Menangis Bertiga
Menangis Bertiga
Untuk sesaat ia tertegun melihat gadis cantik yang datang bersama Friedrich. Ia tidak pernah melihat pemuda itu dekat dengan wanita sebelumnya, apalagi membawanya ke sini.
Apakah Friedrich sekarang sudah memiliki seorang kekasih? Mereka tampak serasi sekali, pikir Sam gembira.
Ia tahu Laura, anak perempuannya, telah berkali-kali mencoba mencarikan kekasih bagi Friedrich tetapi selalu gagal. Mereka tahu pemuda itu lebih tertarik kepada ilmu pengetahuan daripada wanita.
"Aku perlu bicara hal yang penting denganmu.." kata Friedrich tanpa basa -basi. Ia lalu duduk di sofa dan dengan lugas menceritakan apa yang terjadi.
Sam Atlas terdiam selama beberapa saat setelah mendengar penjelasan Friedrich. Ia benar-benar tidak mengira akan terjadi seperti ini. Pemuda genius itu telah dianggapnya seperti anaknya sendiri. Wajahnya seketika diwarnai kedukaan yang tak dapat ia sembunyikan lagi.
Hari ini, Sam Atlas yang selalu tampak penuh semangat dan menggebu-gebu, tampak menjadi lebih tua dari umurnya yang sudah mendekati enam puluh tahun.
Ekspresi duka dari bosnya membuat Friedrich merasa terharu. Ia tahu Sam Atlas peduli kepadanya, dan menganggapnya seperti anak sendiri.. tetapi ia tidak mengira sang bos akan tampak demikian terpukul.
"Kau... sudah mencari pendapat kedua? Ke dokter lain atau rumah sakit lain?" tanya Sam akhirnya. Friedrich menggeleng.
"Belum sempat. Aku tadinya hendak memeriksakan diri ke rumah sakit lain, tetapi entah kenapa aku justru tidak dapat mengingatnya. Kurasa, ini adalah bukti nyata bahwa diagnosis dokter pertama sudah benar," kata pemuda itu dengan suara tercekat. Ia masih berusaha tampak tenang, walaupun ia baru mendapatkan vonis hukuman mati dari dokter. "Dia bilang maksimal dua tahun."
Sam Atlas menarik napas panjang berkali-kali. Ia sungguh tidak rela, pemuda genius dan sangat berbakat ini dikalahkan oleh penyakit ganas.
Mengapa dunia ini sangat tidak adil, pikirnya sedih.
"Kalian menginap di sini saja selama Friedrich menjalani pemeriksaan kesehatan berikutnya, biar kalian semua lebih tenang menghadapinya," kata Sam akhirnya, mengambil keputusan. "Kita akan mendapatkan pendapat kedua, ketiga, dan kita akan merawatmu hingga sembuh..."
Friedrich tertunduk sedih. Tadi di sepanjang perjalanan ia telah banyak membaca referensi tentang penyakt Lewy Body Dementia ini dan ia tahu bahwa upaya Sam Atlas untuk menyembuhkannya hanya akan sia-sia saja. Saat ini, hal terbaik yang dapat ia lakukan adalah... menerima kenyataan dan mempersiapkan diri untuk mati.
"Jangan membantahku.. kita akan berusaha dulu," kata Sam saat melihat keengganan di wajah Friedrich. "Pokoknya kau, Karl, dan gadis ini pindah ke rumahku dan kita akan menghadapi ini bersama."
"Uhm... aku hanya menumpang di rumah mereka," kata Hannah cepat-cepat. Ia tak mau merepotkan orang lain lagi.
Sam mengerutkan keningnya mendengar kata-kata Hannah. "Kau bukan kekasih Friedrich?"
Wajah Hannah seketika berubah merah. Ia mengerling ke samping dan menemukan ternyata pemuda yang dimaksud juga tampak memerah wajahnya. Kenapa Friedrich terlihat tersipu-sipu begitu? pikir Hannah keheranan.
Apakah...?
Ia tak berani berpikir sembarangan dan menduga bahwa Friedrich menyukainya. Hannah mendeham dan menggeleng lagi.
"Friedrich sangat baik kepadaku. Aku bukan kekasihnya, tetapi kalau ia membutuhkanku untuk merawatnya selama ia sakit, aku akan tinggal dan dengan senang hati merawatnya..." kata gadis itu ragu-ragu. Ia mengerling ke arah Friedrich dan berharap melihat pemuda itu tidak menggeleng dan menyuruhnya pergi.
Kalau benar Friedrich hanya memiliki waktu kurang dari 2 tahun... maka, Hannah ingin ada di sana untuknya. Mereka tidak punya waktu lagi...
Sam menatap Friedrich lekat-lekat dan berkata, "Kurasa kita harus menerimanya tinggal di sini untuk merawatmu. Kau setuju? Aku akan mencari perawatan terbaik dan dokter-dokter terkemuka. Kau tenang saja. Kita tidak akan menyerah tanpa perlawanan."
Karena Sam berkali-kali mendesak, akhirnya Friedrich mengalah. Di titik ini, ia tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Jika dokter mengatakan ia hanya punya waktu sebentar lagi untuk hidup... apa yang dapat ia lakukan untuk melawan takdir?
Ia hanya mengkuatirkan adiknya Karl, yang akan menjadi sebatang kara setelah ditinggal kedua orang tua mereka, dan nanti akan ditinggalkan olehnya. Dan... Hannah. Gadis itu juga sekarang sendirian.
Ia telah meninggalkan keluarganya dan berusaha menghilang. Walaupun ia berusaha untuk mandiri, rasanya akan sulit bagi gadis itu untuk benar-benar bisa menjalani hidup dengan baik sebagai orang asing di negara yang bukan tanah kelahirannya.
Friedrich yang membawanya lari, maka ia juga harus membantu Hannah hingga tuntas dan memastikan hidup gadis itu terjamin, bahkan setelah ia tiada.
"Kita harus memberi tahu Karl," kata Hannah saat ia dan Friedrich tiba kembali di rumah pemuda itu. Mereka sedang berkemas untuk pindah tinggal sementara di rumah Sam Atlas seperti permintaannya.
Sebentar lagi Karl akan pulang sekolah, dan mereka harus memberi tahu remaja itu apa yang terjadi.
"Bisakah kau saja yang menceritakannya kepada adikku?" tanya Friedrich dengan suara lemah. "Aku tidak yakin ingatanku cukup akurat untuk menjelaskan semua detailnya."
"Tentu saja," kata Hannah. Ia berusaha selalu tampak tenang dan tersenyum di permukaan. Ia tahu kalau sampai ia terlihat sedih dan kuatir, maka mental Friedrich yang sudah jatuh akan bertambah buruk.
Ia berusaha menenangkan diri dan mencari bahan-bahan referensi untuk menjelaskan kepada Karl tentang kondisi kakaknya. Ia sudah siap ketika akhirnya remaja itu pulang sekolah dan masuk lewat pintu depan dengan bersiul-siul.
"Hei.. kalian berdua ada di rumah?" tanya Karl sambil tersenyum lebar. "Tumben."
"Uhm.. kita perlu bicara," kata Hannah.
Ia berusaha tetap tersenyum, tetapi sepasang matanya tidak dapat berbohong. Karl seketika diterpa perasaan tidak enak.
"A.. ada apa ini?" tanya pemuda itu dengan suara tercekat.
***
Sama seperti Sam Atlas, Karl membutuhkan waktu agak lama untuk memroses semua informasi yang disampaikan oleh Hannah. Bibirnya terbuka berusaha mengeluarkan kata-kata, tetapi tidak ada suara yang keluar. Ia sangat shock.
Ketika akhirnya kesadarannya kembali, Karl tak dapat menahan air matanya mengalir keluar dan ia pun menangis meraung-raung. Ia telah kehilangan orang tuanya di saat ia masih kecil, dan Friedrich adalah satu-satunya keluarganya.
Ia bertahan di panti asuhan selama beberapa tahun hanya demi menunggu Friedrich dewasa dan mampu mengambil hak asuh atas dirinya. Mereka baru bersama kembali selama dua tahun.. dan kini Tuhan ingin merenggut kakaknya juga?
Mengapa Tuhan jahat sekali???
Melihat Karl meraung-raung karena kesedihan yang begitu besar, mau tak mau Hannah dan Friedrich menjadi terbawa suasana, dan keduanya ikut menangis. Padahal tadinya mereka sudah berusaha menguatkan diri dan berusaha terlihat tabah.
"Aku tidak mau kehilangan Kakak.. aku tidak rela," kata Karl berkali-kali di sela isak tangisnya. Friedrich merengkuh adiknya ke pelukannya dan ikut menangis bersama remaja itu.
Hannah hanya bisa menangis sendirian menyaksikan kakak beradik itu berpelukan sambil menangis. Isakannya yang pelan, ternyata tidak luput dari pendengaran Friedrich. Pemuda itu mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Hannah yang berlinangan air mata di depannya.
Sepasang mata bewarna madu yang selalu bersinar-sinar cerdas itu tampak dipenuhi kedukaan yang dalam. Perlahan, tangannya terbuka dan matanya memohon. Hannah mengusap matanya yang basah tetapi air mata malah mengalir semakin deras.
Perlahan-lahan ia berjalan mendekat. Ketika bahunya sudah ada dalam jangkauan tangan Friedrich, pria itu menyentuh bahu Hannah dan menariknya mendekat. Hannah mengerti bahwa Friedrich juga menawarkan diri untuk memeluknya.
Dengan penuh haru, Hannah membenamkan kepalanya di dada bidang Friedrich, bersama Karl. Hatinya merasa begitu lega sekaligus berduka. Friedrich tidak membiarkannya sendiri. Ia menerima Hannah masuk dalam lingkarannya untuk berbagi berita duka ini bersama.
Sekarang.. Hannah merasa ia adalah bagian dari mereka.
Hatinya sangat berduka ketika ia menyadari, di antara mereka bertiga, justru Friedrich yang mengambil inisiatif untuk menenangkan Karl dan Hannah, padahal dirinyalah yang sedang sakit.
Hatinya bertambah pedih saat menyadari tangan Friedrich yang merangkul punggungnya bergetar karena fungsi motoriknya yang sudah mulai terpengaruh.
Mengapa ia tak pernah memperhatikan hal ini? Seharusnya ia sudah dapat melihat tanda-tanda penyakit Friedrich sebelum makan malam waktu itu.. Kenapa ia begitu tidak perhatian?
Setelah mereka bertangisan hingga air mata ketiganya kering, Friedrich, Karl, dan Hannah mengemas barang-barang penting mereka untuk pindah ke rumah Sam Atlas.
Selama beberapa bulan ke depan, mereka semua akan fokus untuk memeriksakan kondisi Friedrich dan mencari perawatan terbaik untuknya.
Friedrich menerima kehadiran Hannah bersama dirinya dan Karl. Dengan rendah hati ia menerima tawaran gadis itu untuk merawatnya dan adiknya sementara mereka berfokus untuk merawat kondisi penyakitnya.
Bagi Friedrich, kehadiran Hannah sangat penting untuk dapat membuat adiknya tetap terurus dan tidak selalu sedih.
"Kau harus berhenti bekerja besok," kata Sam Atlas. "Semua kebutuhanmu dan kedua anak itu akan kutanggung. Kau fokus saja untuk mengurusi mereka."
"Baik, Tuan.." kata Hannah dengan penuh terima kasih. Kalau tidak ada situasi buruk seperti sekarang, Hannah tentu lebih memilih tetap bekerja dan mencari uang agar ia dapat hidup mandiri.
Namun, mengingat dokter mengatakan bahwa penyakit Friedrich sangat ganas dan ia tidak punya banyak waktu lagi untuk hidup, maka Hannah mengesampingkan egonya.
Ia lebih memilih menghabiskan seluruh waktunya yang tersisa untuk bersama Friedrich dan membuat hidupnya menjadi lebih mudah... Ia berutang budi begitu banyak kepada pemuda itu. Kini adalah satu-satunya kesempatan bagi Hannah untuk membalasnya.