DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

MERAYUMU



MERAYUMU

Di rumah besar...     

Nadia segera mengambil ponselnya saat berbunyi berulang-ulang. keningnya bergerak saat melihat nama Gladys di layar ponselnya.     

"Dari siapa Nadia?" tanya Jonathan duduk di kursi rodanya dengan santai.     

"Dari Gladys sepertinya penting sekali." ucap Nadia kemudian segera menerima panggilannya.     

"Ya sudah kamu terima saja siapa tahu penting." ucap Jonathan sambil memicingkan matanya ingin tahu apa yang dibicarakan gadis dan Nadia.     

Nadia mendengarkan suara Gladys yang terdengar seperti orang kebakaran.     

"Nadia...Nadia Apa kamu mendengar sesuatu yang terjadi hari ini." ucap Gladys sambil berteriak yang membuat Nadia menutup telinganya.     

"Ada apa aku tidak mendengar sesuatu katakan saja apa yang kamu maksud ucap Nadia masih dengan pandangan ke arah Jonathan yang sedang menatapnya.     

"Renata ada di kota ini dia tinggal bersama Jonathan di rumah orang tuanya dan Apa kamu tahu kalau Renata akan bekerja sama dengan suami kamu dia akan bekerja dengan Jen di perusahaan Jonathan." ucap Gladys dengan perasaan tak percaya.     

"kamu tahu dari mana?" tanya Nadia dengan kami berkerut karena Jonathan sama sekali tidak menceritakan apapun padanya.     

"Dari jean sendiri, dia yang menceritakan semuanya. Kalau kamu tidak percaya Tanya saja sama suami kamu. Dia kan yang punya perusahaan." ucap Gladys sangat berbeda saat berhadapan dengan Jeevan.     

"Ya sudah Glad, biar aku tanya pada Jonathan sekarang aku tutup dulu telponnya." ucap Nadia kemudian menutup panggilan Gladys.     

"Jo, Apa kamu tahu tentang Renata yang akan bekerja sama di perusahaan kamu?" tanya Nadia langsung pada Jonathan.     

"aku rasa apa yang dikatakan gadis benar Renata memang akan bekerja sama di tempatku dia akan bekerja dengan Jen." ucap Jonathan dengan tenang.     

"Lalu kenapa kamu tidak mengatakan padaku Kenapa kamu merahasiakannya?" tanya Nadia dengan kening berkerut tidak tahu maksud dari Jonathan kenapa merahasiakannya.     

"aku tidak merahasiakannya memang aku tidak menceritakannya padamu untuk apa Bukankah itu masalah pekerjaan bukan masalah pribadi." ucap Jonathan menjelaskan tentang masalah pekerjaan bukan masalah pribadi.     

"tapi mereka akan mengenalku? Kenapa tidak mengatakannya padaku dan katakan ada hubungannya dengan Jen." ucap Nadia berpikir kalau Jonatan sengaja menyembunyikannya darinya.     

"Renata tidak ada hubungannya dengan Jen jadi untuk apa aku menceritakannya padamu dan cuma dalam masalah pekerjaan bukan masalah pribadi Kenapa kamu jadi marah padaku?" tanya Jonathan merasa cemburu setiap Nadia menyebut nama Jane.     

"tapi kan Renata temennya Jen, dan Jean teman dekat kita. Kenapa kamu tidak berpikir ke situ?" ucapkan dia dengan tatapan kecewa.     

"jadi kamu nyalakan aku karena aku tidak menceritakannya padamu Ya sudah aku yang salah kamu yang benar selalu aku yang salah kalau sudah berhubungan dengan Jane." ucap Jonathan dengan penuh kecemburuan mendorong kursi rodanya masuk ke dalam kamar.     

"Kenapa dia yang marah seharusnya aku yang marah." ucap Nadia saat Jonathan tiba-tiba pergi begitu saja masuk ke dalam kamarnya.     

melihat Nadia dan Jonathan terlihat salah paham ada yang mendengarnya saat itu mendekati Nadia dan menasehatinya.     

Entah kenapa setelah mendengar nasehat dari ibunya Nadia sedikit mengerti tentang menjaga perasaan suami.     

selamanya dari kesalahannya Nadia masuk ke dalam kamar berniat untuk meminta maaf pada Jonathan .     

Nadia menghela nafas panjang saat Jonathan hanya duduk diam di kursi rodanya.     

tanpa menimbulkan suara Nadia mendekati Jonathan dan memeluknya.     

"Jo....maaf." Ucap Nadia dengan suara pelan.     

Jonathan tetap diam di tempatnya.     

berkali-kali Nadia meminta maaf namun tetap saja Jonathan diam di tempatnya     

karena merasa lelah untuk meminta maaf akhirnya dia berbaring di tempat tidur untuk istirahat dan membiarkan Jonathan tetap duduk di kursi rodanya.     

Sampai tengah malam Nadia terbangun dan menyadari karena Jonathan masih tetap duduk di kursi rodanya tanpa membangunkan dirinya untuk membantunya naik ke tempat tidur.     

"Ya Tuhan!! apa yang aku lakukan pada Jo?? kenapa aku sampai ketiduran??" tanya Nadia dengan cepat bangun dari tidurnya dan melihat Jonathan masih dalam keadaan duduk dengan mata terpejam.     

"Ya Tuhan!! Jo?!!" panggil Nadia dengan panik mendekati Jonathan dan menangkup wajahnya.     

"Ya Tuhan!! Kenapa dengan Jo??" tanya Nadia masih memeluk Jonathan yang sedang tidur dengan wajah gelisah.     

Kulit tubuh Jonathan mulai terasa panas hingga menggigil kedinginan dalam pelukannya.     

"Nadia, tolong ambilkan selimut hawanya sangat dingin sekali. Aku kedinginan." ucap Jonathan merapatkan tubuhnya dalam pelukan Nadia.     

Tanpa berkata apa-apa Nadia menarik pelan selimut tebal yang sudah menjadi satu dengan sprei tempat tidurnya.     

"Apa Jo apa kamu masih kedinginan?" tanya Nadia setelah menyelimuti Jonathan hingga batas lehernya.     

"Peluk aku Nadia." ucap Jonathan dengan mata setengah terpejam menenggelamkan kepalanya dalam dada Nadia.     

"Jo minum obat dulu ya? sepertinya kamu Demam." ucap Nadia tidak tega melihat Jonathan menggigil kedinginan.     

"Aku tidak apa-apa Nad, aku hanya demam saja." ucap Jonathan mengusap-usapkan kepalanya di dada Nadia.     

"Tapi tubuh kamu sangat panas." ucap Nadia lagi sambil meraba kening Jonathan.     

"Aku tidak apa-apa." ucap Jonathan dengan suara hampir tak terdengar.     

"Minum obat dulu Jo, setelah itu biar aku kompres. Kalau minum obat demam kamu akan cepat turun." ucap Nadia membujuk Jonathan agar mau minum obat dan mau di kompres.     

Jonathan menggelengkan kepalanya memeluk Nadia semakin kuat.     

"Nadia, kamu tidak akan meninggalkan aku kan?" tanya Jonathan menatap Nadia dengan tatapan sedih.     

"Kenapa kamu bertanya seperti itu? ada apa Jo?" tanya Nadia dengan tatapan lembut.     

"Katakan dulu kamu tidak akan pernah meninggalkan aku walau di luar sana banyak yang sempurna yang menginginkan kamu." ucap Jonathan dengan suara parau.     

"Apa Jo memikirkan apa yang di kirim Jean? apa karena hal itu Jonathan jadi uring-uringan dari tadi?" tanya Nadia dengan suara lembut mengusap wajah Jonathan yang hangat.     

"Jean mencintai kamu Nadia, dia masih mengharapkan kamu. Bisa saja suatu saat kamu akan bosan denganku. Aku pria tidak sempurna, aku tidak bisa melakukan apa pun?" ucap Jonathan dengan tatapan sedih dan sayu.     

Nadia menggelengkan kepalanya dengan pelan.     

"Kenapa kamu memikirkan hal yang tidak penting bagi hubungan kita? Kita sudah menikah dan akan punya anak Jo. Biarkan mereka bicara apa pun tentang kita, yang penting kita berdua bahagia dengan cinta yang kita punya." ucap Nadia dengan tatapan sungguh-sungguh.     

"Tapi kamu juga masih peduli dengan Jean walau kamu sudah tahu kamu adalah istriku." ucap Jonathan dengan nada cemburu.     

"Maafkan aku tentang hal itu jo. Aku mengaku salah. Seharusnya aku tidak seperti itu di hadapan kamu. Aku hanya merasa kasihan saja pada Jean, tidak lebih dari itu. Aku hanya mencintai dan setia pada kamu. Jadi kamu jangan lagi cemburu pada Jean." ucap Nadia mengakui kesalahannya dan meminta maaf pada Jonathan.     

"Apa aku salah kalau aku punya rasa cemburu pada Jean, Nadia? apa kamu lebih membela Jean di banding aku?" tanya Jonathan merasa Nadia masih membela Jean di banding dirinya.     

"Jo? kenapa kamu berpikir aku membela Jean??! tentu saja aku lebih membela kamu. Kamu suamiku, aku lebih membela kamu di banding Jean." ucap Nadia menggenggam tangan Jonathan.     

"Tapi pada kenyataannya kamu lebih membela Jean, Nadia. Hanya karena Jean sedih kamu marah seperti itu? kalau kamu lebih memilih Jean kenapa kamu mau menikah denganku." ucap Jonathan semakin cemburu dengan Jean.     

"Ya Tuhan!! ada apa dengan suamiku? apa kamu sedang datang bulan?" tanya Nadia menangkup wajah Jonathan dan menatap kedua mata Jonathan dengan tatapan tak berkedip.     

"Aku serius Nadia, aku tidak sedang bercanda." ucap Jonathan dengan wajah semakin suram.     

"Aku juga tidak sedang bercanda Jo!! aku, aku sungguh gemas padamu Jonathan!! kamu sangat mengesalkan!" ucap Nadia dengan perasaan gemas mencium bibir Jonathan yang hangat.     

Jonathan memejamkan matanya sangat terkejut dengan ciuman Nadia yang tiba-tiba tanpa dia minta.     

"Sudah cukup Nadia, aku sedang tidak enak hati. Aku masih cemburu dan ingin marah dengan apa yang terjadi hari ini." ucap Jonathan mengalihkan wajahnya hingga ciuman Nadia terlepas.     

"Jonathan, kita sudah menikah kenapa kamu masih cemburu dengan Jean? Aku dan Jean tidak ada apa-apa suamiku." ucap Nadia benar-benar merasa bingung dengan kecemburuan Jonathan yang tidak bisa di redakan.     

"Kamu memang tidak ada apa-apa dengan Jean. Tapi kamu memberikan perhatian lebih pada Jean karena itu Jean tidak mudah melupakan kamu." ucap Jonathan dengan pemikirannya.     

"Apa yang kamu lihat dan yang kamu pikirkan itu sama sekali tidak benar. Aku memberikan perhatian pada Jean hanya sebatas sebagai teman biasa yang peduli pada teman di saat sedih. Hanya itu saja, tidak lebih." ucap Nadia dengan wajah serius dan sungguh-sungguh.     

Jonathan menundukkan wajahnya merasa bingung haruskah percaya dengan apa yang di katakan Nadia atau apa yang dia pikirkan.     

"Jonathan dengarkan aku, kamu sudah tahu bagaimana aku mencintaimu sejak pertama kali bertemu hingga aku melakukan apa yang harus yang tidak harus aku lakukan. Aku melakukan hal itu karena ingin menikah denganmu. Apa hal itu tidak menjadikan bukti kalau aku benar-benar menginginkanmu?" ucap Nadia tidak putus asa berusaha membujuk dan menenangkan hati Jonathan.     

"Lihat perutku ini Jo, aku bisa seperti ini karena aku terlalu mencintaimu. Antara kamu dan Jean tidak bisa aku bandingkan. Tentu saja sangat berarti kamu di banding yang lain." ucap Nadia seraya menyentuh bibir bawah Jonathan.     

"Apakah benar yang kamu katakan itu? kalau aku sangat berarti bagimu dibanding yang lain? bagaimana kalau suatu saat aku mati? Apa kamu akan berpaling pada yang lain?" tanya Jonathan dengan serius.     

"Sssttt!!! apa yang kamu katakan?? jangan bicara tentang kematian Jo. Kamu akan selalu bersamaku sampai kita menua bersama. Tidak pernah terpikir dalam pikiranku untuk hidup bersama dengan yang lain. Aku hanya milikmu Jo, dan kamu hanya milikku." ucap Nadia dengan mata berkaca-kaca tidak bisa mendengar tentang kematian seseorang apalagi itu tentang kematian Jonathan.     

Melihat Nadia menangis, Jonathan baru percaya pada besarnya cinta Nadia padanya.     

"Apa kamu sedih dengan kematianku Nadia?" tanya Jonathan dengan hati berdebar-debar ingin mendengar Nadia mengatakan cinta setiap hari padanya.     

"Aku tidak hanya sedih Jo, mungkin aku bisa gila tanpa kamu." ucap Nadia dengan tatapan dalam memeluk leher Jonathan dan mencium bibir Jonathan dengan sangat dalam.     

Jonathan kembali memejamkan matanya, kali ini hatinya benar-benar merasa yakin dengan cinta Nadia melepas.     

Dengan memeluk pinggang Nadia, Jonathan membalas ciuman Nadia dengan lebih intens dan lebih dalam dari ciuman Nadia.     

Hati Nadia merasa lega setelah berusaha membujuk dan merayu akhirnya hati Jonathan luluh juga.     

Hingga pagi hari pelukan Jonathan sama sekali tidak terlepas dari dirinya Nadia hanya bisa menatap wajah tampan Jonathan dengan penuh rasa cinta.     

"Tidak tahu apa yang kamu pikirkan tapi aku sangat bahagia kalau kamu ada perasaan cemburu pada Jen aku merasa senang karena rasa cemburu itulah yang bisa menguatkan cinta Kita." ucap Nadia seraya mengusap aja Jonathan yang sudah terlelap.     

Dengan perasaan sayang Nadia membangunkan dengan pelan agar Jonathan tidak merasa terkejut.     

"Jo...Jo.... bangun Jo??" panggil Nadia masih dengan mengusap wajah Jonathan dengan penuh kelembutan.     

perlahan Jonathan membuka matanya dengan menatap wajah Nadia yang sangat dekat dengan wajahnya.     

"apa sekarang sudah pagi Nadia?" tanya Jonathan sambil mengusap matanya yang masih merasa mengantuk.     

"Iya...sekarang sudah pagi aku mau jalan-jalan ke taman samping Apa kamu mau menemaniku sepertinya udara di luar sangat sejuk dan segar kita bisa ngobrol di sana sambil menikmati teh hangat." ucap Nadia dengan sebuah senyuman.     

"baiklah aku akan menemanimu tapi berikan aku satu ciuman yang bisa membuat mataku terbuka aku masih sangat mengantuk semalam terasa sangat melelahkan dengan kecemburuanku yang kadang memang tidak beralasan." ucap Jonathan masih ingat yang terjadi semalam.     

"tidak apa-apa Jo mungkin saat itu kamu lelah dan merasakan hal yang mungkin kamu anggap benar tapi aku tidak menyalahkan Mungkin aku yang harus menjaga jarak dengan Jen." ucap Nadia dengan tatapan lembut.     

"Apa kamu tidak jadi mengajakku untuk jalan-jalan Kenapa harus membahas itu lagi yang membuat aku pusing." ucap Jonathan dengan wajah mulai suram.     

"Baiklah apa tadi yang kamu minta coba ciuman baiklah Tuan Jonathan akan aku berikan sebuah ciuman itu yang bisa membuat Tuan Jonathan tidak akan mengantuk lagi." ucap Nadia dengan tersenyum kemudian mencium bibir Jonathan dengan penuh perasaan.     

Mendapat ciuman yang sangat lembut dan agak lama akhirnya Jonathan bisa membukanya matanya dengan terbuka.     

"Bantu aku untuk turun Nadia kamu tahu akhir-akhir ini kakiku sedikit mudah aku gerakkan walau sangat sakit. Aku tidak tahu kenapa apa mungkin semua itu bertemu berpengaruh dari pikiran." ucap Jonathan dengan tatapan tak percaya.     

"Apa yang kamu katakan kemungkinan itu benar Jo semua rasa sakit itu terkadang berawal dari pikiran dan dari pola makan jadi kalau kamu tidak mudah cemburu mungkin saja kamu tidak akan sakit." ucap Nadia menggoda Jonathan.     

"Kenapa kamu mengatakan itu terus katakan saja kalau aku memang beri aku cemburu Aku tidak apa-apa karena memang itu pada kenyataannya aku memang pria pencemburu dan cemburuku selalu tidak bisa aku kendalikan tapi itu hanya padamu bukan pada wanita lain." ucap Jonathan dengan suara penuh ke kanan agar dia tahu kalau dia setia hanya pada satu wanita.     

"Aku percaya jangan percaya padamu Jo dan kamu juga harus percaya padaku kalau aku hanya mencintai kamu dan selalu setia padamu tidak ada hal yang penting di dunia ini hanya selain kamu dan bagi yang ada di dalam kandunganku ini anak kita." ucap Nadia seraya mengusap wajah Jonathan dengan tatapan penuh cinta.     

"Aku juga percaya padamu Aku tidak pernah meragukan kamu Maafkan aku kalau terkadang rasa cemburuku tidak ada alasan tiba-tiba marah padamu " ucap Jonathan dengan tatapan penyesalan.     

"Sudahlah lupakan semuanya Jangan memikirkan hal yang lain yang tidak penting buat kita sekarang Aku sudah memberikan ciuman itu ayo kita jalan-jalan ke taman sudah lama kita tidak ke sana." ucap Nadia sambil membantu Jonathan turun dari tempat tidur dan mendudukkannya di atas kursi rodanya.     

sambil memberikan selimut pada Jonathan, Nadia mendorong kursi roda Jonathan ke arah taman samping bunga di mana taman bunga itu milik pribadi Jonathan.     

Jonathan merentangkan tangannya merasakan hawa segar saat berada di taman bunganya yang penuh dengan bunga mawar.     

"Aku tahu kamu sangat merindukan tempat ini tapi rumah kita sederhana di sana juga tidak kalah indah dengan tempat ini kan." ucap Nadia Entah kenapa lebih menyukai tinggal di rumah sederhana daripada di rumah besar yang terasa sepi dan asing baginya.     

"Aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan Nadia kenapa kamu tidak ingin tinggal di rumah ini ini adalah rumah kamu orang tua kamu juga tinggal di sini seharusnya kita bisa kumpul bersama." ucap Jonathan dengan tatapan penuh.     

"Tidak ini bukan rumahku ada orang tuaku ini adalah rumah kamu Jo rumah Ayah Amel yang dijaga oleh orang tuaku untuk kamu jadi aku merasa rumah ini bukanlah milikku." ucap Nadia tidak pernah berpikir untuk memiliki apa yang bukan miliknya.     

"Tapi kamu lupa satu hal kalau rumah ini milikku berarti milikmu juga Karena Kamu adalah istriku apapun yang aku miliki bahkan nyawaku adalah milikmu dan kamu tidak bisa menolak itu." ucap Jonathan dengan tatapan sungguh-sungguh.     

"Baiklah aku menurut saja dengan Apa kata kamu Bukankah seorang istri harus menurut pada suami tapi sebelum aku melahirkan biarkan kita tinggal di rumah sederhana Aku ingin hidup tenang di sana dan melupakan semua masa Lalu apa kamu bisa mewujudkannya Jo?" tanya Nadia dengan tatapan penuh harap.     

"Tentu saja aku tidak pernah memaksa kamu untuk tinggal di rumah besar sudah aku katakan berkali-kali di manapun kamu berada aku akan menemani kamu aku tidak akan memaksa kamu untuk tinggal di sini." ucap Jonathan dengan tatapan penuh cinta.     

"Ayo kita ke sana Jo." ucap Nadia setelah bicara dari hati ke hati dengan Jonathan hatinya sangat lega apalagi dengan permasalahan soal Jean yang terkadang selalu membuat Jonathan cemburu.     

"Apa kamu mau aku ambilkan beberapa bunga untukmu?" tanya Jonathan ingin menyenangkan hati Nadia di pagi hari yang segar.     

"Tentu saja aku mau anggap saja bunga mawar itu sebagai ungkapan hati kamu yang kamu serahkan padaku." ucap Nadia dengan tersenyum.     

Dengan segera Jonathan mengambil beberapa bunga mawar yang berwarna merah dan putih kemudian diserahkan pada Nadia.     

"Bunga ini sangat cantik secantik dirimu dan harumnya seharum tubuhmu namun terkadang aku takut dengan duri yang ada di tangkai ini seperti kemarahanmu yang terkadang membuatku takut." ucap Jonathan jangan tersenyum.     

"Ternyata kamu pandai juga berpantun Jo. Kenapa kamu takut dengan kemarahanku aku tidak pernah marah padamu Jo hanya sedikit kesal saja dengan sikap kamu kamu selalu membuatku kesal dari dulu." ucap Nadia dengan sebuah teringan di matanya.     

"Nadia ada sesuatu yang ingin aku ceritakan padamu yang terjadi di kantor tadi pagi." ucap Jonathan berniat menceritakan tentang Amanda.     

"Cerita tentang apa apa terjadi sesuatu setelah aku dari sana?" tanya Nadia dengan tatapan penuh.     

"Amanda kamu masih ingat Amanda kan mantan kekasihku yang dulu yang meninggalkanku di saat aku mengalami kecelakaan setelah kita menikah dia pergi ke Singapura dan sekarang dia datang lagi." ucap Jonathan dengan suara pelan namun Nadia mendengarnya dengan jelas.     

"Kenapa dia datang lagi apa dia menemui kamu di kantor?" tanya Nadia dengan kening berkerut seolah-olah merasakan ada sesuatu yang akan terjadi.     

"Kamu benar dia menemuiku di kantor Tapi Untung saja saat itu ada Jean. jujur selain aku meminta ujian untuk bekerja denganku Aku juga sangat berlindung pada Jean dari wanita-wanita yang berniat buruk padaku." ucap Jonathan dengan jujur.     

"Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan Kenapa kamu memperkerjakan jin untuk melindungi kamu dari wanita-wanita yang berniat buruk kepadamu Apa kamu ingin mempergunakan gen sebagai pelindung. mengorbankan Jean?" tanya Nadia dengan tatapan tak mengerti.     

"Tidak seperti itu, Aku meminta Jan untuk bekerja padaku karena Jane yang mengetahui semua masa laluku dia tahu wanita-wanita yang pernah dekat denganku karena itulah saat Amanda datang Jen yang menghadapinya. Aku tidak ingin terlibat dengan wanita lain manapun Nadia." ucap Jonathan menatap penuh wajah Nadia.     

"Lalu apa yang terjadi saat Amanda datang? Apa yang kamu lakukan?" tanya Nadia dengan perasaan cemburu yang tumbuh di hatinya.     

"Dia menemuiku dan aku meminta Jane untuk menemaninya karena dia menjadi ketua kerja baru yang harus kita terima karena itu referensi dari Daddy. cinta dia tidak mengetahui kelistrikan Amanda dan hanya percaya pada ayahnya saja jadi aku tidak bisa menolak usaha Amanda menawarkan kerjasama dengan menanam modal tujuh puluh persen ke perusahaan kita." ucap Jonathan menjelaskan niat Amanda yang bekerja dengan perusahaannya.     

"Aku tidak mengerti kenapa dia harus menanam modal tujuh puluh persen ke perusahaan kita seandainya ada partner kerja baru yang menanam sembilan puluh persen ke perusahaan apakah dia punya hak dalam perusahaan itu?" tanya Nadia dengan wajah serius.     

"Kamu benar sekali siapa yang menanam modal paling besar dia punya hak suara yang paling besar untuk memberikan ide atau pun peraturan di perusahaan." ucap Jonathan dengan serius menjelaskan semuanya pada Nadia yang terlihat sangat tertarik sekali dengan perusahaan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.