya dan memperhatikan titik merah yang tampak di layar. Dengan tanpa suara ia lalu memberi tanda kepada Petra untuk berjalan mengikutinya.     

Mereka melintasi lorong di lantai 3 mansion tersebut, lalu menuruni tangga dan mengikuti petunjuk dari ponselnya untuk menemui Larkin. Saat Marion bertemu Larkin beberapa hari yang lalu ketika ia memberikan obat penawar racunnya, Marion diam-diam menaruh pelacak sangat kecil di jas sang mafia.     

Itulah yang sekarang digunakannya untuk melacak keberadaan Larkin. Pelacak di ponsel Marion membawa mereka masuk ke sebuah kamar yang sangat besar di ujung lorong di lantai 2. Dengan menggunakan kunci serba bisa yang selalu dibawanya kemana-mana, Petra membuka pintu kamar tersebut.     

Dengan langkah seringan kucing, keduanya berjalan masuk dan mengendap-endap mendekati tempat tidur besar bertiang 4 yang menghadap ke jendela tinggi dari lantai hingga langit-langit. Di atas tempat tidur, mereka menemukan orang yang mereka cari tengah berbaring tidur dalam pelukan dua orang wanita.     

Marion lalu mengeluarkan pistol berperedam yang di bawanya dari dalam balik pakaiannya, kemudian mengarahkannya ke kening Larkin. Bunyi pelatuk yang dikokang dari pistol tersebut dan rasa dingin di keningnya akibat sentuhan moncong senjata, membuat Larkin terkejut. Secara refleks ia segera membuka matanya dan terbangun dari tidurnya.     

Sebagai seorang mafia yang telah cukup lama berkecimpung di dunia kejahatan, ia memiliki kewaspadaan yang cukup tinggi, sehingga Marion tidak perlu berusaha keras membangunkannya. Larkin langsung terjaga begitu merasakan ujung pistol menempel di kepalanya.     

"Ka... Kau? Mau apa kau di sini? Aku tidak berhutang lagi kepadamu...!"     

Larkin buru-buru bangun dari posisi tidur dan tangannya bergerak cepat hendak menyambar pistol di meja sebelah tempat tidurnya. Namun, Marion lebih cepat. Ia telah menyingkirkan pistol tersebut dan kini menggunakannya untuk menolong wanita yang ada di sebelah Larkin.     

"Kalau kau tidak berbuat bodoh, tidak akan ada yang mati malam ini," kata Marion dengan suara sangat dingin. Ia memberi tanda kepada Petra dan temannya itu pun berjalan mendekat.     

Larkin tampak terkejut melihat ada orang lain di kamarnya selain Marion. Ia benar-benar marah mengingat ketidakkompetenan anak buahnya yang bisa membuat dua orang penyusup ini masuk ke dalam mansionnya dengan mudah.     

Ia sudah bertekad untuk memberi mereka hukuman yang pantas begitu ia bisa menemukan mereka.     

"Bangunlah," kata Marion. "Aku membutuhkan bantuanmu."     

Larkin menatap gadis itu dengan mata menyala-nyala. Terlihat bahwa ia benar-benar marah. Namun, saat ini posisinya sedang lemah karena iaa berada di bawah todongan senjata api. Kedua wanita yang tidur bersamanya kini juga telah bangun dan wajah mereka berdua tampak dipenuhi horor.     

Wanita yang ada di sebelah kiri Larkin tampak hendak menjerit, namun sebelum suaranya keluar, Larkin telah membekap mulutnya. Kini wanita itu bisa sesenggukan dengan air mata membuncah dan berusaha sekuat tenaga untuk menahan agar suaranya tidak keluar.     

"Bagaimana kau bisa menemukan tempat tinggalku?" tanya larkin dengan kesal. "Apakah kau memata-mataiku?"     

"Bukan urusanmu jika aku mau memata-matai mu atau tidak. Yang jelas, sekarang kau dengarkan apa kataku kalau kau masih ingin hidup melihat hari esok," kata Marion.     

Ia lalu memberi tanda kepada Petra dan pria itu segera mengambil alih posisinya mengancam Larkin dan kedua wanita yang ada di sampingnya. Marion segera bergerak mengamankan seisi kamar dan memastikan bahwa tidak ada jebakan atau senjata rahasia.     

Setelah ia puas, Marion kemudian duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya. Sikapnya tampak sangat anggun. Namun demikian, dari dekat orang bisa melihat bahwa ekspresinya begitu dingin dan keras. Ia lalu mengeluarkan beberapa butir pil dari dalam dompetnya dan melemparkannya ke tempat tidur.     

"Makan pil itu sekarang. Kalau tidak, temanku di sini tidak segan-segan untuk mengeluarkan otak kalian dari kepala," kata Marion. "Kau tahu, kami sudah sangat lama tidak membunuh orang. Sebagai orang yang berkecimpung di dunia hitam, kau tentu tahu bagaimana rasanya... bagi orang yang terbiasa membunuh seperti kami, kadang-kadang kerinduan untuk membunuh itu ada. Kami hanya perlu alasan. Saat ini suasana hatiku sedang sangat buruk. Jangan memberiku alasan untuk mencabut nyawa malam ini."     

Larkin menatap 3 butir obat yang ada di atas selimutnya, hanya beberapa jengkal dari tangannya. Ia sebenarnya sangat kesal karena berada dalam posisi seperti ini. Ia masih ingat bagaimana Marion memaksanya meminum sebuah pil beberapa hari yang lalu yang membuat kejantanannya tidak dapat berdiri.     

Ia tidak tahu kali ini apa isi pil yang dilempar Marion ke arahnya barusan. Pasti sama buruknya atau lebih buruk dari pil yang waktu itu.     

"Aku tidak mau," kata laki-laki itu dengan suara kesal. "Kau tidak bisa memaksaku."     

"Oh, ya? Benarkah?" kata Marion sambil mencibir. Ia melambaikan tangan kanannya dan Petra segera menarik pelatuk pistolnya dan membunuh perempuan yang ada di sebelah kanan Larkin tanpa belas kasihan.     

Darah dan otak menyembur ke wajah Larkin dan tubuh bagian atasnya. Sepasang matanya tampak membulat akibat shock. Ia sama sekali tidak mengira pria yang mengancamnya ini dapat demikian mudah membunuh seorang wanita dengan darah dingin.     

Wanita yang ada di sebelah kiri Larkin menjadi tambah histeris. Ia menjerit dan meraung ketakutan.     

"Kalau kau tidak bisa menyuruhnya diam, maka ia akan bernasib sama seperti temannya," kata Marion dengan suara dingin.     

Larkin segera membekap mulut wanita di sampingnya agar tidak mengeluarkan suara. Wanita itu berusaha keras menahan isakan dan tangisannya agar tidak memancing kemarahan dua penyusup yang mengerikan itu.     

Suasana terasa sangat mencekam. Tubuh bagian atas Larkin terasa lengket dan menjijikkan karena dilumuri oleh darah dan serpihan otak, sementara kepala wanita yang ditembak itu tampak sudah tidak berbentuk di sampingnya.     

Larkin tahu bahwa dua orang ini tidak dapat diajak main-main.Akhirnya ia pun mengambil pil yang dimaksudkan Marion dan menelan sebutir. Ia menyerahkan yang satu lagi dan kemudian memaksa gadis di sebelahnya untuk menelan pil tersebut.     

Setelah Marion puas melihat kedua orang itu menelan pilnya, ia lalu berdiri dan menghampiri mereka.     

"Bagus. Sekarang, kenakan pakaian kalian dan ikut kami ke ruang tamu," katanya.     

Larkin dan gadis itu saling pandang. Mereka tidak punya pilihan selain dari mengikuti perintah Marion. Dengan terburu-buru, keduanya lalu mengenakan pakaian seadanya dan turun dari tempat tidur.     

Mereka dipaksa berjalan ke arah pintu, sementara Marion dan Petra menodongkan pistol dari belakang. Keduanya dipaksa untuk turun ke ruang tamu besar di lantai 1.     

"Sebenarnya apa yang tadi kau berikan kepadaku?" tanya Larkin saat ia tiba di depan pintu ruang tamunya. Ia berbalik menatap Marion, meminta penjelasan.     

"Itu racun," kata Marion. "Kau akan mati dalam tiga hari kalau tidak mendapatkan penawar dariku."     

Larkin dan wanitanya mendesah berbarengan.     

"Jadi, kalau kau masih sayang nyawamu, kau harus melakukan semua yang kuperintahkan. Saat ini, aku butuh bantuan dari semua anak buah yang kau miliki di seluruh Prancis."     

Larkin mengerutkan keningnya saat mendengar kata-kata Marion. Ia seketika teringat akan peristiwa serangan teror di Menara Eiffel beberapa jam yang lalu. Entah kenapa, ia mulai menduga-duga bahwa peristiwa tersebut ada hubungannya dengan kedatangan Marion yang tiba-tiba saat ini.     

Ia hanya bisa diam dan mengikuti perintah gadis itu untuk masuk ke ruang tamunya.  Di sana, ia menyalakan lampu dan duduk di kursi kebesarannya.     

"Apa yang harus kulakukan?" tanya Larkin sambil menatap Marion.     

"Panggil semua anak buahmu ke sini. Cepat," kata Marion.     

Larkin merasa sangat kesal dan dendam karena gadis muda ini bisa seenaknya memerintah dirinya. Namun demikian, ia terpaksa melakukannya karena ia masih sayang nyawanya. Nanti, kalau ia sudah mendapatkan penawarnya, ia akan memastikan gadis sialan ini menerima balasannya yang setimpal.     

Larkin lalu memutar telepon dan menelepon wakil kepercayaannya untuk mengumpulkan anak buahnya di ruang tamu mansionnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.