Mischa Kesal
Mischa Kesal
"Asalkan kau baik-baik saja, aku sudah tenang," katanya sambil menatap Fee dalam-dalam. Ia sebenarnya ingin sekali bertemu gadis itu secara langsung, bukan hanya bicara di telepon seperti ini, tetapi ia merasa tidak enak mencampuri urusan rumah tangga orang lain.
"Aku baik-baik saja. Terima kasih karena Bos sangat memperhatikan asistennya yang tidak becus ini..." kata Fee. Suaranya mulai terasa serak karena ia merasa terharu.
"Kau asisten yang baik," kata Mischa. Ia menoleh ke arah Ren dan mengangguk. "Kalau begitu, Pangeran Renald, aku hendak menitipkan Fee kepadamu. Tolong jaga dia baik-baik."
Ren hanya mengerutkan alisnya, tidak menjawab. Ia tidak suka Mischa memperhatikan istrinya. Fee buru-buru menjawab, mewakili Ren agar suasana tidak menjadi canggung.
"Tentu saja dia akan menjagaku. Ren sudah berjanji..." kata gadis itu dengan wajah cerah.
"Kalau ada apa-apa, kau selalu bisa menghubungiku," kata Mischa. "Kalau kau kehilangan kontakku, kau bisa menghubungi kantor RMI di mana saja dan minta dihubungkan denganku. Kau jangan sungkan."
Fee mengusap matanya. Ia tidak tahu mengapa Mischa bersikap seolah sedang mengucapkan perpisahan kepadanya. Apakah mereka memang sama sekali tidak akan bertemu lagi?
Tentu saja Mischa lebih tahu hati sesama lelaki daripada Fee. Melihat sikap posesif Ren terhadap Fee sekarang, Mischa dapat menduga bahwa Ren tidak akan membiarkan Fee bertemu dengannya lagi.
"Aku akan mengingat kebaikan Tuan," kata Fee. Ia berusaha tersenyum dan kemudian melambai. "Sampai jumpa."
Ren lalu mematikan sambungan dan menyimpan ponselnya. Ia mencium kening Fee dan menarik tangannya untuk keluar kamar perawatan.
"Kalau begitu, sudah diputuskan. Kita akan berangkat besok malam, agar kau dapat tidur di perjalanan. Keesokan paginya, kita sudah akan menikmati udara hangat pulau tropis," bisiknya mesra. "Aku akan membantumu berkemas."
"Tapi sebagian besar barang-barangku ada di tempat bosku," kata Fee.
"Tidak, sebagian besar barang-barangmu ada di rumahku," kata Ren. "Kau meninggalkannya saat kau pergi. Aku sudah meminta John membawakannya kemari. Kau bisa memilih apa yang ingin kau bawa, dan sisanya bisa kita beli di tempat tujuan."
***
Mischa masih menatap ponsel di tangannya lama setelah panggilan telepon itu berakhir. Entah kenapa ia merasa sedih karena akhirnya Fee kembali kepada Ren.
"Kenapa aku ini?" pikirnya keheranan. Ia sudah tahu bahwa Fee bukanlah Vega adik angkatnya. Seharusnya ia sudah tidak perlu mengurusinya, bukan? Apalagi sepertinya kini Fee sudah berbaikan dengan suaminya dan Ren terlihat sangat memperhatikan Fee.
Mischa tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Lamunannya tergugah ketika Livia meneleponnya kembali dan membahas beberapa urusan pekerjaan.
"Oh ya, Tuan... apakah sekarang selera berpakaian Tuan sudah berubah?" tanya Livia setelah selesai menyampaikan laporannya. "Aku mau mau agar nanti aku tidak salah memilihkan Tuan pakaian."
"Kenapa memangnya?" tanya Mischa keheranan. Ia merasa pakaiannya tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.
"Di intranet perusahaan sedang heboh foto waktu Tuan datang ke pesta tahun baru di istana raja Moravia," Livia terdengar bicara dengan penuh semangat. "Tuan memakai KEMEJA BIRU!!!!"
"Apa?" Mischa mengerutkan keningnya. Ia menjadi bingung. Memang apa yang patut dihebohkan jika ia sekali itu mengenakan pakaian yang tidak berwarna hitam?
"Benar. Bukan hanya itu... Tuan kan sudah lama sekali tidak tampil di acara umum perusahaan dan banyak orang yang tidak mengenali Tuan. Jadi waktu seseorang dari kantor cabang Moravia memposting foto Anda dan menyebut nama Anda.. semua gadis di intranet kita langsung heboh... Coba Tuan periksa sendiri gambar yang saya maksud."
Ada-ada saja.. pikir Mischa. Ia lalu membuka tabletnya dan masuk ke situs intranet perusahaan yang terlihat seperti sosial media Splitz, tetapi khusus untuk jaringan komunikasi dan media seluruh karyawan yang bergabung di bawah naungan RMI Group.
Ia hampir tidak pernah memeriksa Intranet mereka karena tidak tertarik dengan berita-berita dan komunikasi yang tidak relevan dengan kedudukannya sebagai bos besar. Ia sudah mendapatkan laporan dan berita yang ia butuhkan lewat sekretaris pribadinya, beberapa asisten, dan semua direktur yang bekerja di bawahnya.
Hmm... Ia membuka beranda Intranet RMI dan mencari foto yang dimaksud Livia.
Astaga... ia mendesah kaget karena tidak mengira ada 20 buah fotonya ditampilkan di sana, kebanyakan diambil diam-diam dari jarak dekat. Wajahnya terlihat jelas dari berbagai sudut dan ekspresi. Tidak dapat disangkal lagi, Mischa memang sangat tampan.
Rambutnya yang keemasan dibiarkan agak berantakan, membingkai wajahnya yang rupawan dengan hidung tinggi, bibir merah tipis, dan sepasang mata biru cemerlang yang bersinar-sinar penuh kecerdasan.
Di beberapa foto malah terlihat ia tersenyum manis, memamerkan lesung pipinya yang tidak terlalu kentara. Pakaiannya yang rapi dan terlihat mahal, membuatnya terlihat seperti salah seorang pangeran yang menghadiri pesta tahun baru istana itu.
Semua foto itu diposting dengan judul:
RMI'S MOST ELIGIBLE BACHELOR - BUJANGAN PALING DIIDAMKAN DI RMI
TEBAK SIAPA DIA?
Pantas saja komentar dan likes di foto itu menjadi menggila. Ia tidak bisa lagi membaca komentar pembaca saking banyaknya. Lebih dari 20 ribu likes dari para karyawan wanita di seluruh dunia dan berbagai komentar teratas yang menyatakan kekagetan dan rasa kagum.
[Astaga... siapa pria tampan itu??? Dari RMI-kah? Mengapa kita tidak pernah melihatnya di buletin perusahaan?]
[Ssshhh.. itu bos kita, Pak Mischa Rhionen, salah satu putra pendiri RMI.]
[Tidak mungkin, Pak Mischa Rhionen setahuku selalu mengenakan pakaian berwarna hitam. Ini sudah hampir menjadi seperti legenda di RMI.]
[Itu benar. Bosku sudah bekerja di RMI selama 15 tahun, dan menurutnya Tuan Mischa Rhionen selalu mengenakana pakaian berwarna hitam. Ini bukan dia. Lagipula, Tuan Rhionen seharusnya sekarang sudah tua.]
[Kalian salah. Itu memang benar Tuan Mischa Rhionen. Aku berani bersumpah. Aku melihatnya dua bulan lalu di RMI Almstad saat ia baru datang dan makan siang bersama direktur HRD kami. Kami semua tidak menyangka ia terlihat begitu awet muda. Tapi kan orang kaya seperti dia bisa mendapatkan perawatan terbaik agar senantiasa terlihat muda.]
[Ya ampuuunn... keren sekali! Betapa beruntungnya kalian di Almstad bisa melihat Bos Mischa.]
[Bos Mischa tidak banyak tampil di muka umum, lho... aku sudah bekerja di RMI Bucharest selama dua tahun dan baru bertemu beliau satu kali. Bayangkan.]
[Jadi, ini benar-benar beliau? Dia datang ke pesta tahun baru istana Moravia dan ini foto-fotonya? Waahhh... tampan sekali!!!]
[Benar-benar bujangan paling diidamkan di RMI.]
[Aku bekerja di kantor RMI Almstad dan aku mendengar gosip bahwa Pak Mischa Rhionen menyukai asistennya di sana. Mungkin ia berubah dan mau memakai pakaian berwarna biru untuk datang ke pesta itu, agar bisa tampil serasi dengan asistennya itu.]
[Oh ya? Yang mana orangnya?]
Mischa melihat bahwa di semua fotonya yang diposting di Intranet mereka, ada sosok Fee yang tertangkap kamera serba sedikit. Fee yang duduk di sampingnya terlihat mengenakan gaun berwarna biru yang serasi dengan kemeja Mischa, tetapi wajahnya sama sekali tidak terlihat. Sepertinya orang yang mengambil foto-foto Mischa sengaja sama sekali tidak ingin Fee masuk ke dalam gambar.
Ugh... Mischa mendecak kesal saat meneliti satu persatu foto itu dan hanya menemukan bagian lengan, samping kepala, atau punggung Fee. Tidak ada satu pun yang menunjukkan wajahnya yang cantik itu.
Diam-diam ia menjadi agak menyesal karena tidak sempat berfoto bersama sebelum mereka berangkat ke istana. Ia dan Fee terlihat sangat serasi dalam pakaian pesta mereka...
[Pokoknya orangnya adalah gadis yang duduk di samping Pak Mischa Rhionen. Tapi sayang wajahnya sama sekali tidak kelihatan.]
[Ahhh.. kalau aku yang mengambil fotonya, aku juga tidak akan mengambil wajah gadis itu.. hahahaha. Merusak foto saja. Dia pasti akan mengundang hujatan dari ribuan orang kalau orang-orang tahu seperti apa asisten pribadi yang berani menggoda bos besar kita.]
[Apakah orangnya cantik? Kok bisa Pak Rhionen tertarik kepadanya?]
[Dengar-dengar sih orangnya sangat cantik. Tapi dia gadis biasa, dari kampung. Tidak pantas untuk bos kita.]
Mischa yang hendak menutup tabletnya menjadi kesal saat membaca beberapa komentar yang paling ramai. Mengapa gadis-gadis ini senang sekali bergosip? Mereka tidak mengenal Mischa dan Fee secara pribadi, tetapi berani sekali bicara seperti ini, pikirnya.
Akhirnya dengan kesal ia menulis komentar di bagian paling bawah.
[Ini Mischa Rhionen. Kalau kalian punya banyak waktu untuk bergosip, aku berasumsi itu karena pekerjaan kalian kurang banyak. Aku akan menyuruh HRD di setiap cabang untuk memeriksa kinerja kalian dan memberikan tambahan pekerjaan.]
Seketika tidak ada lagi yang berani berkomentar di posting tersebut. Pelan-pelan komentar yang sudah ditulis pun menghilang.