Kesepian
Kesepian
Setiap hari, ia berusaha menekan perasaannya kepada Steve dan berharap ia bisa memasuki kamarnya dan tidur, menghindari Steve. Harapannya itu membuat waktu bergerak terasa sangat lambat. Setiap kali ia menoleh, ia akan menemukan Steve di mana-mana.
Ia tidak mengharapkan Steve membalas perasaannya jadi ia juga tidak memiliki keinginan untuk menyatakannya secara langsung. Namun, hal itu juga membuatnya sedikit tersiksa.
Setiap kali ia berciuman dan memiliki kontak fisik dengan Steve, hati dan tubuhnya berteriak meminta lebih. Ia ingin disayang oleh pria itu. ia menginginkan cinta pria itu. ia menginginkan kontak yang lebih intim dengan pria itu.
Otaknya hampir membuat ia gila.
Akan tetapi, tidak ada yang menyadarinya karena Ioan berusaha sekeras mungkin untuk menutupinya. Jadi, di mata orang lain, ia selalu bersikap seperti biasa, tenang dan cuek.
Hari kelahiran anak keduanya akhirnya tiba. Bayinya lagi-lagi merupakan laki-laki tapi tubuhnya sedikit lebih mungil dari bayi normal.
Ioan sempat khawatir tapi Damian mengatakan bahwa sepertinya itu efek samping dari metode medis yang mereka lakukan untuk menyelamatkan janin ini. Sepertinya itu telah menyerang pertumbuhan tulang bayi ini sehingga kemungkinan besar, putranya kali ini akan memiliki tubuh yang lebih pendek dan mungil dari harimau umumnya.
Kali ini, Ioan membiarkan Steve memberinya nama.
"Viorel," ujar Steve saat itu. Nada suaranya lebih lembut seperti biasa dan Ioan bisa merasakan kasih sayang yang mendalam darinya.
Ioan tersenyum bahagia sambil menatap bayi yang masih terbungkus kain itu. "Viorel … Vio…."
Walaupun bayi itu belum membuka matanya, telinga mungilnya yang belum memiliki bulu bergerak ketika Ioan memanggil namanya membuat Ioan semakin bahagia.
"Viorel!" seru Cezar yang telah berumur 2 tahun. Ia menatap adiknya dengan mata berbinar. Ia mungkin adalah yang paling tidak sabar melihat kelahiran adiknya itu.
Ioan merasa sangat puas dan terpenuhi. Sekarang, ia tinggal di rumah yang nyaman dengan dua putranya dan bahkan suaminya juga selalu berada di sampingnya. Ia merasa walaupun keluarga ini tidak terikat dengan cinta – ia yakin Steve tidak memiliki perasaan apapun terhadap dirinya – tapi keluarga ini akhirnya lengkap sebagaimana mestinya dan akan begitu seterusnya.
Namun, ia terlalu naif.
Satu bulan setelah kelahiran Viorel, Steve kembali mengurung dirinya di dalam gudang lagi dan berfokus pada penelitiannya.
Damian kembali memasak bersama Ioan membuat Ioan teringat bahwa alasan Steve menemaninya hanyalah untuk memastikan Viorel lahir dengan selamat.
Kekecewaan memenuhinya tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Pada dasarnya, mereka menjadi keluarga bukan untuk memberikan kehangatan dan kasih sayang terhadap satu sama lain. Semuanya hanya demi kepentingan mereka masing-masing.
Ioan telah salah karena menumbuhkan perasaan ini jadi ia tidak bisa mengeluh.
Tiga bulan berjalan dengan begitu cepat dan Viorel pun mulai bisa berbicara dan berjalan. Tubuhnya walaupun tetap sangat mungil jika dibandingkan Cezar ketika berumur tiga bulan, tapi ia tetap gesit dan cerdas seperti Cezar dulunya.
Namun, selama itu pun, Steve tidak pernah mengunjungi mereka. Bahkan lebih jarang dari saat Cezar kecil karena Steve tidak perlu menyalurkan energi sihir lagi kepadanya.
Awalnya Cezar sering menanyakan kemana ayahnya itu tapi seiring berjalannya waktu, Cezar sepertinya telah paham bahwa keadaan sudah berubah dan akhirnya ia tidak lagi mencari-cari ayahnya.
Alasan lainnya adalah karena Cezar tidak ingin melihat wajah sedih Ioan setiap kali ia menanyakan tentang Steve.
Ia memfokuskan atensinya pada adik kecilnya dan membantu papanya merawat Viorel. Namun, seberapa dewasanya ia berperilaku, Cezar tetap merupakan anak kecil. Tentunya ia akan merindukan kasih sayang yang diberikan Steve. Ia juga ingin Viorel mendapatkan kasih sayang dari ayahnya jadi ia sering kali menatap gudang tempat Steve tinggal dari jauh.
Viorel bahkan pernah menanyakan tempat apa itu dan ketika Cezar mengatakan bahwa itu tempat ayah tinggal, Viorel menatapnya dengan bingung.
Melihat itu, hati Ioan sakit.
Ia juga merasa kesepian tapi ia tidak akan memaksakan perasaannya itu. Namun, menyadari Viorel bahkan tidak tahu ia memiliki seorang ayah, Ioan merasa ini salah.
Jadi, ia meminta kepada Damian untuk memperbolehkan kedua putranya mengantarkan makanan Steve setiap harinya.
"Tentu saja boleh! Kau akan ikut juga?" tanya Damian dengan wajah berbinar. Ia telah lama memiliki keluhan terhadap kedinginan Steve dan menunggu Ioan bergerak.
Namun, jawaban Ioan harus mengecewakannya karena Ioan tidak bermaksud menemui Steve. Ia tidak ingin menumbuhkan perasaannya lebih dari ini hanya untuk menjadi sakit hati olehnya.
*****
Steve menghentikan pekerjaannya ketika perutnya berbunyi meminta makanan. Tanpa ia sadar, sudah waktunya makan siang.
"Jack, kau sudah bawa makan siangku?"
Jack menggeleng. "Belum, aku masih sibuk mencatat ini. Bagaimana jika Tuan kembali ke kediaman untuk mengambilnya?"
Sejujurnya, Jack juga mengkhawatirkan keadaan Steve dan Ioan. Berbeda dengan Damian yang lebih banyak berada di samping Ioan, ia menghabiskan hampir seluruh waktunya dengan sang tuan jadi ia menyadari adanya keanehan.
Steve menggeleng. "Aku akan menunggu kau selesai," ujarnya seraya bersandar pada sandaran kursi sembari memejamkan matanya sejenak untuk beristirahat.
Lagi-lagi ia menolak ke kediaman…. Jack tidak tahu mengapa tapi sepertinya Steve enggan memasuki kediaman. Itu juga yang membuatnya bekerja dengan sangat keras.
Jack tahu Steve sangat ingin melihat putra-putranya dan untuk melampiaskannya, Steve memesan baju baru lebih banyak dari biasanya hingga Jack harus menghentikannya sebelum mereka mengalami inflasi baju anak.
Menurut dugaan Jack, keengganan Steve ada hubungannya dengan Ioan tapi sepanjang pengetahuannya, seharusnya tidak ada konflik yang terjadi di antara mereka.
Tok! Tok!
"Permisi!"
"Pelsisi!"
Dua suara anak kecil terdengar dari luar gudang. Yang satunya bahkan masih belum bisa berucap dengan baik.
Steve terlonjak dari kursinya. Walaupun ekspresi wajahnya tidak berubah, binaran di matanya sangat jelas terlihat.
Ketika ia membuka pintu, seorang anak laki-laki berumur 2 tahun berdiri di sana dengan bayi berumur 3 bulan terikat dengan kain di bagian depan dadanya. Di tangan mungilnya terdapat nampan makanan.
Kedua putranya datang membawakan makan siangnya!
"Kami membawa makanan Ayah!" seru Cezar dengan senyum lembut. Ekspresi wajahnya sangat tenang dan lembut membuat ia memiliki suasana orang dewasa.
Sementara itu, Viorel yang mendengar kata ayah segera mengamati Steve dengan jari telunjuk di dalam mulutnya.
"Terima kasih," ujar Steve terlihat dingin tapi terharu di dalam. Ia melirik ke sekeliling kedua anak itu seperti mencari sesuatu sambil mengambil nampan dari tangan Cezar.
"Papa tidak ikut. Apa Ayah mau melihat Papa juga?" tanya Cezar tiba-tiba membuat Steve terlonjak kaget.
Steve tidak menyangka anak itu akan bisa membaca pikirannya.
Benar! Ia memang sedang mencari sosok Ioan tapi bukan karena ia ingin melihatnya – tidak … mungkin ada alasan itu … iya … sedikit…. – tapi ia ingin memastikan bahwa pria itu tidak ada di sana.
Ia tidak siap untuk melihat wajah Ioan.
Awalnya ia mengira tubuhnya menjadi aneh karena dekat bulan baru tapi walaupun bulan baru telah lewat, ia tetap memiliki masalah biologis yang sama setiap kali berada di sekitar Ioan. Ia bisa menahannya ketika Ioan masih hamil, menggunakan kehamilan itu sebagai tameng.
Namun, semenjak Ioan melahirkan, pikiran Steve semakin liar. Ada suatu malam ketika Ioan sudah tidur, tubuhnya hampir menyerang pria itu dan memaksanya melakukan hubungan intim tanpa persetujuan Ioan.
Untungnya, ia masih memiliki pikiran jernihnya dan langsung berhenti tapi ia mulai ketakutan terhadap dirinya sendiri.
Jadi, ia memutuskan untuk menjauhi pria itu untuk sementara waktu.
Itu yang ia rencanakan. Namun, bahkan setelah tiga bulan berlalu, ia tetap tidak memiliki kepercayaan diri terhadap kontrol dirinya.
Ia merasa, jika ia melihat Ioan sekali saja, segala pertahanan yang telah ia bangun selama tiga bulan ini akan runtuh dalam sekejap mata.
"Aku tidak sedang mencari Papamu," dusta Steve akhirnya.
Cezar tahu itu bohong tapi ia hanya diam dan tersenyum sementara Viorel mengerucutkan bibirnya. Matanya seperti mengatakan bahwa Steve tidak mengatakan hal yang sebenarnya.
Bayi mungil ini benar-benar cerdas membuat Steve tidak bisa menatapnya karena rasa bersalah.
"Kalian mau masuk? Aku punya permen," tawar Steve yang langsung diterima dengan riang.
Setelah itu, Steve sesekali bertanya tentang kabar Ioan yang dijawab dengan jujur oleh Cezar. Hanya dengan mendengar kabar tentang Ioan, Steve mulai kehilangan kontrol diri lagi. Hal ini membuat ia semakin yakin bahwa ia tidak bisa mendekati Ioan sekarang.
'Cukup dengan mendengar kabarnya saja dari mulut anak-anak ini….'