DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

MERASA DI CINTAI



MERASA DI CINTAI

"Dengar itu Jeevan! kamu sudah dengar apa yang dikatakan Gladys? walau dia sudah tahu kamu seperti itu tapi dia masih membelamu! bahkan dia tidak membiarkan orang lain menghancurkan kamu!!" ucap Tuan Jeevan dengan kedua matanya berkaca-kaca merasa malu di hadapan Gladys mempunyai putra seperti Jeevan.     

Jeevan menatap Ayahnya kemudian menatap Gladys yang masih memeluknya.     

"Kenapa kamu selalu menolongku? bukankah kamu tidak menyukai pria gay seperti aku?" Tanya Jeevan dengan suara bergetar.     

Gladys terdiam tidak tahu harus menjawab apa dengan pertanyaan Jeevan.     

"Selesaikan masalahmu dengan Ivan brengsek itu!! sebelum selesai kamu tidak perlu pulang ke rumah!!" ucap Tuan Mark dengan suara berat kemudian keluar dari ruangan.     

Melihat Tuan Mark pergi dari ruangan segera Gladys melepas pelukannya dan mengambil nafas lega.     

"Wuuuhh, akhirnya aku bisa bernapas lega." Ucap Gladys berusaha tenang seraya melepas pelukannya, Namun dengan cepat Jeevan meraih pinggang Gladys dan memeluknya dengan sangat kuat.     

"Anda mau kemana Nona Gladys? anda tidak bisa kemana-mana sebelum menjawab pertanyaanku tadi." ucap Jeevan semakin mempererat pelukannya.     

"Bagaimana aku bisa menjawab pertanyaan Tuan? aku tadi hanya spontan saja. Tuan Jeevan adalah atasanku, aku tidak ingin atasanku menjadi malu di hadapan semua karyawan." Gladys memberi alasan yang cukup kuat agar Jeevan tidak berpikir macam-macam padanya.     

"Apa anda yakin dengan apa yang anda katakan Nona Gladys? apa anda benar-benar melakukannya dengan spontan tanpa memakai hati?" tanya Jeevan menatap penuh wajah Gladys.     

Gladys menelan salivanya membalas tatapan Jeevan dengan hati berdebar-debar.     

"Ada apa denganku sekarang? kenapa hatiku jadi berdebar-debar seperti ini? apa aku telah jatuh cinta pada Tuan Jeevan? tidak!! itu tidak mungkin!! tidak mungkin aku jatuh cinta pada seorang gay!" ucap Gladys sambil memejamkan matanya menepis perasaan dalam hatinya.     

Melihat Gladys memejamkan matanya, Jeevan mengartikan Gladys meminta sesuatu darinya.     

Dengan hasrat yang Jeevan rasakan, Jeevan memberanikan diri untuk mencium kembali bibir Gladys.     

"PLAKKK!!"     

"Apa yang anda lakukan Tuan Jeevan!! kenapa anda selalu menciumku?!!" ucap Gladys melepas pelukan Jeevan sambil mengusap bibirnya dengan kasar.     

"Bukankah anda yang meminta Nona Gladys?" ucap Jeevan mengatakan hal seperti yang di pikirkannya.     

"Aku meminta anda menciumku?!! yang benar saja!! kapan!!" ucap Gladys dengan bibir cemberut.     

"Dengan memejamkan mata, apa itu bukan suatu permintaan padaku untuk mencium anda?" ucap Jeevan dengan wajah serius.     

"Dasar otak mesum!! seharusnya aku membiarkan Tuan Mark menghajar Tuan sampai babak belur dan masuk rumah sakit!!" ucap Gladys seraya mengambil tasnya untuk segera pergi menemui Farel.     

Belum sampai Gladys membuka pintu, terdengar suara Jeevan mengaduh keras.     

"Aaaauhhh!!" Jeevan mengaduh kesakitan sambil memegang perut dan keningnya yang berdarah.     

Dengan spontan Gladys mendekati Jeevan dan memegang lengannya.     

"Ada apa Tuah Jeevan? anda tidak apa-apa kan?" tanya Gladys dengan tatapan cemas.     

"Apa anda tidak melihatku kalau aku terluka parah. Lihat perut dan keningku yang berdarah?" ucap Jeevan dengan tatapan menggoda.     

"Lalu? apa Tuan Jeevan berharap aku yang mengobati luka Tuan? kenapa tidak pergi saja ke Ivan!! bukankah Ivan yang membuat anda seperti ini?" ucap Gladys dengan bibir cemberut.     

"Anda benar Nona Gladys, kenapa anda harus peduli padaku? sebaiknya aku ke tempat Ivan. Dia yang harus merawatku di saat aku terluka." ucap Jeevan dengan suara pelan berniat pergi dari ruangan tapi tangah halus Gladys menarik lengannya.     

"Anda tidak akan kemana-mana, apalagi ke rumah Ivan! aku tidak akan membiarkan anda terluka lagi karena sikap bodoh anda." ucap Gladys membawa Jeevan duduk di sofa.     

Jeevan menatap Gladys yang mengambil kotak obat yang tergantung di dinding.     

"Apa anda mau mengobati lukaku Nona Gladys?" tanya Jeevan dengan tatapan penuh saat melihat Gladys duduk di hadapannya.     

"Diamlah Tuan!! lebih baik aku berkorban mengobati luka anda daripada aku melihat anda pergi ke rumah Ivan! hal itu tidak akan terjadi lagi!" ucap Gladys dengan tatapan serius kemudian mengobati kening Jeevan.     

"Anda sangat peduli padaku Nona Gladys? apa anda sama sekali tidak mencintaiku?" tanya Jeevan dengan suara pelan.     

Gladys menghentikan gerakan tangannya seraya menarik napas dalam-dalam.     

"Sudah aku katakan Tuan Jeevan, aku tidak mungkin mencintai seorang pria gay." ucap Gladys dengan tatapan dalam.     

"Kalau aku tidak lagi menjadi seorang gay apa anda akan mencintaiku Nona Gladys?" tanya Jeevan dengan wajah serius.     

Gladys terdiam tanpa menjawab pertanyaan Jeevan, Gladys melanjutkan mengobati kening Jeevan.     

"Sudah selesai Tuan Jeevan, sekarang aku mau lihat keadaan perut anda." ucap Gladys seraya mengambil gel pendingin memar.     

"Jangan, biar aku yang mengobatinya sendiri." ucap Jeevan dengan perasaan kecewa Gladys selalu tidak berterus terang tentang perasaannya.     

"Biar aku yang mengobatinya Tuan." ucap Gladys seraya meraih kancing kemeja Jeevan.     

"Tidak perlu, kamu tidak perlu repot-repot melakukannya jika tidak mempunyai perasaan padaku." ucap Jeevan dengan nada dingin.     

"Tuan Jeevan biarkan aku mengobati anda." ucap Gladys keras kepala.     

"Tidak perlu." ucap Jeevan keras kepala juga.     

"Dengarkan aku Tuan Jeevan, aku melakukan hal ini karena Tuan Jeevan adalah tunanganku jadi biarkan aku menjalankan tugasku!" ucap Gladys dengan kesal membuka beberapa kancing kemeja Jeevan.     

Gladys sangat terkejut saat melihat perut Jeevan yang putih berwarna biru keunguan akibat pukulan Tuan Mark.     

"Pasti sakit sekali rasanya kan Tuan Jeevan?" tanya Gladys dengan kedua matanya berkaca-kaca.     

"Tidak terlalu sakit, kenapa anda menangis? bukankah anda tidak mempunyai perasaan apa-apa padaku?" tanya Jeevan dengan tatapan penuh.     

"Jangan bicara seperti itu, semua orang pasti sedih melihat keadaan Tuan Jeevan seperti ini." ucap Gladys seraya mengolesi perut Jeevan dengan gel.     

"Sudah cukup, biar aku yang mengolesi sendiri." ucap Jeevan tidak tahan dengan ucapan Gladys yang telah membuatnya bingung dengan perhatiannya.     

"Kenapa?" tanya Gladys dengan kedua alis terangkat.     

"Tidak apa-apa, aku harus pergi sekarang. Anda di sini saja, nanti aku jemput." ucap Jeevan berniat ke rumah Ivan untuk memberi peringatan.     

"Anda mau kemana?" tanya Gladys dengan kedua alis terangkat dengan tatapan curiga.     

"Apa anda mau ke rumah Ivan lagi?" tanya Gladys dengan tatapan tidak senang.     

Jeevan menganggukkan kepalanya dengan pelan seraya mengancingkan kembali kancing kemejanya.     

"Kenapa anda masih saja ke sana setelah semua ini terjadi? apa anda benar-benar tidak bisa berpisah dari Ivan? apa anda benar-benar mencintai Ivan?" tanya Gladys dengan tatapan serius merasa kesal dengan sikap Jeevan yang masih mengejar-ngejar Ivan.     

"Ada apa Nona Gladys? kenapa anda selalu marah setiap kali aku ingin bertemu dengan Ivan? apa anda merasa cemburu?" tanya Jeevan dengan suara parau ingin sekali mendengar kalau Gladys benar-benar perhatian padanya karena rasa sayang.     

"Ya...aku marah dan cemburu Tuan Jeevan!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.