Cowok Hamil

Ketemu Irawan dan Heru



Ketemu Irawan dan Heru

"Selamat siang..."     

Sapaan dari seseorang membuat Jamal menghentikan aktivitasnya yang sedang menggoda Cakra dan Anum. Cowok yang kini sudah memiliki empat orang anak itu, lantas menoleh ke arah sumber suara tersebut, lalu melihat dua wajah remaja yang tidak asing baginya.     

Namun bukan Jamal namanya kalau kehadiran dua remaja itu akan membuat dirinya terkejut. Tidak! Remaja yang pernah menjadi anak paling ditakuti sewaktu SMA itu, sama sekali tidak merasa terkejut apalagi gugup, meski pertemuan dengan kedua teman lamanya ini, sudah dalam keadaan yang sangat berbeda.     

Sekedar informasi, rasa gugup, takut, dan juga bingung tidak ada dalam kamus Jamal, saat menghadapi situasi yang tengah ia hadapi sekarang. Lihat saja, laki-laki itu terlihat sangat santai, tenang, dan juga cuek mengamati kedua temannya satu persatu.     

"Jems..." sapa Irawan kemudian. "Lu di sini?" Remaja itu mengulurkan telapak tangan untuk berjabatan dengan Jamal. "Gimana kabar lu?"     

"Baik..." sahut Jamal santai. Melepas jabatan tangannya dengan Irawan, lalu meraih telapak tangan Heru yang sudah terulur ke arahnya.     

"Apa kabar Jems," tanya Heru.     

"Baik..."     

Cakra dan Anum memeluk erat paha kekar milik sang ayah. Dua anak kembar itu tersipu malu lantaran orang- orang yang terlihat asing itu, sedang menatap mereka.     

"Kalian ngapain di sini?" Tegur Jamal, yang membuat Irawan gagal bertanya tentang siapa dua anak kecil yang terlihat sangat menggemaskan itu.     

"Gue kerja di sini." Sahut Irawan.     

"Kalau gue nemenin dia." Imbuh Heru. Ia peka saat melihat Jamal menoleh ke arahnya.     

"Oh..."     

Masih dengan gayanya yang santai Jamal mengangguk- anggukan kepala. Namun memori otaknya tiba- tiba mengingatkan ia pada percakapan dua remaja yang tengah berdiri di hadapannya. Sebuah percakapan terlihat tidak biasa, lantaran dilakukan dengan pelukan mesra oleh Heru kepada Irawan, pada saat ia tidak sengaja melihatnya sewaktu masih sekolah SMA dulu.     

Hal itu membuat Jamal menarik sebuah kesimpulan, bahwa sedang ada hubungan spesial antara dua remaja ini. Namun ia tidak peduli, dan tidak ingin memikirkan sesuatu yang bukan urusannya.     

"Papa..."     

Suara mungil milik Anum yang mengalun manja, membuat Irawan dan Heru mengerutkan kening menatap heran pada gadis kecil itu.     

Papa? Mereka tidak salah dengarkan?     

"Moma mana?"     

Ternyata Heru dan Irawan tidak salah dengar. Kata moma yang mereka dengar barusan, membuat kedua remaja itu juga mengambil sebuah kesimpulan.     

"Lu udah nikah, Jems?" Tanya Irawan seolah tidak percaya. Namun setelah mengingat seperti apa masa lalu Jamal, membuat remaja itu menyingkirkan rasa tidak percaya nya. Bisa saja kan, Jamal sudah menghamili cewek dilaur nikah?     

"Iya, gue udah nikah," aku Jamal. Gayanya masih terlihat santai tanpa beban.     

"Oh..."     

Irawan tersenyum nyengir. Cowok itu menatap gemes kepada dua anak kecil yang sudah ia yakini sebagai anak kandung Jamal.     

"Trus istri lu mana?" Tanya Heru setelahnya. "Dia ikut ke sini?"     

"Ada, lagi di toilet."     

"Papa... moma..." rengek Anum kembali.     

Menggunakan telapak tangannya, dengan lembut dan penuh kasih Jamal mengusap puncak kepala anaknya. "Iya bentar lagi moma selesai."     

"Anak lu lucu ya Jems, apa mereka kembar?" Heru tersenyum simpul.     

Melihat perlakuan Jamal terhadap putrinya barusan, membuat ia berpikir kalau ternyata Jamal masih manusia, bukan sepenuhnya singa yang selalu ditakuti oleh orang- orang.     

"Iya mereka kembar." Jamal tersenyum nyengir menatap putrinya "yang cewek namanya Anum." Telapak tangannya berpindah ke puncak kepala Cakra. "Kalau ini jagoan, namanya Cakra."     

"Papa Anum jagoan..." protes Anum dengan suara cadelnya.     

"Ha... ha... ha..."     

Hal itu membuat Irawan dan Heru terbahak.     

"Lucu banget mereka. Hebat lu Jems, bisa bikin anak kembar." Komentar Irawan.     

"Gue penasaran sama ibu nya, pasti cantik." Imbuh Heru.     

Tidak jauh dari tempat Jamal sedang duduk, Rio baru saja keluar dari toilet yang masih berada di dalam arena bermain. Cowok itu berjalan ke arah Jamal dan kedua anaknya, sambil menarik ke atas retsleting jaket dengan brand Burberry yang ia kenakan.     

Langkah kaki Rio terhenti kala matanya melihat ada dua orang laki- laki asing, tengah berdiri di dekat keluarga nya. Keningnya berkerut, kelopak mayatnya menyipit mengamati dengan detail siapakah dua sosok cowok tersebut.     

Deg!     

Rasanya jantung Rio seperti akan loncat dari tempat asal, setelah ia menyadari kalau dua remaja itu adalah teman akrab, sewaktu masih sekolah di SMA Gelobal.     

"Heru... Irawan... ngapain mereka di sini?"     

Berbeda dengan Jamal yang sangat cuek saat bertemu dengan Heru dan Irawan, lain halnya dengan Rio yang terlihat sangat panik begitu melihat keberadaan mereka di sana. Tentu saja ia merasa khawatir, bahkan cemas kalau statusnya sebagai istri Jamal, akan diketahui oleh teman lamanya.     

Tidak hanya itu, ia juga takut kalau nanti kedua temannya akan mengetahui jika dua anak yang masih memeluk kaki suaminya itu, adalah anak- anak yang pernah ia kandung di dalam perutnya.     

Yah, selama ini Rio terlalu nyaman di dalam rumah bersama anak- anaknya, hingga ia melupakan jika hal seperti ini bisa saja terjadi kapanpun.     

Rio menelan ludah, tubuhnya gemetar dan mulai mengeluarkan keringat dingin. Jemarinya mengepal, dan wajah panik nya berkerut.     

"Moma...!"     

Deg!     

Rio menelan saliva. Teriakan gadis kecilnya, dan juga tatapan kedua sahabat lama yang sudah menyadari keberadaannya, membuat remaja itu semakin merasa gugup.     

"Moma... cini...!"     

Tubuh Rio gemetar.     

Membuang napas gusar, cowok itu mengumpulkan semua keberaniannya sebelum akhirnya ia melangkah maju-- menghadapi kenyataan yang akan terjadi nanti.     

Yang terjadi, terjadilah. Rio menghela pasrah, menyemangati diri sendiri, di tengah perjalanan paniknya, mendekati suami dan anak- anak nya. Yah, cepat atau lambat mungkin orang-orang akan mengetahui kalau dirinya adalah cowok yang bisa hamil.     

"Rio...!"     

Bola mata Heru berbinar, raut wajahnya terlihat sangat bahagia setelah ia yakin remaja yang sudah berada di dekatnya ini, remaja yang sejak tadi ia perhatikan, adalah teman SMA sekaligus cowok yang pernah ia sukai dalam diam.     

Perasaan bahagia yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata, memaksa Heru berjalan mendekati teman yang sudah sekian lama ia cari. Pertemuan yang tidak terduga ini, sukses membuat ia merasa terharu.     

"Lu Rio kan?" Heru menatap Rio dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.     

Rio tersenyum simpul, sambil menganggukkan kepalanya. "I-iya, gue Rio." Ia berusaha bersikap tenang meski sebenarnya, hatinya tidak karuan.     

Tanpa menyadari jika cowok yang berada di depannya ini adalah cowok yang sebenarnya disebut istri oleh Jamal, sekaligus cowok yang baru saja panggil moma oleh gadis itu, Heru menghamburkan tubuhnya, memeluk erat tubuh Rio.     

"Lu ke mana aja selama ini? Pergi nggak ada kabar, kita nyarinin elu," aku Heru di tengah pelukan erat yang sedang berlangsung.     

Tanpa disadari, pelukan erat itu membuat wajah Jamal berkerut. Laki-laki itu menatap tidak suka, adegan pelukan yang tidak kunjung lepas.     

Terlihat Irawan, meski sebenarnya ia tidak nyaman dengan sikap Heru yang main peluk, tapi tidak bisa dipungkiri, pertemuannya dengan Rio juga membuatnya sangat bahagia. Remaja itu melangkah maju, mendekati sahabat lama yang tengah dipeluk oleh kekasihnya.     

"Apa kabar Ri?" Ucap Irawan yang membuat Heru, akhirnya mengurai pelukannya.     

Berbeda dengan Heru yang memeluk erat Rio, sedangkan Irawan hanya berjabatan tangan menyapa sahabat lamanya.     

"Gue baik," balas Rio. "Kalian gimana?"     

"Kita juga baik." Sahut Irawan.     

"Nggak nyangka ya Ri, kita bisa ketemu." Girang Heru yang membuat Irwan dan Rio lantas menoleh ke arahnya.     

"Oh iya, kebetulan juga kita ketemu sama Jems. Lu tau nggak? ternyata dia udah nikah lho... udah punya anak, kembar lagi, lucu-lucu." Heru tersenyum nyengir, menatap dua anak kecil yang sedang menyandar di paha Jamal.     

Rio tersenyum kecut, sambil menatap Jamal yang juga sedang menatap dirinya.     

"Oh... gitu?" Ucap Rio, dengan wajah yang terlihat kikiuk.     

"Moma..."     

Heru dan Irawan mengerutkan kening, melihat Anum yang sedang berjalan santai ke arah Rio. Mulutnya terbuka lebar saat gadis kecil itu, memeluk erat kaki sahabatnya.     

"Moma lapel, ayo emam..." Anum harus mendongakkan kepala, melihat wajah Rio yang jauh lebih tinggi darinya.     

"What? Anaknya Jems, udah kenal sama lu? Kok bisa?" Komentar Heru sambil menatap heran kepada Anum.     

Rio tersenyum meringis, dan tidak mampu berkata apa pun.     

"Trus, yang dipanggil moma sama dia itu elu?" Bingung Irawan.     

Rio menelan ludah, ia kembali beradu pandang dengan sosok Jamal.     

"Moma ayo emam...lapel."     

Tanda tanya besar muncul di kepala Irawan dan juga Heru setelah keduanya yakin jika yang disebut moma oleh gadis kecil itu, ternyata benar Rio.     

"Moma...? Anaknya Jems, manggil lu moma, Ri?" Heru mengerutkan wajah, menatap satu persatu Jamal dan Rio yang masih beradu pandang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.