Putra Sulung Juga Membawa Sakit Kepala
Putra Sulung Juga Membawa Sakit Kepala
Cezar mengangkat tubuh Tuan Muda Kedua itu ke dalam pelukannya dengan linglung. "Mengapa Anda ada di sini? Bagaimana Anda bisa sampai di sini?" Ia mengecek seluruh tubuh Horia Udrea dengan seksama untuk memastikan tidak adanya luka di tubuhnya.
Horia tidak menjawab dan menangis lebih kuat lagi. "Kak Cezar! Huaa!"
"A—ada apa? Kenapa menangis?" Cezar berusaha menenangkannya dengan mengelus pelan punggung anak kecil itu.
Cezar berusaha mengabaikan tatapan tajam dari papanya yang menuntut penjelasan dan fokus pada anak kecil ini.
Sepanjang pengalaman Cezar mengunjungi kediaman Udrea, Horia selalu penuh dengan senyuman dan semangat. Apa yang membuat anak kecil ceria ini menangis begitu kuat?
"Hori … benci … Kak Rian! Hori … huaaa!"
'Apa dia bertengkar dengan Pak Direktur?'
"Tidak apa-apa. Tidak apa-apa." Cezar terus menepuk punggung Horia sambil melirik menuju Ecatarina.
'Apa dia datang dengan seseorang?' tanyanya melalui kontak mata.
Ecatarina mengangguk singkat. Ia melirik ke belakangnya, mengkomunikasikan sesuatu, sebelum Adrian Udrea muncul di ambang kusen pintu ruang makan. Ia masih mengenakan pakaian kerja hari ini tapi agak sedikit kacau seperti ia telah melepaskannya lalu buru-buru mengenakannya lagi.
Ekspresi wajahnya agak suram dan ia terlihat kesulitan.
"Hori, ayo pulang," bujuknya dari jauh, tidak berani mendekati adiknya.
Horia menggeleng kuat di dalam pelukan Cezar. "Hori benci … Kak .. Rian! Hori … sama Kak … Cezar hari ini!"
Cezar merasakan tengkuknya dingin. Tatapan Ioan semakin mematikan memaksanya menelan ludah dengan susah payah.
'Mati aku!'
Untungnya, Cezar adalah pria yang tenang. Jadi, ia berhasil menutupi kekacauan hatinya dan memberikan ketenangan pada Horia.
Adrian mengacak rambutnya yang sudah kacau. Rambut panjang yang biasanya tersisir rapi dan mengkilap itu benar-benar tak teratur. Ia ingin mendekati Horia tapi insting anak kecil itu sangat kuat dan ia segera menyadari intensi Adrian.
"Jangan mendekat! Hori … gak akan pulang … selamanya kalau kakak … mendekat!"
Langkah kaki Adrian otomatis berhenti. Ia benar-benar menemui jalan buntu, tidak tahu harus melakukan apa.
Horia tidak mau berhenti menangis dan juga tidak mau melepaskan Cezar. Ioan yang sudah geram ingin menginterogasi putra sulungnya ini juga tidak bisa melakukan apa-apa. Ia sadar jika ia mendatangi Cezar dengan wajahnya sekarang, bukannya mereda, Horia akan menangis lebih kuat lagi.
Di tengah kekacauan itu, Steve berusaha membujuk Horia dengan senyum indah nan sempurnanya tapi Horia tidak meliriknya sama sekali membuat Steve patah hati.
"Apa aku setidak menarik itu untuk anak-anak? Apa jangan-jangan Vio, Cezar, dan Mihai kecil juga membenciku." Pada akhirnya hanya itu yang ia gumamkan seperti kaset macet sambil dihibur Ioan.
Mihai juga ingin membantu tapi ia tidak tahu harus melakukan apa. Apalagi Luca yang sangat kikuk.
Tiba-tiba, lengan pakaian Mihai ditarik pelan oleh Liviu.
"Da!" seru bayi itu sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Kau punya ide?" tanya Mihai setengah berbisik.
Liviu mengangguk dengan penuh keyakinan lalu mengepakkan sayapnya menuju Horia.
"Da! Da!" Liviu menepuk pundak Horia beberapa kali.
"A—apa?"
"Da! Da da daaa!!" Liviu tiba-tiba menggerak-gerakkan tubuh dan lengannya seperti sedang ingin pemanasan aerobik.
Horia menatapnya kosong, tidak paham sama sekali.
"Tuan Muda Liviu bilang ia ingin bermain denganmu!" Tiba-tiba, Daniela muncul dari balik kursi tempat Cezar duduk.
Daniel juga ikut muncul di sampingnya. "Ada permainan yang sangat menyenangkan!" tambahnya.
Kedua kembar itu menggerakkan ekor mereka ke kiri dan kanan dengan irama yang seragam, terlihat sekali mereka menganggap keadaan sekarang ini sangat menarik dan menyenangkan.
Horia melirik Liviu lagi dengan ragu-ragu. "Benarkah?"
"Da!" Liviu mengangguk tegas.
Horia menatapnya untuk beberapa saat, menimbang-nimbang perkataannya.
"A—aku mau main," jawab Horia akhirnya yang langsung ditarik kedua kembar dan Liviu dengan penuh semangat.
"Ayo kita ke taman!" seru kedua kembar sambil berlari keluar ruang makan.
Di sela-sela itu, Liviu menoleh pada orang tuanya dengan mata berbinar, meminta pujian.
Mihai mengacungkan jempol dengan senyum lebar tampak gigi. Di sampingnya, Luca juga mengacungkan jempolnya.
Liviu membalas mengacungkan jempolnya lalu kembali terbang mengejar kedua kembar dan anak laki-laki itu.
Sepeninggal anak-anak kecil itu, suasana canggung memenuhi ruangan.
Cezar ingin bertanya kepada Adrian mengenai Horia tapi bulu kuduknya langsung berdiri semua tatkala bertemu pandang dengan Ioan.
"Jelaskan, Cezar. Mengapa aku melihat Tuan Muda Kedua Keluarga Udrea itu sangat dekat denganmu? Apakah aku yang membutuhkan kacamata rabun atau kau yang perlu ku smack down sekarang?"
'Hiii!' Cezar menjerit di dalam hati.
Adrian juga ikut merinding mendengar ancaman itu. Ia merasa ancaman itu tidak hanya ditujukan kepada Cezar, tapi juga kepada Adrian. Ia sudah hampir kabur dari sana jika ia tidak memikirkan reputasinya.
Ioan bangkit dari bangkunya.
Cezar tersentak di tempat duduknya sementara Adrian mundur selangkah.
"Kalian berdua … bisakah kalian berlutut di depanku sekarang?" Seharusnya itu adalah permohonan tapi keduanya merasa akan kehilangan nyawa mereka jika tidak mematuhinya.
Keduanya buru-buru berlutut. Adrian berpikir mengapa ia harus berlutut di depan orang asing tak berstatus ini tapi segala pikirannya itu ia telan kembali ketika bertemu pandang dengan Ioan secara langsung.
'Lebih baik aku menjaga nyawaku daripada harga diriku!'
"Jelaskan."
Satu kata itu saja sudah cukup membuat kedua tersangka ini mulas.
"I—itu … Papa, ini bukan seperti yang kau pikirkan."
"Dan apa itu yang seperti aku pikirkan, hah?"
Cezar semakin pucat. "I—itu …" Ia melirik Adrian berusaha meminta bantuan tapi Adrian sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Ia hanya berlutut untuk menyelamatkan nyawanya!
Ioan menghentakkan kakinya dengan kuat. Keduanya kembali terlonjak.
"Kalian tidak punya mulut untuk bicara?" ucap Ioan dengan tenang. Terlalu tenang hingga menyeramkan.
Cezar dan Adrian merinding dan gemetaran.
Viorel dan Mihai juga pucat. Tidak ada yang berani membela kakak mereka jika Ioan sudah dalam mode iblis seperti ini.
Steve juga tahu diri dan tidak berulah. Ia juga sayang nyawanya karena ia masih ingin menghabiskan waktu penuh cinta dengan sang istri.
Luca tidak takut tapi ia tidak peduli jika itu tidak menyangkut paut keselamatan Mihai dan Liviu. Lagipula, ini adalah masalah pribadi Keluarga Asaka jadi ia pikir tidak pantas baginya untuk ikut campur.
"Papa begini, aku hanya itu … aku tidak sengaja bertemu dengan Tuan Muda Kedua Udrea."
"Hoo … tidak sengaja yang seperti apa?"
*****
"…jadi begitulah …."
Cezar merasa nyawanya memendek dua ratus tahun sementara Adrian sudah menjadi secarik kertas, letoy dan pucat pasi.
Keduanya berusaha menjelaskan di tengah intimidasi Ioan yang begitu besar dengan susah payah.
'Orang tua Cezar ini penguasa neraka?!' Gerutu Adrian dalam hati. Ia tidak berani menatap Ioan karena takut pemikiran tidak sopannya itu terbaca oleh Ioan.
"Cezar …."
Ioan memijat bagian tengah di antara kedua alisnya yang berkerut dalam. Stress tertulis jelas di wajahnya.
Untungnya, aura gelap penuh ancaman itu tidak lagi menguar dari Ioan jadi Mihai dan Viorel segera mendekati Ioan untuk menenangkannya.
"Papa jangan terlalu emosi."
"Benar. Tidak baik untuk kesehatan."
Salah satunya memijit bahu Ioan sementara yang lainnya menyerahkan air minum. Ioan meneguk habis air itu dengan kasar.
"Apanya yang menginap di rumah rekan kerjamu, ha?!" Ioan tidak bisa menahan diri lagi dan kembali meledak. Viorel dan Mihai otomatis mundur ke tepi ruangan.
"Papa. Aku hanya tidak ingin Papa khawatir."
"Tapi bukan berarti kau bisa berbohong! Jika tiba-tiba incubus ini menyerangmu, kau mau bagaimana?! Kau ingin menjadi orang ketiga di Keluarga Asaka yang hamil di luar nikah?!" bentak Ioan, menunjuk Adrian langsung ke wajahnya.
Adrian sangat tersinggung. Ia memberanikan diri untuk memprotes, "Jangan bermimpi! Siapa yang mau menyerang putramu? Menarik mata saja tidak!"
"Apa katamu?!" Cezar ikut tersinggung. Melupakan kenyataan Adrian adalah bosnya, ia menunjuk wajah Adrian dengan kurang ajar juga. "Jangan sok ganteng ya! Kau juga tidak menarik mata sama sekali. Diserang olehmu? Hah! Masih lebih baik aku hamil dengan kuda!"
"HAH?! MATAMU BURAM? PRIA SEGANTENG DAN SEELEGAN INI KAU TIDAK SUKA?! MATAMU SEPERTINYA TIDAK BERGUNA!" Suara Adrian semakin tinggi. Tidak lupa ia mengibas rambut putihnya, memperlihatkan pesonanya.
Cezar hampir muntah dan segera membalas dengan suara yang tidak kalah tingginya. "KAU YANG PERLU DIPERIKSA OTAKNYA! SEPERTINYA KAU TERLALU BANYAK BERKHAYAL SAMPAI TIDAK BISA MENILAI DIRI SENDIRI!"
Keduanya menatap satu sama lain dengan sengit. Saling menggeram dengan ganas.
Melihat keduanya yang bagaikan anjing dan kucing, Ioan merasa seperti orang bodoh. Sepertinya ia telah mengkhawatirkan hal yang tidak perlu.
"Hah …."
Kedua orang itu tersentak kaget mendengar helaan napas Ioan yang sangat panjang. Mereka mengira akan dibentak lagi, serentak terdiam dengan wajah memucat.
Tidak sesuai perkiraan mereka, Ioan berbicara dengan tenang dan lebih ringan. "Aku tidak akan mengungkit masalah ini lagi tapi aku tidak memperbolehkanmu pergi ke rumah Keluarga Udrea lagi, terutama ketika kalian tidak memiliki hubungan asmara—"
"Tentu saja tidak ada!" Keduanya berseru secara bersamaan, menyangkal semuanya habis-habisan.
Menyadari mereka sangat membenci ide hubungan asmara itu, keduanya menjadi tersinggung terhadap sikap satu sama lain.
"Apa-apaan sikapmu itu?! Seharusnya kau bersyukur bisa mendapatkan cinta diriku yang sempurna ini, walaupun kenyataannya tidak akan pernah bisa!" protes Adrian.
"Hah?! Seharusnya kau yang bersyukur bisa mendapatkan cinta diriku yang cerdas dan pandai ini, walaupun kenyataannya tidak akan pernah bisa!" balas Cezar.
Keduanya kembali menggeram kepada satu sama lain.
"Ehem! Dengarkan aku dulu!" pinta Ioan.
Keduanya otomatis berhenti dan kembali fokus pada Ioan.
"Intinya jika Tuan Muda Kedua ingin bermain dengan Cezar, bawa dia ke rumahku! Jika tidak, walaupun Tuan Muda Kedua menangis sampai Kota Rumbell terendam seluruhnya pun, aku tidak akan mengijinkan Cezar mengunjungi rumahmu!"
Dengan ini masalah telah selesai. Keduanya menghela napas lega tapi ketika mereka bertemu pandang, keduanya kembali penuh permusuhan.
Suasana ruangan itu kembali damai dan semuanya kembali bisa bernapas lega,
Namun, sepertinya mereka telah melupakan masalah utamanya ….
*****
Di taman – atau lebih tepatnya kebun Kediaman Luca Mocanu malam itu ….
"Hori kenapa benci Tuan Adrian?" tanya Daniela dengan penuh penasaran.
Anak-anak ini telah capek bermain dan sedang duduk di atas batu panjang yang tertancap di atas tanah. Horia mengusap peluhnya dengan sapu tangan lalu membantu Liviu mengusap peluhnya juga karena bayi kecil itu tidak membawa sapu tangan sama sekali.
"Itu …." Teringat kembali akan kesedihannya, wajah Horia kembali suram.