KEBAHAGIAAN JESSI
KEBAHAGIAAN JESSI
Armand berdiri dengan kedua kakinya untuk pertama kalinya. Sudah dua minggu Armand memakai palsu kakinya dan selama itu pula Armand melakukan terapi untuk berjalan.
"Lihat Jessi, aku sudah bisa berdiri kan?" ucap Armand pada Jessi yang sedang berdiri di sampingnya.
"Ya Mand, aku senang melihatmu bisa berjalan lagi. Tapi...kamu harus ingat tidak boleh berjalan terlalu lama." ucap Jessi dengan tersenyum.
"Aku akan mengingatnya Jess, tapi sebelum itu kita akan menikah. Kamu tahu Jess, kita akan segera pulang dan akan menikah." ucap Armand dengan sebuah senyuman yang penuh kebahagiaan.
"Tapi Mand, bukannya kamu masih terapi lagi?" tanya Jessi dengan tatapan tak mengerti.
"Aku bisa melanjutkan terapi di Indonesia." ucap Armand dengan pasti.
"Tapi... kalau kita pulang, bagaimana dengan Cahaya? Chello masih sibuk dengan operasi Mas Danish tahap dua." ucap Jessi dengan hati bingung.
"Kenapa kamu terlihat bingung, Cahaya kita bawa saja ke Indonesia. Saat kita menikah nanti, Chello pasti datang kita bisa memberikan Cahaya pada Chello kembali." ucap Armand dengan tenang.
"Apa yang kamu katakan benar Mand, aku akan memberitahu Chello sekarang." ucap Jessi mengambil ponselnya untuk segera menghubungi Chello.
Sambil melihat Cahaya yang sedang tidur di sofa, Jessi menghubungi Chello.
"Hallo Chello." sapa Jessi setelah Chello menerima panggilannya.
"Jessi, ada apa? sepertinya kamu sedang gembira." tanya Chello dengan tersenyum.
"Kamu tahu darimana kalau aku gembira Chell?" tanya Jessi dengan heran.
"Dari nada suara kamu, sangat jelas kalau kamu bahagia." ucap Chello dengan santai.
"Wah...kamu sekarang punya indera ke enam ya!" ucap Jessi dengan wajah memerah.
"Tidak juga Jess, ada apa kamu mencariku?" tanya Chello masih dengan santai.
"Aku mau memberitahu kamu, kalau besok lusa aku dan Armand akan pulang ke Indonesia dan kita akan segera menikah." ucap Jessi dengan hati bahagia.
"Syukurlah Jess, aku senang mendengarnya. Jangan lupa, aku menunggu undangannya." ucap Chello ikut merasakan kebahagiaan Jessi.
"Chello." panggil Jessi berniat membahas Cahaya.
"Hem...ada apa?" tanya Chello dengan kening berkerut.
"Cahaya Chell, aku berpikir kamu masih fokus dengan keadaan Mas Danish. Jadi, aku berniat membawa Cahaya. Setelah kamu urusan kamu selesai kamu bisa menjemput Cahaya." ucap Jessi dengan suara pelan.
"Tidak apa-apa Jess, Cahaya kan anak kamu juga. Memang saat ini aku masih sibuk menjaga Mas Danish." ucap Chello merasa rindu pada Cahaya.
"Karena itulah Chell, besok lusa aku membawa Cahaya sekalian bersamaku. Saat kita menikah kamu kan datang, kamu bisa melihat Cahaya." ucap Jessi dengan perasaan lega.
"Lakukan saja, karena di sini aku masih belum bisa menjaga Cahaya sepenuhnya. Setelah Mas Danish selesai operasi tahap dua, aku baru punya banyak waktu luang." ucap Chello menjelaskan sesuatu pada Jessi.
"Baiklah Chell, beritahu aku saat kamu sudah punya waktu luang ya?" ucap Jessi sebelum menutup panggilannya.
"Aku pasti akan memberitahumu. Jangan lupa beritahu aku kapan kamu menikah." ucap Chello kemudian menutup panggilan Jessi.
"Bagaimana Jess, apa Chello setuju kita membawa Cahaya?" tanya Armand dengan serius.
"Ya... Chello setuju dan dia juga menunggu undangan kita." ucap Jessi seraya memeluk pinggang Armand yang berdiri di hadapannya.
"Syukurlah, kalau begitu kamu persiapkan barang-barang kita. Aku akan pesan tiket untuk besok pagi." ucap Armand sudah tak sabar Ingin segera pulang dan menikah dengan Jessi.
"Kamu terlihat bahagia sekali sayang." ucap Jessi dengan tatapan penuh.
"Tentu aku sangat bahagia, apa kamu tidak bahagia?" tanya Armand membalas tatapan Jessi.
"Aku sangat bahagia Armand, aku tidak sabar Ingin menjadi istrimu." ucap Jessi meraba dada Armand dengan sebuah senyuman.
"Sepertinya kamu sedang menggodaku Jess, benarkan kamu menggodaku?" tanya Armand dengan tatapan nakal.
"Tidak, kenapa aku harus menggodamu." ucap Jessi melepas pelukannya tapi tangan Armand telah menahannya.
"Aku tidak akan melepaskanmu Jessi." ucap Armand semakin memeluk erat pinggang Jessi.
"Armand lepaskan, nanti Cahaya bangun?" ucap Jessi berusaha melepaskan diri hingga hampir saja Armand terjatuh, untung saja Jessi menopang tubuh Armand.
"Auhh!! Jessi." panggil Armand mengaduh kesakitan.
"Armand! kamu tidak apa-apa kan sayang?" tanya Jessi dengan wajah cemas.
"Kakiku, kakiku sakit sekali." ucap Armand sambil memeluk bahu Jessi dengan erat.
"Ayo, kita duduk dulu Mand." ucap Jessi sambil membantu Armand agar duduk di kursi.
"Sakit sekali Jess." ucap Armand dengan manja.
"Armand, tunjukkan mana yang sakit?" tanya Jessi mengangkat wajahnya agar Armand menunjukkan mana yang sakit.
"Di sini Jess." sahut Armand seraya meraih tangan Jessi dan di letakkan di dadanya.
"Dada? bukannya yang sakit di kaki?" tanya Jessi menatap Armand dengan bingung.
"Ya... dadaku sakit, karena calon istriku tidak memberiku satu ciuman walau hanya satu kali saja." ucap Armand sambil memejamkan matanya.
"Em... ternyata kamu nakal ya?" ucap Jessi sambil menjepit ujung hidung Armand.
Armand tidak menghiraukan jepitan Jessi, kedua matanya masih terpejam menunggu Jessi menciumnya.
"Armand, jangan seperti ini." ucap Jessi sedikit merasa bersalah karena tidak memberi ciuman pada Armand.
Armand masih tetap bergeming dengan kediamannya, hingga Jessi tidak bisa lagi membujuknya selain menuruti keinginan Armand.
Dengan perasaan gugup, Jessi menangkup wajah Armand dengan kedua tangannya. Perlahan Jessi menyapu lembut bibir Armand dan melumatnya dengan pelan.
Jantung Armand berdetak sangat kencang, tidak percaya Jessi memberikan ciumannya.
Sambil memeluk pinggang Jessi, Armand membalas ciuman Jessi dengan penuh perasaan.
Dengan saling berpelukan Jessi dan Armand saling membalas ciuman dengan penuh gairah saling melumat dan menghisap hingga Jessi melepas bibirnya saat merasakan kehabisan napas.
"Kamu tidak apa-apa Jess?" tanya Armand seraya mengusap lembut wajah Jessi.
"Tidak apa-apa, aku sedikit kehabisan nafas saja." jawab Jessi sambil menghela nafas panjang.
"Maafkan aku, aku telah memaksamu melakukannya." ucap Armand dengan tatapan sendu.
"Tidak Mand, Kenapa kamu harus meminta maaf. Apa yang kita lakukan sangatlah wajar." ucap Jessi menangkup lembut wajah Armand.
"Terima kasih Jess." ucap Armand memeluk erat tubuh Jessi.
"Bunda." panggil Cahaya yang tiba-tiba bangun duduk di sofa.
"Cahaya, anak Bunda sudah bangun." ucap Jessi seketika melepas pelukan Armand dan menghampiri Cahaya.
"Bunda, Ayah Chello kapan pulang?" tanya Cahaya yang tiba-tiba menanyakan Chello.
"Apa Cahaya kangen sama Ayah Chello?" tanya Jessi sambil membelai rambut Cahaya.
Cahaya menganggukkan kepalanya dengan cepat.
"Apa Cahaya mau bicara dengan Ayah Chello?' tanya Jessi dengan penuh kasih sayang.
"Ya Bunda." sahut Cahaya dengan antusias.
"Kalau begitu, Cahaya telepon Ayah Chello dengan Ayah Armand ya sayang? Bunda mau ke dapur dulu." ucap Jessi seraya memberikan ponselnya pada Armand.
Dengan penuh kasih sayang, Armand duduk di samping Cahaya kemudian menghubungi Chello agar bisa bicara dengan Cahaya.
Jessi tersenyum bahagia, karena Armand juga telah menjadi seorang Ayah yang baik bagi Cahaya.