Kamar Tamu Yang Indah
Kamar Tamu Yang Indah
Di tengah ruangan ada sebuah tempat tidur besar dari kayu jati klasik dengan perlengkapan tempat tidur yang mewah berwarna serba gelap.
Di lantainya ada permadani antik dan berbagai perabotan antik yang mungkin sudah berumur ratusan tahun, mengisi kamar tersebut dengan sangat indah.
Sofa besar di pinggir jendela, dan pintu kaca besar yang membuka ke balkon luas yang dipenuhi berbagai tanaman hijau di dalam pot membuat suasana terlihat sangat nyaman.
"Wahh... aku tidak menduga, ibumu sudah menyiapkan kamar untukku," komentar Rune dengan sangat senang. "Ia pasti menyukaiku. Aku senang sekali!!"
"Jangan geer dulu," kata Rose geli. "Di rumah ini selalu ada kamar tamu yang tersedia untuk tamu yang datang mendadak. Ada dua kamar untuk laki-laki, dua kamar untuk perempuan, dan dua kamar untuk keluarga."
"Oh ya? Apa bedanya masing-masing kamar itu?" tanya Rune dengan sikap seperti orang penasaran.
Ia melangkah masuk dan melihat-lihat ke dalam kamar tamu yang disiapkan untuknya itu sambil mendecak kagum beberapa kali.
Sebenarnya Rune tahu apa bedanya masing-masing kamar tersebut karena di rumahnya juga tersedia kamar serupa. Di semua rumah keluarga mereka di seluruh dunia selalu tersedia beberapa kamar untuk tamu.
Kamar untuk lelaki disiapkan dengan desain yang serba maskulin dan gelap, sementara kamar untuk perempuan dibuat lebih cerah dan tentunya diisi dengan berbagai kebutuhan perempuan seperti meja rias dan berbagai alat kecantikan.
Sementara kamar keluarga disediakan untuk tamu yang berkunjung sebagai keluarga kecil, misalnya pasangan dengan satu atau lebih anak kecil.
Di dalam kamar keluarga ini akan tersedia ranjang besar dengan tempat tidur bayi, atau tempat tidur anak, dan bahkan ada yang didesain seperti suite hotel yang memiliki beberapa kamar di dalamnya dan ruang duduk pribadi.
Benar saja, Rose menerangkan kepada Rune perbedaan masing-masing kamar, persis seperti yang sudah diduga oleh pria itu. Sementara Rune mendengarkan sambil berpura-pura manggut-manggut paham.
"Ahh.. hebat sekali," kata pria itu dengan ekspresi kagum.
"Ahh.. biasa saja," lagi-lagi Rose merendah. "Banyak orang yang rumahnya seperti ini. Tidak ada yang istimewa."
Rune mengerti sikap Rose yang seperti ini tentu karena ia terbiasa bergaul dengan orang-orang dari kalangan atas. Rune sendiri memiliki rumah megah dan mewah dengan banyak kamar tamu seperti yang ada di rumah keluarga Fournier.
Namun, demi menekuni perannya sebagai laki-laki miskin, lagi-lagi Rune harus tampak terkesan.
"Mau kutunjukkan apa saja isi kamarnya?" tanya Rose menawakan diri.
Tepat saat itu, Pak Rolland tiba dengan koper mereka. Ia mengetuk pintu dan melangkah masuk ke dalam kamar setelah dipersilakan oleh Rose.
"Koper yang mana yang harus saya taruh di sini, Nona?" tanyanya dengan sopan.
Rune segera menghampiri Pak Rolland dan mengambil kopernya yang berwarna hitam. "Ini koperku, Pak Rolland. Terima kasih banyak."
"Ah.. baiklah. Kalau begitu, saya akan menaruh koper yang satu lagi di kamar Nona Rose," kata Pak Rolland. Ia mengangguk ke arah Rune dan keluar membawa koper berwarna biru milik Rose.
"Kurasa aku akan baik-baik saja. Kau tidak perlu menunjukkan isi kamarnya," kata Rune. "Terima kasih atas keramahan keluargamu. Kamar ini bagus sekali. Aku sangat menyukainya."
"Baiklah kalau begitu. Aku akan ke kamarku dan beristirahat sebentar. Nanti satu jam lagi aku akan mengetuk pintu kamarmu dan kita bisa ke teras bersama-sama untuk minum teh dan mengobrol dengan ibuku," kata Rose.
"Baiklah. Sampai nanti, Rose."
Rose tersenyum manis dan keluar dari kamar Rune kemudian menutupkan pintu di belakangnya. Sementara itu, Rune duduk di ranjang dan kemudian menjatuhkan tubuhnya sambil menatap langit-langit.
Astaga.... rasanya sangat sulit dipercaya.
Ia sekarang berada di rumah keluarga calon istrinya!
Ups... Rune menertawakan dirinya sendiri yang sudah menganggap Rose sebagai calon istrinya dan keluarga Fournier sebagai calon besannya.
Ia memang sangat percaya diri. Ia juga merupakan seorang laki-laki yang sabar. Ia bersedia menunggu sampai Rose dapat membuka hati untuk dirinya.
***
TOK TOK
Sejam kemudian terdengar ketukan di pintu kamar Rune. Pemuda itu segera membukanya dengan sigap dan menyambut kehadiran Rose di depan kamarnya.
Gadis itu telah berganti pakaian dengan kemeja putih dan celana jeans yang sobek di lutut, sepatu boot commando dan mantel kulit panjang yang terlihat sangat indah di tubuhnya.
Rambutnya diikat ekor kuda dan di wajahnya tampak tersaput riasan tipis. Ahh.. Rose terlihat sangat segar dan cantik. Untuk sesaat Rune tertegun. Kenapa gadis itu selalu terlihat semakin cantik setiap kali Rune melihatnya?
"Kau berganti pakaian?" Rune bertanya. Ia menyesal tadi hanya mencuci muka dan merapikan diri seadanya. Mungkin seharusnya ia juga berganti pakaian yang lebih rapi untuk bertemu Duchess Fournier.
"Iya, aku mau mengajakmu berjalan-jalan ke Kota Tua setelah minum teh dan mengobrol dengan ibuku. Apa kau lupa?" tanya Rose.
Rune tidak lupa. Malah ia sangat antusias dapat berjalan-jalan dengan Rose di Bacilia. Namun, ia tidak mengira mereka akan langsung berangkat setelah minum teh bersama Duchess Fournier.
"Hm.. kalau begitu, aku berganti pakaian dulu," kata pemuda itu. "Apakah kau mau menunggu?"
"Tentu saja. Aku tunggu di sofa," kata Rose.
Rune tersenyum senang. Ia buru-buru membongkar kopernya dan mengeluarkan satu setel kemeja dan jeans baru yang tampak serasi dengan pakaian yang dikenakan Rose sekarang.
Ahh.. ia beruntung sekali karena memiliki kemeja putih yang mirip seperti kemeja yang sedang dikenakan gadis itu, juga sepatu boot commando yang sama.
Selera mereka dapat berpakaian sebenarnya cukup mirip. Hanya saja, Rune memang sengaja membeli pakaian dari marketplace dengan harga yang murah, agar tidak membuat Rose curiga.
Sementara Rune berganti pakaian di kamar mandi, Rose menunggunya sambil duduk manis di sofa yang berada di tepian jendela. Ia memusatkan perhatiannya pada pemandangan taman yang terlihat dari jendela Rune.
Tidak lama kemudian, Rune keluar dari kamar mandi dengan penampilan lebih segar. Ia juga mengenakan kemeja putih dan celana jeans, sepatu boot commando, dan mantel.
Rose terkikik melihat penampilan pria itu. "Astaga... orang akan mengira kita ini membeli pakaian dari toko amal yang sama."
"Kenapa toko amal?" tanya Rune keheranan.
Rose mendeham. "Biasanya barang-barang yang tidak laku di toko akan disumbangkan ke toko amal atau dijual lewat toko diskonan untuk dibeli orang dengan harga murah. Makanya kita bisa mendapatkan barang yang sama dengan harga murah."
Rune ikut tertawa mendengar penjelasan Rose. Ah... benar juga.
Ia tidak berpikir ke arah sana. Ia hanya senang bisa mengenakan pakaian yang mirip dengan Rose agar mereka terlihat seperti pasangan.