DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

JANJI GLADYS



JANJI GLADYS

"Ada apa Nona Gladys? kenapa anda selalu marah setiap kali aku ingin bertemu dengan Ivan? apa anda merasa cemburu?" tanya Jeevan dengan suara parau ingin sekali mendengar kalau Gladys benar-benar perhatian padanya karena rasa sayang.     

"Ya...aku marah dan cemburu Tuan Jeevan!" ucap Gladys dengan gusar melepas pegangannya.     

Jeevan menatap penuh wajah Gladys dan menangkup wajahnya.     

"Katakan sekali lagi kalau anda marah dan cemburu?" tanya Jeevan dengan hati berdebar-debar.     

"Kenapa harus aku ulangi? kalau aku mengatakan lagi, apa hal itu akan menghilangkan perasaan Tuan pada Ivan?" tanya Gladys dengan tatapan tak lepas dari kedua mata Jeevan.     

Tanpa berkata apa-apa Jeevan menatap Gladys dengan tatapan tak percaya kemudian memeluk Gladys dengan sangat erat.     

Gladys memejamkan matanya membiarkan Jeevan memeluknya.     

"Maafkan aku Tuan Jeevan, aku harus melakukan hal ini. Aku tidak ingin membuat Tuan Mark bersedih. Aku sudah berjanji pada Tuan Mark untuk menjaga anda. Aku tidak ingin Ivan menghancurkan kehidupan anda." ucap Gladys berusaha percaya kalau cinta itu bisa datang karena terbiasa.     

"Semoga suatu saat aku bisa mencintai anda dan anda juga bisa mencintaiku." ucap Gladys seraya mengusap punggung Jeevan.     

"Jadi... katakan padaku sekarang Nona Gladys? apa kamu benar-benar cemburu padaku?" tanya Jeevan menarik penuh wajah Gladys dengan sebuah senyuman.     

"Sudah aku katakan, aku cemburu padamu Tuan Jeevan yang menyebalkan!" ucap Gladys sambil mencubit gemas hidung Jeevan.     

Mendengar ucapan Gladys yang sudah pasti cemburu padanya membuat Jeevan benar-benar sangat bahagia.     

"Walau menyebalkan tapi kamu mencintaiku kan Gladys?" ucap Jeevan dengan tersenyum menatap wajah penuh wajah Gladys.     

"Aku sangat mencintaimu Tuan Jeevan. " ucap Gladys meyakinkan hati Jeevan.     

"Jangan memanggilku Tuan lagi, panggil saja namaku Glad. Aku juga memanggil namamu saja. Kamu tidak keberatan kan?" tanya Jeevan dengan serius.     

Gladys menganggukkan kepalanya dengan tersenyum.     

"Terserah kamu saja Jeev, yang terpenting aku tidak mau kamu menyebut nama mantan kamu itu." ucap Gladys dengan wajah serius.     

"Aku berjanji padamu Glad, aku akan meninggalkan dan melupakannya." ucap Jeevan dengan sungguh-sungguh.     

"Syukurlah aku senang mendengarnya, sekarang kirim pesan pada Ivan kalau kamu sudah tidak ingin berhubungan dengannya karena kamu lebih mencintaiku." ucap Gladys ingin memastikan Jeevan benar-benar berpisah dari Ivan.     

Jeevan menganggukkan kepalanya kemudian mengambil ponselnya dan segera mengirim pesan pada Ivan seperti permintaan Gladys.     

"Sudah aku lakukan Tuan Putri. Sekarang apa yang harus aku lakukan lagi agar kamu tidak cemburu lagi?" tanya Jeevan dengan tersenyum.     

"Kita pulang ke rumah besar dan meminta maaf pada Tuan Mark. Mungkin dengan kita menikah lebih cepat, Tuan Mark akan percaya dengan kesungguhan kamu." ucap Gladys ingin mengikat Jeevan dengan pernikahan agar lebih bisa menjaga dan mengawasi Jeevan.     

"Baiklah Tuan Putri aku akan melakukannya." ucap Jeevan seraya beranjak dari tempatnya, namun gerakannya terhenti saat mendengar ponselnya berbunyi berulang-ulang.     

Jeevan mengambil ponselnya dan melihat nama Ivan di layar ponselnya.     

Tanpa ragu-ragu Jeevan menerima panggilan Ivan sambil menggenggam tangan Gladys agar tetap di dekatnya. Jeevan mengeraskan suara ponselnya.     

"Ada Van? apa pesan yang aku kirim masih belum jelas? aku ingin hubungan kita berakhir. Aku akan menikah dengan Gladys dalam Minggu ini." ucap Jeevan dengan sangat yakin. Gladys menelan salivanya mendengar ucapan Jeevan.     

"Dengarkan aku Jeev!! aku tidak akan membiarkan kamu menikah dengan wanita kampung itu. Kalaupun kamu menikah dengannya aku tidak akan membiarkan kalian hidup bahagia. Aku mencintaimu Jeev!! kamu hanya milikku! lihat saja apa yang akan aku lakukan pada wanita kampung itu." ucap Ivan kemudian menutup panggilannya.     

Jeevan menghela nafas panjang, kemudian menatap Gladys.     

"Kamu tidak takut kan dengan ancaman Ivan?" tanya Jeevan dengan wajah serius.     

"Kenapa aku harus takut? aku tidak takut sama sekali." ucap Gladys tidak menunjukkan rasa takutnya di hadapan Jeevan.     

Gladys tahu bagaimana kecemburuan dan kemarahan seorang Gay lebih berbahaya dari kemarahan seorang wanita.     

"Baguslah kalau kamu tidak takut, apa kita bisa pergi sekarang menemui Ayah?" tanya Jeevan telah bertekad memulai hidupnya baru bersama Gladys.     

Gladys menganggukkan kepalanya mengikuti Jeevan keluar dari ruang kerjanya.     

"Jeev, lepaskan tanganmu malu di lihat orang." Ucap Gladys merasa tidak enak dengan tatapan semua karyawan yang sekarang menatapnya.     

"Kenapa kamu malu, semua orang sudah tahu kalau kita sudah bertunangan dan sebentar lagi mereka juga akan tahu kalau kita akan menikah." ucap Jeevan masih menggenggam tangan Gladys berjalan keluar kantor tanpa peduli dengan tatapan semua karyawannya.     

"Jeev, sebelum kita ke rumah besar apa kita bisa ke rumah Nadia? aku akan mengirim pesan pada Farel agar bertemu di sana." ucap Gladys setelah berada di dalam mobil.     

"Sebaiknya kita menemui Ayah dulu. Setelah itu kemana pun kamu pergi aku akan mengantarmu. Apa kamu setuju?" tanya Jeevan ingin secepatnya memastikan rencana pernikahannya di ketahui Ayahnya.     

"Baiklah, kalau itu keinginan kamu." ucap Gladys mengiyakan keinginan Jeevan.     

Jeevan tersenyum kemudian menjalankan mobilnya menuju ke rumah besar.     

Tiba di rumah besar Jeevan menghentikan mobilnya dan melihat ke arah Gladys yang sedang melamun.     

"Ada apa? kenapa kamu melamun? apa kamu menyesal dengan apa yang kita putuskan ini?" Tanya Jeevan sudah merasa trauma dengan masa lalunya.     

"Kenapa kamu berpikir seperti itu? aku tidak pernah menyesal dengan apa yang sudah aku putuskan." ucap Gladys dengan tersenyum kemudian keluar dari mobil.     

Jeevan tersenyum setelah mendengar apa yang di katakan Gladys.     

Dengan penuh keyakinan Jeevan keluar dari mobil kemudian mendekati Gladys dan menggenggam tangannya.     

"Terima kasih Glad, aku akan bersungguh-sungguh dengan hubungan kita ini." ucap Jeevan kemudian mengajak Gladys masuk ke dalam rumah.     

Rumah terlihat sangat sepi seperti biasanya.     

"Kita langsung ke ruang kerja Ayah saja." ucap Jeevan membawa Gladys ke ruang kerja Tuan Mark.     

Tiba di ruang kerja Tuan Mark, Jeevan mengetuk pintu beberapa kali namun tidak ada jawaban dari dalam.     

Sambil menunggu jawaban dari Ayahnya, Jeevan menatap Gladys dengan perasaan tidak enak.     

"Tidak biasanya Ayah seperti ini. Tidak mungkin juga kalau tidak mendengar suaraku." ucap Jeevan memberanikan diri membuka pintu ruang kerja Ayahnya.     

"Ceklek"     

Pintu ruang kerja Tuan Mark terbuka, Jeevan melihat mencari keberadaan Ayahnya. Jeevan sangat terkejut saat melihat Ayahnya tergeletak di lantai. Dengan cepat Jeevan mendekati Ayahnya.     

"Ya Tuhan!! Ayahhhh!! Ayahhhh!" panggil Jeevan memanggil nama Tuan Mark berulang-ulang.     

Melihat Tuan Mark pingsan di pangkuan Jeevan, Gladys ikuti merasa panik.     

"Jeevan, sebaiknya Tuan Mark kita bawa ke rumah sakit saja." ucap Gladys sambil menghubungi rumah sakit terdekat untuk segera mengirim ambulans.     

"Kenapa dengan Ayahku Glad? apa Ayah pingsan karena aku?" tanya Jeevan dengan wajah sedih dan pucat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.