Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Rental



Rental

"Kita naik motor lagi?" aku bertanya saat melihat motor Astro terparkir. Dia berencana menepati janjinya semalam, akan membawaku entah ke mana.     

"Aku pikir kamu udah ga keberatan kalau kita pakai motor."     

Aku memang tak pernah merasa keberatan. Selama ini dia mengantar dan menjemput dengan mobil karena saran dari Ayah untuk menjagaku tetap aman dari apapun yang mungkin terjadi setelah kejadian bullying oleh Angel. Namun sepertinya aku aman saat ini.     

Bukankah semalam dia berkata aku juga tak perlu mengkhawatirkan tentang Donny?     

"I'm okay with it (Aku ga masalah sih)."     

"Come (Ayo)." ujarnya yang sudah berada di atas motor dengan helm terpasang di kepalanya.     

Aku memasang helm sambil menaiki motor, "Jauh ga?"     

"Setengah jam aja kok."     

Angin lembut yang sejuk menerpa tubuhku saat motor mulai melaju. Aku suka sensasi saat wajahku terkena angin, hingga membuka visor (kaca penutup helm) sepanjang perjalanan. Terlebih, matahari sedang bersembunyi di balik awan yang mulai mendung hingga cahayanya tak menyengat kulit.     

Kami melewati rute yang biasa saat akan berangkat ke sekolah, lalu lurus dan berbelok ke kanan melewati pemukiman penduduk yang ramai. Kemudian keluar di jalan lain yang lebih besar dan berbelok ke kiri.     

Kami berhenti di sebuah bangunan tua bertingkat dengan tiga unit ruko yang terpisah. Di kanan ada sebuah usaha fotokopi, di tengah ada sebuah rental game online, dan di sebelah kiri ada tempat penyewaan buku dan komik.     

Astro mengamit helm dari tanganku dan menundukkan bahu saat bertatap mata dengan seorang pria setengah baya yang berada di belakang mesin fotokopi. Kemudian mengajakku masuk ke rental game online.     

"Tumben ke sini, Den?" operator pria bertanya saat melihat kami masuk.     

"Mau ke atas sebentar. Ga ada masalah kan?" Astro bertanya sambil menyodorkan helm kami padanya.     

"Aman kok, Den. Mau dipesenin siomay ga?"     

"Boleh. Siomay sama es jeruk dua."     

Operator mengangguk dan pergi sesaat setelahnya. Astro mengajakku mengikutinya masuk lebih dalam. Kami naik ke lantai dua dan membuka pintu kaca sebelum masuk ke sebuah ruangan penuh partisi meja dengan deretan komputer. Ruangan ini terlihat seperti ruang kerja bagiku.     

Ada delapan orang duduk menghadap komputer mereka masing-masing, dengan banyak papan rencana kerja tertempel di sepanjang dinding. Aku mengenali Paolo dan Revi di antaranya, mereka terlihat sedang fokus dengan layar komputer masing-masing.     

"Ini bukan warnet kayak di bawah kan?" aku bertanya saat Astro mengajakku masuk.     

"Ini cikal bakal perusahaan gameku." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa. "Kamu pikir aku bikin dan ngatur urusan game sendirian?"     

Kurasa aku bodoh sekali. Aku bukan orang yang tergila-gila pada game hingga tak mengerti tentang hal ini. Cikal bakal perusahaan gamenya dia bilang?     

"Loh ada Faza?" Revi bertanya sambil menatap kami yang masih berdiri di depan pintu kaca. Lima orang lain menoleh mendengarnya bicara, termasuk Paolo yang tersenyum penuh arti.     

"Hai." ujarku dengan canggung. Aku tak tahu bagaimana harus menyapa mereka tanpa terlihat aneh karena aku adalah satu-satunya perempuan yang ada di sini.     

Astro berjalan menghampiri Revi, mengecek sesuatu di layar komputer dan mengetik entah apa. Aku tak dapat melihatnya dengan jelas karena gerakan jarinya cepat sekali.     

"Ah, dari tadi dong! Itu udah satu jam ga selesai." ujar Revi sambil memukul bahu Astro. Astro hanya memberinya senyum menggodanya yang biasa.     

"Ayo." ujar Astro sambil memberi isyarat untukku mengikutinya ke ujung ruangan.     

"Kenalin dong!" ujar salah satu laki-laki yang menatap kami. Aku tidak mengenalnya.     

"Ini calon istriku. Kalian ga boleh ganggu." ujar Astro sambil menarikku masuk ke ruangan yang setengahnya adalah dinding kaca.     

Seketika mereka semua gaduh dengan berbagai teriakan dan kalimat olok-olok yang ditujukan pada kami. Hanya Paolo yang terlihat cukup tenang menanggapi situasi.     

"Ruangan ini kedap suara?" aku bertanya untuk mengalihkan pikiran.     

Astro menggumam mengiyakan dan duduk di satu-satunya partisi meja dengan dua komputer di hadapannya.     

"Ini ruangan kamu?"     

Astro hanya mengangguk.     

"Apa yang kamu kerjain di sini?"     

"Nontonin mereka kerja, benerin kode, ngasih saran desain karakter, semacem itu. Aku ngebebasin aja mereka mau bikin apa, sekalian latihan. Aku jarang banget ke sini sebenernya. Aku ngajakin kamu ke sini cuma mau ngasih liat aja." ujarnya sambil menyalakan salah satu komputer. Alunan musik terdengar tak lama setelahnya. Dia sempat ikut menyanyikan satu bait lagu saat mendengarnya.     

Aku duduk di kursi di hadapannya, "Kalau kamu kerja tengahi malem, kamu ngerjain ini?"     

"Salah satunya."     

Aku tidak merasa terkejut saat ini dibandingkan saat pertama kali dia berkata ada sebuah resort dan restoran yang menjadi miliknya. Bukan tentang besar ukuran atau tingkat kemewahannya, tapi entah kenapa aku merasa hal ini memang mungkin saja terjadi.     

"Rental buku sama fotokopi di sebelah, punya kamu juga?" aku bertanya hanya untuk memastikan dugaanku.     

"Gedungnya sih iya. Ruko tua ini aku beli pas lulus SMP dulu, tapi emang disewa sama Paolo buat buka rental buku itu. Kalau fotokopinya, itu usaha patungannya anak-anak di luar itu. Buat nambahin uang jajan." ujarnya sambil memberi isyarat pada delapan orang di luar ruangan ini.     

"Mereka kamu gaji?"     

"Digaji pake royalti game yang kejual. Kalau ga kejual mereka ga dapet gaji. Makanya mereka mau susah-susah ningkatin kemampuan."     

"Bisa pakai cara itu juga ya?" aku menggumam karena baru memikirkan hal ini sekarang karena aku menggaji Putri dan Sari perbulannya seperti karyawan biasa, bukan menggaji dengan royalti.     

Terdengar beberapa kali ketukan. Aku menoleh dan menemukan operator di bawah tadi datang dengan nampan berisi dua porsi siomay dan dua gelas es jeruk. Aku bangkit dan membuka pintu untuknya.     

Dia tersenyum padaku sebelum masuk dan menaruh nampan di atas meja. Astro mengucapkan terima kasih padanya sebelum dia pergi.     

Suara gaduh di luar beberapa kali menyebut "istri" membuatku memberi tatapan tajam pada Astro. Namun dia justru tersenyum lebar sekali.     

"Jangan pakai kata-kata itu lain kali. Bikin heboh." ujarku sambil menutup pintu.     

"Biar mereka tau diri ga deket-deket kamu." ujarnya setengah tertawa.     

Aku menggeleng perlahan dan kembali ke kursi yang tadi kutinggalkan. Aku menggesernya mendekat padanya, tepat di sebelah jendela kaca sepanjang ruangan yang mengarah ke luar.     

"Makan dulu." ujarnya sambil menyodorkan satu piring siomay padaku.     

Aku mengangkat kedua kaki untuk bersila di atas kursi. Sedangkan Astro mengatur kursinya sendiri agar duduk menghadap ke arahku.     

"Enak." ujarku setelah suapan pertama.     

"Tapi aku ga mau ngajak kamu ke sini lagi. Mereka ganas kalau sama perempuan." ujar Astro sambil memberi isyarat ke luar ruangan. "Kemarin aku pecat satu orang karena ketauan bawa pacarnya pas di sini sepi dan ... gitu deh."     

Astro tak melanjutkan kalimatnya, tapi aku mengerti. Kami melanjutkan makan dalam diam dan menaruh bekasnya ke nampan. Perutku kenyang sekali.     

Aku menoleh ke luar jendela dan menggeser kursiku menghadap jendela kaca untuk menatapi hujan. Astro mengikuti dan menaruh kursinya tepat di sebelahku. Kami menyandarkan punggung kami masing-masing.     

"Kita tunggu hujannya reda baru jalan ya?"     

Aku hanya menggumam mengiyakan. Kami berencana akan ke makam keluargaku. Empat hari lagi adalah hari tewasnya mereka. Karena saat itu aku tak bisa ke makam, maka aku memutuskan ke makam hari ini dan Astro setuju untuk menemani.     

"Faza."     

Aku menoleh padanya yang sedang menyandarkan kepala di ujung punggung kursi. Wajahnya hanya berjarak dua jengkal dari wajahku.     

"Kalau nanti aku mati duluan, kamu mau nikah lagi?"     

Astaga, pertanyaan macam apa itu? Aku tak ingin membayangkan tentang kematian siapapun. Terlebih kematiannya. Dan kami bahkan belum menikah.     

"Ngomong apa sih?" aku bertanya setelah keheningan yang tiba-tiba.     

"Cuma nanya." ujarnya sambil menatapku lekat.     

Aku menghela napas, "Aku ga bisa jawab itu, Astro. Gimana kalau ternyata aku yang mati duluan?"     

"I'll die with you (Aku mau ikut mati bareng kamu)."     

"Jangan macem-macem. Emangnya kamu pikir orang tua kamu, Kakek, semua keluarga kamu ga bakal sedih kalau kamu ikut aku mati?"     

Sejak kematian keluargaku, aku memang menyadari banyak hal yang mungkin orang lain belum memahaminya. Aku tak akan berkata bahwa aku dipaksa menjadi dewasa dengan adanya kejadian itu karena pemahaman itu datang dengan sendirinya.     

"Kita ga usah bahas soal itu. Hal itu di luar kemampuan kita buat ngatur. Okay?"     

"Kalau gitu kita akan hidup bareng selamanya. Kalau aku mati, aku mau dikubur bareng kamu di satu liang."     

Entah aku harus merasa miris atau terharu mendengarnya. Membahas tentang kematian selalu membuat dadaku terasa sesak, tapi entah kenapa membahas ini bersamanya membuat dadaku terasa hangat.     

"Kita harus nikah dulu, kamu tau? Kalau aku nikah sama orang lain, kamu ga mungkin dikubur satu liang sama aku." ujarku yang berusaha memberinya pemahaman bahwa ucapannya hanyalah angan-angan.     

"Aku akan nikahin kamu beberapa tahun lagi. Tunggu aku ya."     

Aku tahu dia tulus mengatakannya, membuatku tak tega mengatakan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Karena aku tahu satu hal yang mungkin belum dipahaminya, bahwa satu detik bisa mengubah segalanya.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.