Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Perfect



Perfect

"Excited?" Astro bertanya padaku.     

Aku memberinya senyum lebar sebagai jawaban sambil melirik ke jam di lenganku, pukul 09.45. Kerja tiga setengah bulan bersamanya dan teman-teman yang lain saat menggarap AT Project, akan terlihat hasilnya hari ini.     

"Kalian udah denger Vero batalin kontrak sama kita?" Donna bertanya tiba-tiba. Entah dari mana datangnya, tapi dia terlihat panik.     

"Yang main biola buat buka acara?" Astro bertanya.     

Donna mengangguk, "Istrinya dijadwalin operasi caesar sore ini karena tadi pagi ketubannya pecah duluan. Dia minta maaf banget sih, tapi kita tetep harus ganti susunan acara."     

Kami saling pandang. Vero adalah pemain biola yang sedang naik daun. Kami menempatkannya sebagai bintang tamu pembuka karena kami akan memainkan karya seni interaktif bersamaan dengan saat dia tampil. Kami bahkan sempat latihan gladi resik bersamanya kemarin siang.     

"Udah coba kontak bintang tamu lain? Ada yang bisa gantiin dia buka acara ga?" Astro bertanya.     

"Aku udah kontak semuanya, tapi semuanya nolak gantiin karena emang mereka juga ga ada persiapan apapun sama soundtrack lagu yang kita mau." ujar Donna.     

"Mm ... aku ga kenal sama pemain biola sih, tapi kalau pianis aku kenal satu." ujarku.     

"Kamu ga niat mau manggil Teana kan?" Astro bertanya dengan tatapan menyelidik.     

"Teana Swarasthika? Youtuber itu? Kamu kenal?" Donna bertanya dengan binar di matanya.     

Aku menggumam mengiyakan, "Tapi kita ga punya piano di sini. Masa kita minta Teana bawa pianonya?"     

"Kalau cuma piano kita bisa pinjem sama klub musik kan?"     

Aku tak tahu klub musik sekolah kami memiliki piano. Saat aku masuk ke ruang klub musik bulan agustus lalu, aku sama sekali tidak melihatnya.     

"Sini aku minta kontaknya." ujar Donna sambil menyodorkan tangan padaku.     

"Mm ... aku aja deh yang hubungin dia, Don. Aku juga ga yakin dia bakal mau atau ga."     

"Dia harus mau, Faza! Please, kamu harus bikin dia mau gimanapun caranya. Ya?"     

"Sebentar ya." ujarku sambil mengeluarkan handphone dari saku dan berjalan menjauh agar aku bisa berbicara pada Teana dengan lebih tenang.     

Teana mengangkat teleponnya tak lama kemudian, "Faza apa kabar? Ih, baru nelpon."     

"Sorry, sekolah lagi ada event. Aku sama Astro jadi panitia, jadi sibuk banget."     

"Kan aku udah bilang, sama kak Ray aja."     

Aku tak akan menanggapinya, "Mm ... kamu ada acara ga hari ini?"     

"Aku mau ke event kalian tau. Kemarin aku udah dikasih tiket sama Astro. Dia bilang dia mau pamer."     

"Sebenernya aku mau minta bantuan kamu sih. Kalau kamu ga keberatan." ujarku sambil menoleh ke arah Astro. Laki-laki itu benar-benar menyebalkan. Aku bahkan tak tahu dia mengundang Teana ke acara sekolah kami     

"Minta tolong apa?"     

"Vero, opening guest (bintang tamu pembuka) kita batal dateng karena istrinya mau lahiran. Rencananya mau main soundtracknya film pelaut. Nah kita mau mainin desain karya seni interaktif pas dia main. Kamu bisa mainin itu pakai piano ga?"     

"Maksudnya kamu mau minta aku main piano di event kalian?"     

"Kalau kamu ga keberatan sih, tapi lagunya emang soundtrack film itu. Kamu bisa?"     

"Bisa banget, Faza! Tapi aku minta bayaran ya."     

"Itu nanti kamu omongin sama Donna. Kamu mau nih? Bener bisa?"     

"Iya bisa! Aku pernah main itu dan aku upload di youtube. Kamu ga liat ya videonya? Tapi tenang, aku bisa kok mainin itu. Aku jalan sekarang ya, biar bisa latihan sebentar. Kita ketemu di sana." ujarnya yang langsung mematikan sambungan telepon.     

Aku kembali ke tempat Donna dan Astro yang sedang menungguku. Matahari sudah tinggi saat ini, terasa membakar kulit walau udara di sini cukup sejuk dengan angin semilir yang beberapa saat datang membelai tubuh.     

"Kamu tau Teana pernah upload video lagi mainin piano soundtrack film yang kita mau?" aku bertanya pada Donna.     

Donna mengangguk antusias, "Dia mau, kan? Ayo dong! Pasti mau kan?"     

"Dia lagi jalan ke sini, tapi dia minta dibayar. Aku chat ke kamu nomornya, nanti kamu coba telpon buat bahas bayarannya ya."     

"Aah! Thank you, Faza!" pekik Donna sambil memelukku kencang.     

"Hei udah, Faza ga bisa napas." ujar Astro sambil memukul lengan Donna dengan gulungan poster yang sejak tadi dia bawa.     

"Duh, Zen mana ya?" gumam Donna yang segera pergi.     

"Kamu ngundang Teana kenapa ga bilang aku?" aku bertanya pada Astro.     

"Emang aku harus lapor kamu?" ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

"Ga harus lapor, tapi kan bisa bilang aja. Aku mau bawain aksesoris buat dia."     

"Nanti aku anter kamu ke rumah kakek kalau cuma mau ngasih aksesoris."     

Astro benar, maka aku tak menanggapinya. Kami melakukan pengecekan ulang bersama. Keliling ke sudut-sudut yang kami pasangi instalasi dan memastikan semuanya baik-baik saja sebelum acara dimulai.     

Piano dari klub musik datang tepat jam dua belas, tak lama setelah Teana sampai. Donna menemani Teana di sesi latihan singkatnya. Donna bahkan mengambil banyak foto dan tak malu-malu untuk mengatakan bahwa dia adalah fans berat Teana.     

Acara dimulai tepat jam tiga sore. Semua acara sore ini ada di area indoor dengan banyak pertunjukan dan pameran dari klub di sekolah. Dimulai dari teater, musik, karate, bahkan freestyle basket. Dengan adanya kerja sama dengan stasiun radio P, event kami terasa semakin meriah.     

Pengunjung datang semakin banyak saat senja menjelang. Acara puncak akan dimulai beberapa saat lagi. Aku menyalakan lampu di jaket yang kupakai dan Astro melakukan hal yang sama.     

Aku melirik jam di lengan, pukul 17.25. Sudah hampir tiba waktunya bagi kami menghampiri pos di tengah lapangan. Aku mengambil beberapa botol minum, camilan dan dua box konsumsi untuk kubawa karena kami akan terjebak di atas sana sampai acara selesai.     

"Sini aku yang bawa." ujar Astro saat aku akan menaiki tangga. Aku menurutinya saja sambil menyodorkan sekantong penuh bekal untuk kami berdua dan dia menaiki tangga lebih dulu.     

Saat aku menyusulnya, seluruh isi lapangan terlihat jelas dari sini. Dengan banyaknya pengunjung yang datang dan teman-teman panitia di sela-sela mereka, serta staf dari stasiun radio yang membuat suasana semakin ramai.     

Senja yang dipenuhi semburat jingga hangat, dengan matahari yang terlihat cantik di ujung sana. Aku suka sekali senja dan hari ini terlihat sempurna, dengan Astro di sisiku.     

"Kalau kamu cerita ada event begini dari dulu, mungkin aku udah mutusin buat sekolah dari dulu."     

"Aku sengaja ga bilang. Sebenernya aku lebih suka kamu homeschooling aja. Aku udah nebak bakal banyak yang naksir kamu. Tebakanku terbukti kan?"     

Aku menoleh padanya dan menatapnya tak percaya, "Tapi kamu excited banget waktu aku mau sekolah?"     

"Excited karena aku bisa ngajak kamu sekolah bareng aku. Aku jadi bisa ngawasin kamu, nganter jemput, ga bakal ada yang berani macem-macem kalau ada aku." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aah, laki-laki ini benar-benar ....     

"Kamu mau bilang kalau kamu suka sama aku sebelum aku masuk sekolah?" aku bertanya.     

"Aku suka kamu dari pertama ketemu kamu di toko opa. Emangnya kamu pikir aku mau buang-buang waktu ikut kamu pulang kalau aku ga suka?"     

Jawabannya di luar dugaanku. Aku berharap dia akan menjawab jika dia menyukaiku sejak dia beranjak remaja. Dengan jawabannya sesaat lalu, apa bedanya dia dengan Angel? Menyukai seseorang saat masih berusia sangat muda.     

Aku menghela napas tepat saat melihat Teana menaiki panggung dan duduk di depan piano. Jari-jarinya memberi kode pada kami dan bersiap untuk memulai.     

"Kita mulai?" Astro bertanya dan aku mengangguk.     

Sudah mulai gelap sekarang. Aku memberi tanda pada panitia yang berada di pos yang lain untuk memulai pertunjukan. Sedetik kemudian instalasi cahaya dan desain karya seni interaktif kami menyala bersamaan dengan Teana yang memulai permainan pianonya. Gemuruh suara pengunjung membuat bulu halusku meremang.     

Event ini luar biasa.     

Astro mengamit tanganku dan menatapku dalam cahaya yang datang silih berganti, "Aku mau pegang tangan kamu sampai acara ini selesai. Besok kita jaga batasan kita lagi."     

Aku hanya mampu tersenyum. Aku akan membiarkannya menggenggam tanganku kali ini. Kami sudah beberapa kali mencuri kesempatan seperti ini saat merasa sangat rindu. Tangannya terasa hangat dan nyaman, seperti yang selalu kuingat.     

"Aku seneng bisa kerja bareng kamu." ujarnya sambil mengelus jariku perlahan.     

"Aku yang seneng bisa kerja bareng kamu. Semua ini ga akan bisa jadi begini kalau kamu ga ada." aku harus mengakui bahwa aku hanya membantunya memilih desain yang sesuai. Semua pekerjaan instalasi dan karya seni interaktif ini adalah pekerjaannya dan teman-temannya.     

Bintang tamu di panggung berganti satu dan lainnya. Kami bersama-sama menyanyikan lagu yang kami ketahui. Kami bahkan makan dengan saling menyuapi satu sama lain karena Astro tak bersedia melepas tanganku. Malam semakin larut saat kerumunan di sekitar kami semakin terbawa suasana oleh seorang penyanyi yang menyanyikan lagu populer yang digandrungi semua orang hingga kami bernyanyi bersama.     

"This night will be perfect if I can kiss you, but I can't (Malam ini akan sempurna kalau aku bisa cium kamu, sayangnya ga bisa)."     

Jantungku berdetak kencang mendengarnya. Dengan tangannya menggenggam tanganku seperti ini, sepertinya ada sesuatu bergerak dengan asing di perutku.     

"Jangan macem-macem, Astro." ujarku yang merasa harus menegur apapun yang ada di dalam pikirannya.     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Aku sabar kok. Kamu juga harus sabar ya."     

Aku tahu dia sedang mencoba mengingatkanku saat aku mencium bahunya saat dia menjemputku dari kantor polisi. Aku malu sekali mengingatnya.     

"Empat tahun ga lama kan?" aku bertanya untuk mengalihkan pikiran.     

"Ga lama kalau kamu punya banyak kegiatan."     

"Kita punya banyak kegiatan. Harusnya empat tahun ga akan berasa lama."     

"Kamu lagi ngeledek aku ya?" Astro bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

"Aku ga ngeledek kok." ujarku yang menyadari kami baru saja mengulang percakapan saat bermain kembang api tahun baru. Aku tak bermaksud menggodanya. Ini hanya terjadi begitu saja.     

"I love you, Mafaza Marzia."     

"I love you too, Astro Abhiyoga."     

Astro mengecup jariku dengan lembut, lama sekali. Membuatku dilema harus membiarkannya atau menegurnya, dan aku akan selalu ingat tatapannya yang hangat dalam remang-remang ini seumur hidupku.     

Aku benar-benar mencintainya.     

======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.