DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

BERUSAHA SABAR



BERUSAHA SABAR

"Baiklah Gladys aku memberikan waktu satu minggu untuk kamu berpikir. Tapi tetap saja kalian harus menikah karena itu sudah keputusanku." ucap Mark dengan wajah serius menatap Gladys dan Jeevan secara bergantian.     

Wajah Gladys pucat pasi mendengar keputusan Tuan Mark yang memutuskan pernikahannya dengan Jeevan.     

"Aku tidak bisa Tuan Mark, tolong maafkan aku. Sebenarnya aku dan Tuan Jeevan tidak...." Gladys tidak bisa melanjutkan ucapannya saat Jeevan menutup mulutnya dengan salah satu tangannya.     

"Aku dan Gladys sudah memutuskan sama sekali tidak keberatan dengan keputusan Ayah." ucap Jeevan dengan tatapan penuh.     

"Kenapa kamu menutup mulut Gladys, Jeevan? lepaskan tanganmu, aku mau mendengar apa yang akan dikatakan Gladys." ucap Mark dengan tenang kemudian menatap Gladys.     

"Lanjutkan apa yang ingin kamu katakan Gladys?" ucap Mark dengan sabar menunggu apa yang di katakan Gladys.     

Jeevan menatap penuh kedua mata Gladys, salah satu tangannya yang tidak terluka memeluk pinggang Gladys dengan erat.     

Gladys menelan salivanya seraya menegakkan punggungnya, pelukan dan tatapan Jeevan sepertinya sebuah ancaman baginya.     

"Seperti yang di katakan Tuan Jeevan, aku tidak keberatan dengan keputusan Tuan Mark. Aku hanya meminta waktu untuk menenangkan diri dalam beberapa hari saja. Hal ini mendadak sekali, sungguh membuatku sangat terkejut Tuan Mark." ucap Gladys dengan perasaan gugup sekaligus kesal dengan sikap Jeevan yang telah membuatnya tidak bisa berkutik lagi.     

"Baguslah kalau kamu setuju dengan keputusanku Gladys karena aku sangat percaya kalian berdua akan hidup bahagia. Hanya satu minggu saja waktu untuk kamu menenangkan diri, setelah itu kita akan membicarakan waktu pernikahan kalian. Dan jangan lupa, besok pagi kalian harus mengundang beberapa teman kalian untuk menghadiri acara pertunangan kalian." ucap Mark dengan tatapan penuh.     

Gladys dan Jeevan saling pandang tidak bisa membantah lagi perintah Mark.     

"Permisi, Tuan Mark... makanan sudah siap." ucap pelayan rumah dengan menundukkan kepalanya.     

"Terima kasih Mariam." ucap Mark pada Maria pelayan yang sudah ikut dengannya sejak Jeevan di lahirkan dan tinggalkan oleh ibunya.     

"Jeevan, Gladys kita sarapan dulu setelah itu kalian siapkan segala sesuatunya untuk acara pertunangan kalian besok." ucap Mark seraya bangun dari duduknya dan pergi ke ruang makan.     

"Aku sama sekali tidak menyukai hal ini Tuan Jeevan. Anda sudah membawaku dalam masalah besar!" ucap Gladys dengan suara pelan tapi penuh dengan tekanan.     

"Tenanglah Nona Gladys, tanggal satu besok anda akan menerima gaji tiga kali lipat." ucap Jeevan berbisik di telinga Gladys seraya beranjak dari tempatnya, namun tangan Gladys menarik lengannya.     

"Bukan tiga kali gaji Tuan Jeevan! tapi lima kali gaji!! apa anda sudah lupa? atau aku harus bilang pada Tuan Mark kalau kita hanya sandiwara." ucap Gladys dengan nada mengancam.     

"Anda mengancamku Nona Gladys? apa anda yakin akan memberitahu Ayah tentang sandiwara kita ini? apa anda ingin membunuh Ayahku yang punya penyakit jantung? silahkan saja." ucap Jeevan berjalan tegap hingga melupakan rasa sakit di lututnya.     

"Aauhhh!! Assshh!! kenapa aku sampai lupa kalau kakiku sakit." ucap Jeevan berpegangan pada dinding.     

Gladys tersenyum, merasa senang melihat Jeevan kesakitan sambil memegang lututnya.     

"Itulah kalau orang lupa dengan janjinya." ucap Gladys berjalan pelan melewati Jeevan.     

"Aku tidak melupakan janjiku Nona Gladys!! aku hanya lupa berapa kali gaji yang harus aku berikan padamu!" ucap Jeevan berusaha menahan kesabarannya mengahadapi Gladys.     

Dengan tertatih-tatih Jeevan berjalan ke ruang makan dan duduk di samping Gladys.     

"Kenapa jalanmu jadi seperti itu Jeevan? apa kakimu juga terluka?" tanya Mark sambil menikmati sarapannya.     

"Tidak Ayah, hanya terasa nyeri saat buat jalan cepat." ucap Jeevan sambil melirik ke Gladys yang duduk tenang di sampingnya.     

"Seharusnya kamu minta tolong pada Gladys untuk menuntunmu, jangan dipaksakan kalau tidak bisa jalan." ucap Mark sambil menatap Jeevan dan Gladys secara bergantian.     

"Aku sudah menawarkan bantuan, tapi Tuan Jeevan tidak mau Tuan Mark. SepertinyaTuan Jeevan sudah terbiasa hidup mandiri." ucap Gladys dengan tersenyum melihat Jeevan yang menatapnya dengan tatapan pasrah.     

"Ayah tidak perlu cemas, calon menantu Ayah seorang wanita yang pintar dan sangat mengerti dengan keadaanku. Nona Gladys sangat tulus mencintaiku Ayah, tidak seperti wanita lainnya yang hanya suka pada hartaku saja." ucap Jeevan menyindir Gladys yang suka pada uang.     

Gladys menelan salivanya, sungguh kata-kata Jeevan sangat menyakiti hatinya.     

"Jangan berpikir negatif pada semua wanita, di antara wanita itu pasti ada wanita yang berhati mulia yang tulus yang rela berkorban untuk orang lain." ucap Gladys dengan wajah serius.     

Jeevan terdiam namun dalam hatinya sama sekali tidak percaya dengan apa yang di katakan Gladys.     

Tuan Mark, menatap Gladys dengan sebuah senyuman.     

"Aku percaya padamu Gladys kamu wanita yang baik yang bisa mencintai Jeevan dengan tulus." ucap Tuan Mark sambil melihat ke arah Jeevan yang menikmati makanannya dengan tenang.     

Gladys hanya tersenyum kecut mendengar ucapan Tuan Mark. Bagaimana dia bisa mencintai Jeevan yang jelas-jelas bukan laki-laki normal. Jeevan punya hubungan dan dengan laki-laki lain, dan Jeevan mencintainya.     

"Em... Tuan Mark, mungkin saat ini aku tidak bisa membantu Tuan Jeevan untuk menyiapkan persiapan pertunangan besok. Aku masih ada pekerjaan di rumah." ucap Gladys tidak ingin berlama-lama di rumah Jeevan yang membuat dadanya sesak.     

"Kamu tidak bisa pulang sampai acara pertunangan kamu selesai Gladys. Jeevan baru saja mengalami kecelakaan dan juga harus mempersiapkan untuk acara besok. Siapa lagi yang akan membantu dan menjaga Jeevan kalau bukan kamu calon istri Jeevan." ucap Tuan Mark dengan wajah serius.     

"Tapi Tuan Mark, aku tidak membawa pakaian apa pun?" ucap Gladys mencari alasan tepat.     

"Jeevan kamu dengar apa yang di katakan Gladys? kamu belikan Gladys pakaian lewat on-line di toko langganan kita dan segera di kirim kemari." ucap Tuan Mark dengan serius kemudian meninggalkan tempat.     

"Kamu bisa lihat sendiri kan? walau Ayahku begitu sangat sabar tapi Ayahku sangat keras kepala. Kami tidak bisa menolak keinginannya." ucap Jeevan dengan tatapan penuh.     

"Sama persis dengan putranya, keras kepala dan selaku memaksakan keinginannya!" ucap Gladys bangun dari tempatnya dan pergi ke kamar Jeevan.     

"Ini sungguh menghabiskan kesabaranku. Bagaimana aku tidak bisa marah dengan sikapnya yang benar-benar menentangku." ucap Jeevan dalam hati sambil menatap makanannya yang masih utuh.     

"Lihat ini, Gladys sama sekali tidak peduli aku bisa makan atau tidak dengan tanganku yang terluka. Apa aku harus makan dengan tangan kiri?" ucap Jeevan dengan wajah suram menatap makanannya.     

Dengan perasaan kecewa Jeevan menghubungi toko pakaian langganannya untuk mengirim beberapa pakaian wanita untuk Gladys.     

Setelah selesai menghubungi Toko pakaian langganannya, Jeevan masuk ke dalam kamar dan melihat Gladys sedang bicara dengan seseorang lewat telepon.     

Kening Jeevan berkerut saat melihat Gladys terlihat bahagia dan sebuah senyuman di wajahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.