142. Milik Etria
142. Milik Etria
Lois dan Lyra relatif tidak membuat kerusakan berarti ke bangunan kantor. Senjata mereka bisa digunakan untuk menusuk dengan efektif. Berbeda sekali dengan Mireon dan Etria. Senjata keduanya tidak bisa digunakan untuk menusuk. Kerusakan yang dibuat Mireon tak seberapa, hanya membentuk lubang-lubang bekas tancapan kapak saja di dinding dan lantai. Etrialah yang begitu bar-bar. Seperti tidak bisa mengendalikan tenaganya, dia banyak membuat retakan besar di lantai dan dinding. Belum lagi perabotan seperti meja komputer atau lemari kabinet yang hancur terkena ayunan palunya. Para tuan sampai mundur, takut ada serpihan perabot yang terbang mengenai mereka.
"Hahahaha!!! Mati kalian!!!" Etria tampak sangat menikmati perannya. Ia kembali mengayunkan palunya kepada salah satu monster. "Heaaa!!!"
Robin berjongkok dan menghela napas, memandangi pertarungan itu. "Sampai kapan ya kira-kira?"
"Semoga cepet, deh!" gerutu Janu, bersembunyi di belakang punggung Rava sambil celingukan, begitu waspada kalau-kalau ada monster yang datang kepadanya lagi.
"Preman kok takut sama laba-laba," ledek Robin.
"Berisik! Elu ...." Janu tercekat hebat. Wajahnya langsung pucat pasi. Ia merasakan sesuatu yang menggelikan di kakinya. Saat menengok ke bawah, dia mendapati satu monster sedang naik ke kakinya itu. "Uwaaaaa!!!"
Pemuda itu mengibas-ngibaskan kakinya dengan sangat membabi-buta.
"Ugggh!!!" Rava memegangi selangkangannya yang tak sengaja tertendang Janu. Ia pun jatuh berlutut dengan nyeri yang tak terkira.
"Woi! Tenang dulu!" seru Robin, yang masih berjongkok. "Elu diem! Nanti ...."
Robin langsung jatuh tersungkur begitu kepalanya tersambar keras kaki Janu. Monster di kaki Janu itu pun akhirnya lepas, melayang di udara, sebelum akhirnya mendarat di punggung Etria. Bidadari itu langsung merinding hebat.
"Kyaaaaa!!!" Etria memekik keras saat monster itu memasuki celana bagian belakangnya, entah melakukan apa di pantat bidadari itu. "Toloooonggggg!!!"
Etria lebih gelagapan daripada Janu. Bidadari itu lari mondar-mandir, terlalu panik untuk melakukan sesuatu kepada makhluk di tubuhnya itu. Bahkan dia sampai menabraki meja-meja komputer. Perabotan-perabotan itu pun tumbang disambar tubuh Etria.
Mireon pun berlari mendatangi bidadari malang itu seraya mengacungkan kapaknya. "Aku akan menolongmu."
"Hiiiii!!!" Etria malah ketakutan melihat Mireon yang seperti akan membacok pantatnya itu. Etria berlari kabur, sementara Mireon tetap berlari ke arahnya. Terjadilah kejar-kejaran absurd yang seharusnya tidak terjadi dalam situasi segenting ini.
"Heiii!!! Kenapa kalian malah kejar-kejaran! Kita harus membasmi monster-monster ini!" seru Lois sekuat tenaga, tetapi Mireon dan Etria sepertinya tidak mendengar. Lois pun berdecak keras dan menoleh kepada sang saudari angkat. "Lyra, kamu urusi monster-monster ini!"
"Eeh!? Apa kamu sudah gila!?" timpal Lyra keras.
Lois melompat dan menangkap tubuh Etria. Mereka berdua pun berguling-guling di lantai. Tanpa peringatan, Lois memelorotkan celana Etria begitu saja. Monster yang ada di celana Etria pun kabur dan Mireon bisa langsung membunuhnya.
Peristiwa celana Etria yang dipelorotkan itu terjadi di depan mata Rava.
Pemuda itu cuma bisa melongo. Etria yang berbaring di lantai pun ikutan melongo melihat Rava yang melongo. Mata Rava bisa melihat dengan sangat jelas, bagian tubuh yang seharusnya tidak dilihatnya. Bagian yang begitu berharga bagi Etria. Kini, bagian itu tak terlindungi selembar benang pun.
"Kyaaaaa!!!" Etria dan Rava berteriak serempak. Muka keduanya langsung memerah bak tomat matang.
Sementara itu, seolah tak memedulikan Etria, Mireon dan Lois sudah berlari untuk membantu Lyra melawan monster lagi.
Karena terlalu gelagapan memakai celananya lagi, Etria malah jadi kesulitan melakukannya. Rava masih bisa melihat bagian milik Etria itu. Bahkan mata Rava beberapa kali menangkap pemandangan pantat Etria yang begitu mulus.
"Hapus semuanya dari pikiranmu itu! Atau aku akan menggoreng anumu di minyak panas!" bentak Etria.
Rava pun menggangguk-angguk cepat.
"Kamu ...." Etria tercekat saat Rava ternyata memegangi selangkangan. "Punyamu berdiri!? Dasar mesum! Dalam kondisi begini, bisa-bisanya kamu terangsang!?
Sekarang, Rava menggeleng cepat. "I-ni tadi anuku ketendang mas Janu!"
"Dasar mesum!" hardik Etria. Matanya mulai dilapisi cairan bening. "Aku tidak akan memaafkanmu! Lelaki yang boleh melihatnya hanyalah suamiku kelak! Mati kamu!"
Etria sudah akan meraih kepala Rava ketika Lois berteriak keras, "Woi! Kenapa kamu malah duduk-duduk, Etria!? Bantu kami melawan monster!"
Serta-merta, Etria bangkit dari lantai, berlari menghampiri mentornya itu. Rava menarik napas lega. Dia seperti baru saja menghindari bencana yang mengerikan.
"Hmmm .... Ternyata di antara bidadari pun beda-beda ...," celetuk Janu yang kini berjongkok di samping Rava, mengelus-ngelus dagu. "Bentuk, warna, sama potongan rambutnya beda. Kalau Mireon sama Lois itu...."
"Jangan dibahas, Mas!" pekik Rava, histeris layaknya perempuan.
Pertarungan terus berlanjut. Para bidadari memang tidak terluka sama sekali. Monster-monster itu pada dasarnya tidak menyerang, melainkan mengincar para tuan. Namun, bukan berarti mereka tidak kerepotan.
"Mereka tidak ada habis-habisnya!" keluh Ione, tak henti-hentinya menusuki monster-monster yang datang.
"Bagaimana kalau kita pancing keluar dan habiskan sekaligus!" seru Lyra, menghujamkan pedangnya ke monster kesekian.
"Memangnya, di antara kita ada yang punya kekuatan ...." Lois tercenung saat melihat Etria yang sedang mementung beberapa monster sekaligus.
"Heaaa!!! Heaaa!!! Heaaa!!!" Teriakan penuh semangat terus meluncur dari mulut Etria.
"Baiklah! Kita pergi dari sini! Biarkan para monster itu keluar! Aku punya rencana!" seru Lois, kemudian menarik Etria dan menceritakan dengan cepat rencananya itu. Etria mengangguk-angguk mantap.
Dengan isyarat Lois, para bidadari pun mulai mundur. Lois mengangkut Robin, sementara Mireon dan Lyra menyahut tuan masing-masing. Di belakang mereka, monster-monster itu terus mengejar, merayap di dinding, lantai, dan langit-langit.
"Aktifkan kemampuan Etria, Rava!" pinta Lois kepada Rava yang dibopong Lyra.
Meski tak mengerti, Rava tetap melakukan perintah Lois. Rava memencet satu-satunya tanda biru terang di lengan.
"Kenapa kamu yang bawa aku," tanya Robin yang ada di tangan Lois, mengernyit dan memberi gestur tak nyaman.
Lois menoleh ke belakang sejenak, memeriksa rombongan monster. "Sudah, jangan banyak omong! Jalani saja!"
Begitu berbelok di sebuah persimpangan, mereka bertemu rombongan monster yang lain.
"Lewat sini!" seru Lyra, mendobrak pintu ruangan besar yang sepertinya milik petinggi kantor. Bidadari yang lain pun segera menyusul masuk. "Pegangan yang erat, Rava!"
"Eh? Eh? Eeh? Kamu mau ngapain, Lyra!?" Rava histeris saat mendapati tubuhnya semakin dekat dengan jendela kaca besar.
Lyra melompat sembari memutar tubuhnya. Alih-alih Rava yang ditabrakkan ke jendela, punggung Lyra yang menyambar kaca itu, membuatnya pecah berkeping-keping. Teknik yang sama pun digunakan bidadari yang lain.
Di udara, bidadari-bidadari itu melakukan gerakan sedemikian rupa, sehingga tetap bisa mendarat dengan kedua kaki.
Para monster pun tumpah dari jendela itu. Begitu jatuh ke aspal tempat parkir, mereka kembali mengejar tuan-tuan yang dibopong para bidadari.
Hanya Etria yang yang masih bertahan di gedung kantor, kini berdiri di pinggiran jendela yang pecah itu. Menarik napas panjang, dia melompat tinggi, bersiap mengayunkan palunya. Palunya itu pun membesar dengan ukuran yang luar biasa masif.
"Heeeeaaaaa!!!" Tanpa ampun lagi, bidadari itu, menghantamkan mata palunya ke gerombolan monster. Terdengar debam yang begitu menggelegar, bahkan sampai sedikit menggetarkan bumi, dibarengi kemunculan retakan luar biasa besar di aspal.