The Alchemists: Cinta Abadi

Sandiwara Vega



Sandiwara Vega

Seumur hidupnya, Vega merasa belum pernah mendengar suara Nicolae sebahagia ini. Ia dapat membayangkan wajah Nicolae di Grosetto sedang tersenyum gembira saat berbicara dengannya. Pelan-pelan Vega ikut tersenyum.     

"Aku sangat senang mendengarnya," kata gadis itu. Ia menoleh kepada Altair di sampingnya dan menceritakan secara singkat tentang situasi Nicolae.     

"Apa?? Papa bertemu Tante Marie??? Dan ternyata Summer yang imut-imut itu anak Papa dan Tante Marie???" Altair sontak merebut ponsel Vega dan bicara dengan Nicolae untuk memastikannya. "Astaga.. apa ini sungguhan?"     

Nicolae menghembuskan napas lega saat mendengar kata-kata penuh semangat Altair. Ia juga tadi sudah mendengar nada suara Vega yang terdengar senang mendengar kabar baik yang disampaikannya.     

Rupanya kekuatirannya tidak beralasan. Kedua anak itu masih sangat menginginkan agar ia bahagia, dan ketika akhirnya Nicolae dapat berkumpul kembali dengan wanita yang dicintainya, yang memang disukai oleh si kembar, serta bahkan bertemu anak kandungnya, Altair dan Vega ikut bahagia untuknya.     

"Iya, ini sungguhan. Papa sangat bahagia dan tidak bisa berkata-kata..." Nicolae merasa emosional. Ia memiliki kepribadian yang hangat dan selalu terlihat bahagia, tetapi sejak enam tahun lalu ia mulai menutup diri dan sudah jarang tersenyum.     

Kini, ia merasa begitu mudah tersentuh dan bahkan seharian ini pipinya terasa sakit karena ia sangat banyak tersenyum. Sungguh... ia menyadari bahwa ia belum pernah sebahagia ini dalam hidupnya. Ia tidak sabar bertemu Altair dan Vega untuk berbagi semua kebahagiaannya bersama mereka.     

Sekarang hidupnya sudah terasa lengkap.     

"Aku ikut senang mendengarnya," kata Altair antusias. "Kalau begitu, seetelah kami selesai di Prancis, kami mau segera bertemu Tante Marie dan Summer."     

"Ah, iya.. benar juga. Kami sekarang ada di Grosseto. Kami memutuskan untuk meresmikan pernikahan kami secepatnya di sini. Kalian mau langsung ke Grosseto setelah dari Bordeaux?" tanya Nicolae. "Aku bisa membicarakannya dengan ayah dan Mama kalian."     

"Uhm, boleh juga," kata Altair. Ia lalu menoleh kepada Vega dan menanyakan pendapatnya. "Menurutmu bagaimana? Kalau kita pulang dulu ke New York, rasanya tidak praktis."     

Vega mengangguk. "Aku setuju. Kita bisa langsung ke Grosseto. Tetapi Papa harus menghubungi Pak Pierre dan memberitahukan kepadanya bahwa kita akan dijemput saudara kita ke Italia."     

"Mengenai itu, kalian jangan kuatir," kata Nicolae. "Seharusnya sekarang Mischa sudah tiba di Bordeaux. Dia yang akan mengawasi kalian dan nanti memintakan izin agar kalian tidak ikut pulang dengan rombongan teman-teman kalian ke New York. Papa akan menelepon Pak Pierre."     

Telinga Vega tampak tegak saat ia mendengar nama Mischa disebut.     

Ah... Kak Mischa adalah kakak angkatnya kan? Pria tampan yang ditemuinya di lift waktu itu? Wahh.. Om seksi itu sekarang sudah ada di Bordeaux?     

"Baiklah, Papa. Kalau begitu tidak usah kuatirkan kami. Kami akan baik-baik saja di sini. Papa bersenang-senang bersama Tante Marie dan Summer ya. Apakah Kakek Rory juga akan datang?" tanya Vega lagi.     

"Benar. Ayah sedang dalam perjalanan dari Asia menuju ke sini," kata Nicolae.     

"Asia? Pasti Kakek mengunjungi Rosalien lagi," gerutu Vega. "Sejak Kakek memiliki kekasih, dia semakin jarang menemui kita."     

"Ehh... dari mana kalian tahu Kakek kalian sudah memiliki kekasih?" tanya Nicolae terkejut. "Ayah bilang ia menjalin hubungan dengan Rosalien?"     

"Aku tidak mau bilang," cetus Vega sambil cemberut. "Ya sudah, kalau begitu, kami akan menunggu Kak Mischa menjemput kami yaa.."     

"Baik. Selamat bersenang-senang di Bordeaux. Jangan nakal terhadap Mischa. Papa tidak enak sudah berkali-kali merepotkannya. Kalau kalian sampai menyusahkannya, Papa akan malu," kata Nicolae sebelum menutup telepon.     

"Baiklah, Papa..." Vega tertawa kecil lalu menyimpan ponselnya. Wajahnya seketika tampak berbinar-binar dan sepasang matanya yang indah dipenuhi ekspresi kejahilan.     

Altair yang sangat mengenal saudaranya seketika mengerutkan keningnya. "Kenapa kau kelihatannya senang sekali Kak Mischa datang?"     

"Bukan urusanmu," cetus Vega. Ia menghempaskan tubuhnya di tempat tidur dan memasang earphone untuk mendengarkan musik, tidak mau membahasnya.     

Altair menyipitkan matanya dengan curiga, tetapi ia tidak berkata apa-apa. Ia lalu mengambil ponselnya dan menelepon JM untuk menanyakan kabarnya.     

****     

Setelah berkeliling tempat pembuatan keju dan mencoba mencicipi blue cheese yang terkenal berbau busuk namun banyak disukai orang, Vega dan teman-teman sekolahnya mendapatkan waktu bebas untuk menjelajahi pusat kota dan melatih bahasa Prancis mereka.     

Vega yang sudah lancar berbahasa Prancis dan Jerman sejak kecil sama sekali tidak kesulitan berkomunikasi dengan para pedagang souvenir dan makanan kecil yang mereka lewati. Tatiana sangat senang merekam Vega yang cantik saat sedang menjelaskan berbagai keju yang mereka temui di pasar, dalam bahasa Inggris dan Prancis.     

Gadis itu memang terlihat sangat cocok berada di depan kamera. Akun Splitz Tatiana segera dipenuhi banyak follower baru yang sangat senang melihat berbagai videonya tentang perjalanan mereka ke Paris dan Bordeaux, terutama setelah Vega muncul di dalamnya.     

"Heii... lihat, di sebelah kanan kalian..." bisik Tatiana dengan antusias. "Ada cowok ganteng!!"     

Vega, Sharon, Ellen dan Stu yang berada dalam rombongan Tatiana segera mencuri pandang ke arah yang dimaksud gadis itu. Sepasang mata Vega segera membulat besar ketika ia menyadari siapa orang yang dilihat Tatiana tadi.     

Mischa tampak duduk santai di sebuah kafe sambil mengawasi ke arah mereka secara tidak kentara. Ia asyik membaca berita di tabletnya sambil menikmati sparkling wine. Seperti biasa, ia mengenakan pakaian hitam-hitam.     

Lengan kemejanya digulung hingga siku dan membuatnya terlihat sangat keren. Beberapa kancing atas pakaiannya juga dibuka karena udara yang cukup panas. Dengan memusatkan perhatian, mereka bisa melihat ada kalung dreamcatcher menggantung di lehernya dan sebentuk tato di dada kanannya.     

Ahh... Vega ingat bahwa ayahnya juga memiliki tato serupa. Tato naga seram yang melambangkan kedudukannya sebagai pembunuh berlevel naga di Rhionen Assassins dulu. Entah kenapa, saat membayangkan tubuh seksi Om Mischa tanpa kemejanya dan menampakkan tato naga itu, membuat pipi Vega menjadi bersemu kemerahan.     

"Aku bisa membuat Om ganteng itu mendatangi kita," kata Vega tiba-tiba sambil tersenyum jahil. Waktu itu ia tidak mengetahui identitas Mischa, tetapi sekarang, tentu tidak ada salahnya ia mengerjai Mischa sedikit, kan? Sebagai adik angkatnya, ia ingin berkenalan secara resmi dengan Mischa.     

"Kau mau membuat dia mendatangi kita?" tanya Tatiana keheranan. "Bagaimana caranya?"     

"Kalian lihat saja.." kata Vega. Ia  menghapus senyum jahil dari wajahnya lalu memasang ekspresi serius. "Kalau aku jatuh pingsan, jangan ada yang menolongku. Kalian pura-pura sibuk saja."     

"Eh..? Apa maksudmu?" tanya Sharon bingung.     

Vega tidak menjawab. Ia sudah berjalan dengan tergesa-gesa ke arah Mischa tapi sengaja memasang sikap seolah ia tidak melihat pemuda itu. Tiba-tiba langkahnya terhenti dan ia pun terhuyung jatuh.     

Sesaat kemudian Vega tergeletak pingsan di tanah. Belum sempat Tatiana dan teman-temannya menyadari apa yang terjadi, Mischa sudah melesat dari tempatnya dan beberapa detik kemudian sudah menggendong Vega yang tadi tergeletak di tanah.     

Raut wajah pria itu terlihat sangat kuatir. Ia tidak melihat ujung bibir Vega tampak berkedut berusaha menahan diri agar tidak tertawa.     

Vega tahu bahwa Mischa di Bordeaux untuk mengawasi dan menjaganya. Tentu kalau ia pura-pura pingsan, Mischa akan sigap untuk menolongnya.     

Ahh... gadis itu menikmati digendong oleh Mischa dan meneruskan sandiwaranya. Ia ingin tahu kemana Mischa akan membawanya.     

Hmmm... bau tubuh orang ini enak juga, pikir Vega, sibuk menduga-duga parfum apa yang dipakainya.      

Untuk membantu sandiwaranya, Vega sengaja menekan pernapasannya menjadi sangat lambat. Ia terbiasa berenang dan menyelam di bawah laut sehingga dapat mengatur pernapasannya dengan baik. Hihihi.. bahkan orang selihai Mischa tidak akan begitu mudah mengetahui bahwa sebenarnya Vega sedang bersandiwara.     

Teman-teman Vega yang tadi hendak menolongnya hanya bisa saling pandang saat melihat Om tampan yang tadi mereka perhatikan ternyata telah menolong Vega dan kini menggendongnya pergi.  Mereka tidak tahu apakah harus mengejarnya atau membiarkan Vega menikmati keberuntungannya sendirian.     

"Uhm... sebaiknya kita telepon Altair," kata Tatiana akhirnya. Mischa telah menghilang bersama Vega dan mereka tak dapat menemukannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.